Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 01 Februari 2023

Aturan Bebas Deforestasi Uni Eropa Berlaku Mei 2023

EUDDR Uni Eropa segera berlaku. Bisakah mencegah deforestasi?

Seorang penduduk menonton aktivitas bongkar muat kayu HPH Papua (Foto: Istimewa)

PARLEMEN Eropa dan Dewan Uni Eropa telah sepakat menerbitkan aturan baru bebas deforestasi dan degradasi hutan bagi komoditas yang masuk ke 27 negara anggotanya. Kesepakatan aturan yang disebut European Union Due Diligence Regulation (EUDDR) terjadi pada Desember 2022.

Ada tujuh komoditas yang terlarang masuk Eropa jika terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan atau lahan. Cakupan komoditas EUDDR adalah kedelai, minyak kelapa sawit, kayu, daging sapi, kakao, karet, dan kopi serta produk-produk turunannya, seperti kulit, cokelat, mebel. EUDDR tidak menutup cakupan diperluas ke komoditas lain.

Konstruksi Kayu

Dalam sebuah diskusi di kantor Uni Eropa di Jakarta, Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket mengatakan bahwa EUDDR tidak menerapkan hukuman bagi deforestasi di masa lalu. Artinya, aturan ini berlaku ke depan. Secara tentatif aturan tersebut mulai berlaku pada Mei-Juni 2023. 

Meski mulai berlaku, penerapan kewajiban bagi operator yang mengimpor tujuh komoditas dan produk turunannya ke Uni Eropa baru mulai Desember 2024. Khusus untuk usaha kecil dan menengah, Eropa akan menerapkannya pada Juni 2025.

Vincent Piket mengatakan bahwa latar belakang aturan ini dibuat dan disepakati secara politik karena keinginan negara-negara Eropa berkontribusi pada mitigasi krisis iklim. Ia mengutip data Badan Pangan Dunia (FAO) yang menyebut pada 1990-2020 420 juta hektare hutan hilang.

Luas kehilangan hutan tersebut lebih luas dibanding luas seluruh negara di Eropa. Deforestasi, kata Piket, menjadi pendorong perubahan iklim. IPCC, panel ilmuwan PBB, menyebut bahwa 11% emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global berasal dari kehilangan (deforestasi) dan kerusakan (degradasi) hutan. “Sebanyak 90% deforestasi dipicu oleh perluasan lahan pertanian,” katanya.

Uni Eropa adalah konsumen komoditas pertanian yang berhubungan dengan deforestasi dan degradasi hutan. Setiap tahun, negara-negara Uni Eropa mengimpor komoditas pertanian yang termasuk dalam tujuh komoditas dalam EUDDR senilai 85 miliar Euro.

Jika diterapkan Uni Eropa diperkirakan menyetop produksi gas rumah kaca setara 32 juta ton per tahun. “Peraturan ini akan meningkatkan permintaan Uni Eropa untuk perdagangan legal serta produk dan komoditas bebas deforestasi,” kata Piket.

Untuk tujuh komoditas dalam EUDDR, Uni Eropa mengimpor 6,4 juta ton minyak sawit setiap tahun atau 83,3% dari kebutuhan mereka. Kayu sebanyak 8,4%, karet 6,5%, kopi 1,3%, kedelai 0,1%, dan daging sapi 0,1%.

Bagi pengimpor tujuh komoditas EUDDR dan produk turunannya, berdasarkan aturan ini wajib memenuhi uji tuntas (due diligence). Caranya dengan mendeklarasikan produk impor tersebut tak terkait dengan penggundulan dan kerusakan hutan.

Merespons aturan baru tersebut, pemerintah Indonesia meluaskan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Pertama-tama dengan mengubah namanya menjadi Sistem Verifikasi Legalitas Kelestarian. Produk yang wajib bebas deforestasi tak hanya kayu, tapi meluas ke komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) (penjelasan ruang lingkup perubahan SVLK di tautan ini).

Dalam aturan baru SVLK, lembaga penilai dan verifikasi independen (LPVI) bisa mengaudit proses sertifikasi di sebuah industri. Selama ini, lubang besar SVLK adalah terbukanya konflik kepentingan antara lembaga sertifikasi dengan industri.

Industri yang menginginkan sertifikat hijau untuk komoditas yang dihasilkannya, mengundang lembaga audit untuk memeriksa asal-usul produk. Namun, kerja lembaga sertifikasi yang dibayar oleh industri membuat mereka menjadi lembaga stempel belaka produk hijau belaka.

Akibatnya, sertifikat menjadi semacam greenwashing. Pelanggaran-pelanggaran kelestarian dan legalitas menjadi legal hingga produknya mencapai pembeli. Menanggapi soal itu, Vincent Piket membangun kerja sama pengawasan independen untuk mencegah konflik kepentingan lembaga sertifikasi.

Termasuk juga pengawasan Indonesia Sustainable on Palm Oil (ISPO). Jika SVLK sistem legalitas kayu dan hasil hutan bukan kayu, ISPO secara spesifik menjadi sistem kelestarian kelapa sawit. Dari 16 juta hektare perkebunan kelapa sawit, baru 7 juta hektare yang sudah masuk ISPO.

Menurut Piket, SVLK memberikan keuntungan bagi Indonesia karena sistem tersebut relatif sesuai dengan UU Bebas Deforestasi atau EUDDR. “Daya saing perusahaan akan meningkat di pasar global seiring peningkatan permintaan terhadap produk ramah lingkungan,” katanya.

Ikuti percakapan tentang deforestasi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain