ISTILAH-istilah kehutanan memiliki makna yang spesifik karena mengacu atau dibedakan oleh jenis-jenis kegiatannya, seperti rehabilitasi, reboisasi, penghijauan, deforestasi, reforestasi, aforestasi. Salah satu yang acap rancu adalah rehabilitasi lahan dan reboisasi. Apa beda keduanya?
Secara normatif rehabilitasi hutan dan lahan dibedakan menjadi dua kegiatan, yakni rehabilitasi hutan dengan kegiatan pokok revegetasi tanaman hutan yang lebih dikenal dengan istilah reboisasi atau reforestasi (reforestation). Tapi reboisasi adalah kegiatan menanami kembali lahan yang kritis dengan spesifik di kawasan hutan. Adapun kegiatan sama jika berada di luar kawasan hutan disebut penghijauan atau aforestasi.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35/2022 tentang dana reboisasi, empat istilah kehutanan tersebut dijelaskan dengan ringkas dan spesifik:
- rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam sistem penyangga kehidupan tetap terjaga,
- reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak, berupa lahan kosong, alang-alang atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan, sedangkan
- penghijauan adalah upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan secara vegetatif dan sipil teknis untuk mengembalikan fungsi lahan.
Jika ditilik lebih jauh, rehabilitasi hutan dan rehabilitasi lahan sebenarnya berbeda jika melihat ukuran keberhasilannya. Karena luasnya kompak dan satu hamparan, keberhasilan rehabilitasi hutan diukur dari jumlah tanaman yang hidup dan tumbuh serta luas tanaman yang berhasil menjadi pohon dewasa minimal umur 15 tahun.
Sementara rehabilitasi lahan biasanya mencakup area yang lebih kecil, terpisah, terpencar, tidak kompak, sehingga ukuran keberhasilannya adalah tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam menanam tanaman hutan. Makin banyak orang terlibat menanam pohon, makin tinggi pula tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap rehabilitasi lahan.
Dalam refleksi akhir tahun 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan mengatakan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2023 dan seterusnya akan memakai pola swakelola dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Tak hanya sebagai pelaku, mereka juga menjadi perawat tanaman sampai menjadi dewasa.
Secara sepintas maksud dan tujuan rehabilitasi hutan dan lahan memakai pola swakelola dengan memberdayakan masyarakat sekitar hutan sebagai kegiatan yang baik, tapi kita mesti melihatnya ke dalam regulasi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26/2020 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan, peran serta masyarakat disebutkan dalam satu bab, namun tidak disebutkan mereka mesti menjaga dan merawat tanaman sampai usia dewasa.
Pasal 49 ayat (2) menyebut bahwa peran serta masyarakat bertujuan untuk a) mewujudkan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan yang transparan, efektif, akuntabel, dan berkualitas; dan b) meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
PP itu mengatur soal peran serta masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan dilakukan melalui konsultasi publik dalam penyusunan peraturan dan kebijakan terkait rehabilitasi dan reklamasi hutan; penyampaian aspirasi; sosialisasi; dan/atau seminar, lokakarya, dan atau diskusi.
Peran serta masyarakat juga bisa berupa keikutsertaan dalam penyusunan perencanaan; pelaksanaan; pengawasan; dan/atau pendanaan. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dilakukan dalam penyediaan bibit, penanaman, dan atau pemeliharaan. Dalam melaksanakan peran serta, masyarakat dapat menyampaikan secara langsung dan/atau tertulis kepada Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian, gubernur, atau bupati/wali kota.
Sementara Pasal 10 dan 11 mengatur pelaku rehabilitasi hutan adalah:
- menteri untuk kawasan hutan yang meliputi hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi yang tidak dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan;
- gubernur atau bupati/wali kota untuk taman hutan raya sesuai dengan kewenangannya;
- pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan untuk rehabilitasi pada kawasan hutan yang dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan; dan
- pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang Keputusan Menteri tentang pelepasan kawasan hutan akibat tukar menukar kawasan hutan yang dibebani kewajiban untuk melakukan rehabilitasi.
Kedua pasal ini memberikan pesan bahwa keberhasilan rehabilitasi hutan menjadi tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah untuk kawasan hutan kritis yang tidak dibebani hak atau izin pemanfaatan maupun penggunaan hutan. Sedangkan untuk kawasan hutan kritis yang memiliki izin pemanfaatan atau penggunaan, keberhasilannya menjadi tanggung jawab perusahaan swasta atau BUMN pemegang izin tersebut.
Bagaimana untuk lahan hak milik? PP itu mengatur bahwa rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh a) pemerintah daerah provinsi pada lahan yang tidak dibebani hak; dan b) pemegang hak pada lahan yang dibebani hak. Karena berada di luar kawasan hutan, pemegang hak pada lahan yang dibebani hak pada umumnya adalah lahan hak milik.
Rehabilitasi lahan pada lahan hak milik tergantung pada kesadaran dan partisipasi serta peran serta masyarakat sepenuhnya dari pemilik lahan hak milik. Sedangkan kawasan lahan kritis di luar kawasan hutan yang tidak dibebani hak dalam PP 26/2022 ini tidak ada penjelasan lebih lanjut.
Dengan mengacu pada penjelasan-penjelasan itu, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dalam rehabilitasi hutan dan lahan terbatas di lahan hak milik atau reboisasi, sementara rehabilitasi lahan di luar hak milik atau di kawasan hutan berada di tangan pemerintah dan industri.
Ikuti percakapan tentang rehabilitasi lahan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :