Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 08 Desember 2022

Komunikasi Krisis Iklim

Mengatasi krisis iklim rumit dan kompleks. Isu ini harus terus disampaikan kepada publik secara masif.

Ilustrasi Media Sosial (Gordon Johnson from Pixabay)

KONFERENSI Keanekaragaman Hayati COP15 di Montreal, Kanada, tengah berlangsung. Konferensi yang acap disebut COP CBD ini sama pentingnya dengan Konferensi Iklim PBB COP setiap tahun. COP CBD akan melengkapi mitigasi krisis iklim.

Selama hampir dua pekan, mulai dari 7 hingga 19 Desember 2022, sebanyak lebih dari 18.000 peserta yang mewakili 193 negara akan membahas target kesepakatan kerangka kerja keanekaragaman hayati global 10 tahun yang baru. COP Keanekaragaman Hayati sering disebut juga COP CBD atau Conference of the Parties Conference on Biological Diversity.

Konstruksi Kayu

Setelah konferensi iklim PBB COP27 di Sharm el-Sheikh, Mesir, COP15 di Montreal ini menjadi penting. COP27 menghasilkan kesepakatan pembiayaan adaptasi iklim dan dana kehilangan dan kerugian (loss and damage fund) untuk negara-negara rentan terdampak krisis iklim. Sementara COP CBD akan memproteksi ekosistem dan spesies yang ada di bumi.

Pendanaan adaptasi dan dana kerugian akibat krisis iklim akan menolong negara berkembang dan miskin dari daya rusak bencana iklim. Jika pendanaan ini digabung dengan perlindungan ekosistem akan lengkap melindungi bumi. Negara-negara kaya yang sudah menyemburkan polusi harus bertanggung jawab atas pertumbuhan dan kemajuan mereka.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam sambutan COP CBDMontreal menyatakan keduanya seperti koin dengan dua sisi. Artinya, tidak bisa dipisahkan. Menurut Guterres melindungi keanekaragaman hayati sama mendesaknya dengan menahan kenaikan suhu bumi dengan menekan produksi emisi.

Dalam laporan WWF, populasi hewan liar, seperti mamalia, burung, amfibi, reptil dan ikan turun 69% sejak 1979. Dalam situs International Union for Conservation Nature (IUCN), saat ini ada lebih dari 41.000 spesies yang terancam punah. Bila ini terus menerus terjadi, ekosistem di bumi, tumbuhan, hewan dan manusia pun terancam punah. Kepunahan bisa semakin cepat bila krisis iklim tak segera diatasi.

Kesadaran dan pengetahuan ini penting. Masalahnya, berita media masih sedikit mengangkat pentingnya konferensi keanekaragaman hayati yang jelas berhubungan dengan krisis iklim.

Mengatasi krisis iklim memang rumit dan kompleks. Namun isu ini harus terus disampaikan kepada publik secara masif (komunikasi massa). Dalam Mass Communication, John R. Bittner mengemukakan komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa yang bisa menjangkau orang banyak.

Medianya bisa apa saja, termasuk film, podcast, radio dan pada masa sekarang media sosial seperti Instagram, Twitter dan TikTok. Berdasarkan laporan We Are Social, pengguna media sosial secara global mencapai 4,7 miliar pada awal Juli 2022. Sedangkan di Indonesia ada 191 juta orang yang aktif di media sosial pada Januari 2022.

Akun-akun resmi media tentu harus mengambil peran dan mengkomunikasikan sebab mereka juga memiliki jumlah pengikut yang banyak. Selain itu, setiap individu juga harus berperan mengkomunikasikan krisis iklim; memberikan edukasi, memobilisasi untuk melakukan aksi untuk mengatasi krisis iklim. Media massa dan individu harus konsisten bersuara, memberikan solusi dan mengadvokasi perubahan.

PBB memberikan tiga panduan komunikasi krisis iklim:

  1. Gunakan informasi yang berlandaskan sains. Kita tahu misinformasi dan disinformasi tentang krisis iklim amat banyak. Ini salah satu tantangan mengatasi krisis iklim. Konten yang salah dan tidak berdasarkan sains bisa membingungkan dan mengubah persepsi dan pemahaman orang tentang krisis iklim. Tipsnya, selalu cek sumber informasi, data dan fakta. Stop menyebarkan misinformasi.
  1. Menyampaikan masalah dan solusi. Menjelaskan skala kegentingan krisis iklim kadang bisa membuat takut dan akhirnya menghilangkan ketertarikan dan kepedulian. Sebaiknya krisis iklim disampaikan dengan bahasa sederhana, bukan menakuti tapi pesan yang memberi motivasi, harapan dan solusi.  
  1. Mobilisasi aksi. Kita harus berjalan bergandengan dengan tujuan yang sama. Target nol emisi pada 2050 membutuhkan transformasi cepat bagaimana kita memproduksi, mengkonsumsi, dan beraksi. Dalam berbagai survei, mayoritas penduduk dunia ingin pemerintah mereka melakukan aksi untuk krisis iklim dan hampir semua penduduk mau membuat perubahan.

Komunikasi krisis iklim jelas menantang. Tapi bisa dilakukan bila setiap individu memahami kegentingan yang kita hadapi. Cara yang paling sederhana, dimulai membagikan berita-berita tentang krisis iklim dan mengangkat menjadi topik perbincangan keseharian kita bersama keluarga juga teman.

Ikuti percakapan krisis iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain