KONFERENSI Para Pihak (Conferences of the Parties) untuk perubahan iklim ke-27 atau COP27 digelar di Sharm El-Sheikh, Mesir, mulai 6 November 2022 hingga 12 hari ke depan. Konferensi tahunan negara anggota PBB sejak 1995 ini mempertemukan para pemimpin dunia, politisi, pakar dan banyak orang untuk membahas krisis iklim. Salah satunya Bagja Hidayat, pemimpin redaksi Forest Digest, yang akan berbicara di Global Landscape Forum pada 11 November 2022.
Setiap tahun perwakilan dari 195 negara berkumpul untuk membahas aksi mitigasi dan adaptasi krisis iklim. "Pekerjaan ke depan sangat besar. Sama besarnya dengan dampak iklim yang kita lihat di dunia," kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam pertemuan pra-COP baru-baru ini.
“Sepertiga dari Pakistan banjir. Musim panas terpanas di Eropa dalam 500 tahun. Seluruh Kuba padam,” tulis Gutteres. "Badai Ian yang menghempas Amerika Serikat juga mengingatkan bahwa tidak ada negara dan ekonomi yang kebal dari krisis iklim.”
Konferensi Iklim COP27 digelar untuk membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5C dibanding era industri (1800-1850) atau setidaknya 2C. Saat ini suhu atmosfer bumi sudah menghangat rata-rata 1,2C.
Untuk mencapai target mencegah pemanasan global ini, masing-masing negara harus mencapai target karbon netral pada 2050 dengan menyepakati kontribusi nasional yang ditetapkan (nationally determined contribution/NDC). Salah satunya dengan menghentikan pemakaian bahan bakar fossil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Tapi target-target ini terancam meleset jauh seiring dengan invasi Rusia ke Ukraina yang memicu serangkaian konflik geopolitik, krisis pangan dan krisis energi. Rusia yang menyetop aliran gas ke negara-negara Eropa, membuat negara-negara Eropa kembali menggunakan batu bara menjelang musim dingin akhir tahun ini.
Dalam penyelenggaraan COP27, para pemimpin dunia dari 197 negara akan bernegosiasi pada 7-8 November 2022 untuk mengatasi persoalaan pendanaan menuju karbon netral, dekarbonisasi, adaptasi, dan pertanian, yang gagal dibicarakan dalam COP26 di Glasgow tahun lalu. Pada pekan kedua, topik gender, air dan keanekaragaman hayati akan menjadi sorotan.
Puluhan ribu negosiator, anggota pers dan organisasi pengamat akan turun ke Sharm El-Sheikh juga. "Saya mendesak para pemimpin di tingkat tertinggi untuk mengambil bagian penuh dalam COP27 dan memberi tahu dunia tindakan iklim apa yang akan mereka ambil secara nasional dan global,” kata Gutteres.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dilaporkan akan hadir bersama utusan iklim Amerika, John Kerry. Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak juga telah mengumumkan akan menghadiri COP27.
Kehadiran para pemimpin negara-negara amat penting dalam konferensi ini. Karena dalam pertemuan ini ilmu iklim terbaru akan dipresentasikan dan penanganan krisis iklim hanya bisa dicapai secara kolaboratif.
Meski yang kerap kali terjadi adalah kegagalan negosiasi dan target yang meleset, seperti COP26 yang menyepakati tahun pengurangan energi fosil secara drastis.
Climate Action Tracker, lembaga riset, menulis bahwa janji baru seputar batu bara, deforestasi, emisi metana, dan lainnya masih membuat kita berada di skenario terburuk yaitu kenaikan suhu bumi 2,4C sebelum masa industri.
Selain membatasi emisi, negara-negara maju berjanji pada COP21 untuk memberikan pendanaan kepada negara-negara berkembang US$100 miliar per tahun untuk mitigasi dan adaptasi iklim. Namun janji ini tak pernah terealisasi. COP27 kembali akan membahas pendanaan ini.
Logikanya adalah negara-negara berkembang yang lebih sedikit memproduksi emisi menanggung beban lebih berat dari krisis iklim. Dengan infrastruktur yang siap dan bagus, negara maju juga cenderung terhindar dari dampak berat bencana iklim.
Keadilan iklim ini juga akan menjadi tema utama COP27. Para juuru kampanye pelbagai organisasi yang hadir bertekad melihat tuntutan mereka atas fasilitas pembiayaan kerugian dan kerusakan terpenuhi di COP27.
Profesor Saleemul Huq, Direktur Pusat Internasional untuk Perubahan Iklim dan Pembangunan (ICCCAD) seperti dikutip EuroNews, mengatakan bahwa dari perspektif negara berkembang, COP27 akan gagal sejak awal jika keuangan tidak dimasukkan dalam agenda negosiasi.
Profesor Huq, salah satu dari sedikit orang yang menghadiri setiap COP dan akan hadir di COP27, mengatakan “Perlunya pemerintah untuk duduk bersama dan merundingkan keputusan baru jauh lebih penting daripada benar-benar melakukan sesuatu, mengimplementasikan keputusan yang telah dibuat. ”
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :