Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 16 November 2022

Indonesia Dapat Pembiayaan Transisi Energi US$ 20 miliar

Indonesia jadi negara kedua yang terlibat Just Energy Transition Partnership (JETP). Investasi iklim terbesar untuk sebuah negara.

Pembangkit energi matahari sebagai salah satu sumber energi terbarukan (Ilusrasi: Pixaline/Pixabay)

INTERNATIONAL Partners Group meluncurkan just energy transition partnership (JETP) di sela acara Konferensi Tingkat Tinggi G20. Kemitraan Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Norwegia ini menyediakan dana awal US$ 20 miliar atau Rp 300 triliun untuk mendorong transisi energi Indonesia.

Uang besar tersebut akan berasal dari negara maupun swasta dari negara-negara tersebut yang akan disalurkan dalam bentuk investasi, hibah, pinjaman. Pemerintah Indonesia diminta memakainya untuk menyetop pembangkit listrik batu bara dengan energi terbarukan selaam 3-5 tahun ke depan.

Konstruksi Kayu

Kemitraan ini diharapkan mendorong pemenuhan target Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5C dari masa sebelum industri (1800-1850). Kenaikan suhu bumi mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim yang dapat mengancam kehidupan manusia.

Krisis iklim terjadi akibat produksi emisi global berlebihan sehingga ekosistem bumi tak sanggup menyerapnya. Akibatnya, emisi karbon terlontar menjadi gas rumah kaca ke atmosfer.

Salah satu sumber emisi gas rumah kaca secara global adalah pembakaran energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara. "Kami berterima kasih atas kerja sama dan dukungan dari mitra internasional untuk mewujudkan implementasi penuh yang akan mempercepat transisi ini. Kemitraan ini akan menghasilkan pelajaran berharga bagi komunitas global dan dapat direplikasi di negara lain,” kata Joko Widodo dalam Presidensi G20, Selasa, 15 November 2022.

Melalui JETP, Indonesia menyepakati komitmen dan target iklim baru, yaitu:

  • Emisi karbon dari sektor kelistrikan mencapai puncaknya pada 2030, tujuh tahun lebih awal dari perkiraan semula
  • Membatasi emisi dari sektor listrik sebesar 290 juta ton setara CO2 pada 2030, turun dari nilai dasar 357 juta ton setara CO2
  • Net zero emission atau jumlah emisi yang dilepas lebih kecil dari emisi yang bisa diturunkan dari sektor listrik pada 2050
  • Sebanyak 34% pembangkit listrik pada 2030 berasal dari energi terbarukan, dua kali lipat dari rencana saat ini.

Dari US$ 20 miliar itu, sebanyak US$ 10 miliar berasal dari sektor publik dan sisanya dari investasi melalui lembaga keuangan swasta yang dikoordinasikan oleh Glasgow Finansial Alliance for Net Zero (GFANZ), termasuk Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG dan Standard Chartered. Kemitraan ini juga akan memanfaatkan keahlian, sumber daya, dan operasi bank pembangunan multilateral.

JETP Indonesia merupakan perjanjian transisi energi kedua yang dicapai antara negara maju dan negara berkembang. Investasi iklim sebesar US$ 20 miliar itu merupakan investasi terbesar untuk sebuah negara.

Afrika Selatan merupakan negara pertama yang menekan perjanjian transisi energi dalam skema JETP sebesar US$ 8,5 miliar yang diumumkan pada Konferensi Iklim COP26 tahun lalu. Rencana investasi dan komposisi pembiayaan publik untuk JETP Afrika Selatan baru diumumkan dalam COP27.

Pengumuman peluncuran JETP disambut para aktivis lingkungan dan pakar di Indonesia. Mereka menekankan perlunya pembiayaan lunak dan hibah. "Bukan pinjaman komersial yang hanya akan mengunci lembaga publik kita dalam utang,” kata Tata Mustasya, Ketua Kampanye Energi Greenpeace Indonesia.

Tata juga memfokuskan pentingnya pembiayaan dan dana yang besar untuk membuat pemodal dan investor berpaling dari bahan bakar fosil selamanya.

Sementara itu Grita Anindarini, Direktur Program Indonesian Center of Environmental Law (ICEL) menyoroti prinsip “adil” dalam transisi energi. “Tidak hanya dampak lingkunganm tetapi prinsip adil harus memperhatikan hak masyarakat dan hak asasi manusia,” katanya. “Akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik merupakan prasyarat untuk transisi energi yang adil.”

Ikuti perkembangan terbaru transisi energi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain