Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 05 Februari 2023

Penyebab Banjir Bandang Manado

Banjir Manado seolah jadi siklus dalam sepuluh tahun terakhir. Perlu pemulihan DAS Tondano.

Banjir Manado (Foto: BPBD Kota Manado)

KOTA Manado di Sulawesi Utara dilanda banjir bandang pada 26 Januari 2023. Sebagai mantan penduduk kota ini selama satu dekade (1983-1993), banjir Manado adalah fenomena baru satu dekade terakhir.

Dulu Manado juga sering diguyur hujan lebat. Berjam-jam, terutama di musim hujan. Tapi dulu tak sampai banjir bandang. Mengapa banjir bandang terjadi Manado?

Banjir Manado pertama terjadi pada 15 Januari 2014. Waktu itu hujan deras mengguyur hampir seluruh wilayah di Sulawesi Utara sejak pagi. Hujan dibarengi dengan embusan angin kencang. Curah hujan yang tinggi pun akhirnya tak mampu ditampung lagi. Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, Sawangan, dan Sario meluap.

Tanpa ada peringatan, air bah yang datang langsung menghantam rumah penduduk. Bercampur lumpur, air itu datang bersama dengan kayu dan batu berukuran besar. Penduduk berlari menyelamatkan diri tanpa sempat membawa barang berharga. Tinggi air banjir di bantaran sungai bahkan mencapai enam meter. 

Dalam hitungan jam, banjir sudah menggenangi enam kabupaten dan kota secara bersamaan. Ada 11 kecamatan yang terkena dampak akibat banjir itu. Seperti di Kecamatan Tikala, Wenang, Singkil, Wanea, Tuminting, Paal Dua, Paal Empat, dan Bunaken.

Daerah yang mengalami kerusakan paling parah adalah Kelurahan Kanaan, Kecamatan Wanea, Manado. Sampah, kayu, dan lumpur menumpuk di jalan-jalan serta permukiman. Di wilayah ini, setidaknya ada 20 orang hanyut diterjang arus banjir bandang dari aliran Sungai Tondano. Sementara itu, 50 rumah lainnya rusak parah dan rata dengan tanah.

Dari musibah itu, total 18 orang meninggal dunia, 40 ribu orang mengungsi dan 1.000-an rumah rusak, belum terhitung infrastruktur lain. Korban meninggal tersebar di sejumlah wilayah. Di Manado enam orang, Tomohon lima, Minahasa enam dan Minahasa Utara satu orang.

Banjir berikutnya terjadi pada 22 Januari 2021. Sebanyak delapan kecamatan di Kota Manado terdampak banjir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Manado mencatat hujan dengan intensitas tinggi memicu debit air di daerah aliran sungai (DAS) Sawangan dan Tondano meluap. 

Berdasarkan data BPBD setempat pada pukul 21.00 WIB, delapan kecamatan di Kota Manado terdampak banjir. Kedelapan kecamatan terdampak yaitu Kecamatan Malalayang, Wanea, Sario, Paal Dua, Tikala, Wenang, Tuminting dan Singkil. Banjir mengakibatkan tiga warga meninggal dunia dan satu lainnya hilang.

Banjir 26 Januari 2023 adalah yang ketiga dalam satu dekade terakhir. Badan SAR Nasional (Basarnas) Manado menyebut ada sejumlah longsor yang terjadi di sejumlah area. Satu di antaranya di Kecamatan Singkil, Kota Manado. Ketinggian banjir Manado mencapai 50-100 sentimeter. 

Titik banjir seperti di beberapa kelurahan di Kecamatan Singkil, wilayah Tuminting dan Bunakan. Sedangkan banjir sudah terjadi di Paal Dua, Mapanget, Tikala, Wanea dan Wenang. Ketinggian banjir mencapai lebih dari satu meter terutama wilayah yang agak rendah.

Betapa serius dan akut tata kelola bentang alam (lanskap) di daerah tangkapan air (catchment area) DAS Tondano sebagai daerah hulu (upper area) maupun Kota Manado sebagai daerah hilir (lower area) yang menjadi muara (outlet) DAS Tondano.

Akibat laju pertumbuhan penduduk Kota Manado, DAS Tondano terkonversi dari hulu hingga ke hilir. Hutan berubah menjadi permukiman, industri, lahan pertanian, pusat perdagangan, jalan. Sungai Tondano sebagai nadi utama dan satu-satunya sungai yang membelah Kota Manado sudah lama mendangkal dan menyempit sampai muara pantai Manado. 

Danau Tondano telah terdegradasi baik dari segi luas maupun kedalamannya. Pada 1940, kedalaman danau 43 meter, kini tinggal 14 meter.  Luasnya pun menyusut. Pada 1992, luasnya sekitar 4.800 hektare. Dalam kurun 28 tahun menyusut menjadi 4.278 hektare.

Pendangkalan danau tidak hanya disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan eceng gondok, juga diperparah oleh laju sedimentasi 47 sentimeter per tahun. Danau Tondano telah mengalami degradasi baik dari segi luas maupun kedalamannya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memasukkan Danau Tondano dan Limboto sebagai 10 danau prioritas nasional untuk direvitalisasi sejak 2016 hingga 2020. Revitalisasi danau bertujuan mengembalikan fungsi alami danau sebagai tampungan air melalui pengerukan, pembersihan gulma air, pembuatan tanggul, termasuk penataan di kawasan daerah aliran sungai. Kedalaman danau dari semula 4,3 meter menjadi 14 meter.

Cara Mencegah Banjir Manado

Selain pengerukan, juga perlu rehabilitasi lahan, yaitu penanaman vegetasi kayu-kayuan yang terbukti efektif menahan laju sedimentasi. Penutupan hutan di hulu DAS Tondano yang tinggal 8,75% perlu ditingkatkan dengan penanaman vegetasi kayu yang cepat tumbuh dan berdaun lebar (fast growing species) atau jenis kayu MPTS (multi purpose trees species) yang bermanfaat ganda.

Agroklimat yang mendukung, dengan tingkat kesuburan tanah yang cukup baik serta tipe iklim A dan B menurut Schmidt- Ferguson, mempermudah proses kegiatan rehabilitasi ini. Sementara di daerah hilir, khususnya di Kota Manado, perubahan bentang alam terjadi secara cepat dan masif.

Pantai Manado yang dulu berfungsi sebagai lantai air yang efektif di saat limpasan air hujan sangat tinggi di musim hujan, kini menjadi pusat perdagangan Manado Town Squere yang mereklamasi sebagian besar lantai air di pantai Manado. Reklamasi pantai Manado sedikit banyak mempengaruhi luas daerah resapan air di bibir pantai.

Demikian juga dengan pembangunan jalan tol Manado- Bitung yang membelah Kabupaten Minahasa Utara. Sebagian daerah Minahasa Utara adalah daerah resapan air bagi Kota Manado dan sekitarnya. Pembangunan jalan tol dengan membuka kawasan tutupan hutan akan mempengaruhi neraca air. Belum lagi pembangunan bangunan perumahan/permukiman oleh pengembang dan masyarakat secara pribadi yang terjadi dilereng/punggung bukit yang terus terjadi di Kota Manado.

Untuk mengatasi bencana banjir bandang dan tanah longsor dalam jangka panjang, tidak ada cara lain selain kegiatan pencegahan dan pemulihan. Pencegahan artinya mempertahankan kawasan bervegetasi kayu dan tutupan hutan. Sedangkan pemulihan berupa revegetasi dengan jenis kayu-kayuan yang cepat tumbuh (fast growing spesies), perakaran dalam dan berdaun lebar.

Khusus untuk Kota Manado, penting mengkaji ulang rencana tata ruang untuk memprioritaskan perlindungan bagi  daerah-daerah resapan air seperti kiri kanan sungai, lereng-lereng/punggung bukit, lantai air di bibir pantai agar tidak dialih fungsikan untuk penggunaan lain. Dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat, sudah waktu pemerintah Kota Manado memikirkan bangunan vertikal (apartemen/rumah susun) untuk permukiman.

Banjir Manado adalah pelajaran berharga kita kembali menengok daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Ikuti percakapan tentang rehabilitasi hutan di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain