Kabar Baru| 02 Februari 2023
Eropa Segera Berlakukan Pungutan Karbon Barang Impor
SELAIN menerapkan Undang-Undang Bebas Deforestasi atau EUDDR bagi komoditas yang berhubungan dengan hutan dan lahan, parlemen Uni Eropa juga meloloskan aturan baru tentang pungutan karbon untuk barang impor pada Desember 2022. Namanya Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon atau Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Apa itu CBAM? Dalam sebuah diskusi sosialisasi kebijakan iklim Eropa di Jakarta, Konselor Pertama Uni Eropa Henriette Faergemann menjelaskan ada enam komoditas yang akan terkena pungutan karbon jika diimpor ke 27 negara Eropa, yaitu semen, baja dan besi, aluminium, pupuk, listrik, dan hidrogen.
Negara-negara yang mengimpor enam produk tersebut ke Eropa harus membeli sertifikat CBAM, semacam sertifikat karbon, untuk setiap karbon yang terkandung dalam produk ditambah dengan karbon yang dilepaskan saat proses produksi. Satuannya Euro per ton karbon dioksida.
Apa tujuan CBAM? Menurut Henriette, CBAM adalah bagian dari Kesepakatan Baru Eropa dalam mitigasi iklim untuk mencegah kebocoran karbon. Dengan kebijakan iklim yang semakin dari Uni Eropa, produsen barang bisa saja memindahkan produksi komoditas mereka ke negara lain yang kurang ambisius dalam menekan produksi gas rumah kaca.
Aturan CBAM akan mencegat pengabaian produksi gas rumah kaca di negara lain yang kurang ambisius jika barang mereka masuk ke Eropa. Misalnya, jika perusahaan Eropa berniat menghindari pajak karbon atau pungutan karbon di negara mereka, perusahaan tersebut bisa saja pindah ke Indonesia yang belum menerapkan kebijakan ketat dalam memberikan disinsentif pada produksi gas rumah kaca.
Ketika barang tersebut diekspor ke negara Eropa, perusahaan tersebut wajib mengikuti regulasi CBAM dengan membayar produksi gas rumah kaca dalam memproduksi komoditas tersebut. Indonesia berencana menerapkan pajak dan pungutan karbon dalam skema perdagangan karbon untuk semua barang pada 2025.
Walhasil, ketika barang yang diproduksi perusahaan Eropa tersebut masuk ke negara Eropa, mereka tinggal membayar selisih harga karbon Indonesia dan Eropa. Karena itu basis pungutan karbon CBAM mengacu pada harga karbon Eropa setiap pekan.
Gas rumah kaca yang dihitung dalam pungutan karbon CBAM mencakup emisi langsung atau emisi yang terkandung dalam barang tersebut selama proses produksi dan emisi tidak langsung dari pemakaian listrik selama proses produksi.
Karena itu CBAM menjadi satu skema sistem perdagangan emisi (ETS) yang sudah berlaku sebelumnya. Hanya saja CBAM punya tujuan spesifik mencegah kebocoran emisi akibat produksi barang di luar Eropa yang tak terjaring kebijakan mitigasi iklim di negara produsen.
Henriette menjamin aturan pungutan karbon CBAM tak akan memakai pungutan ganda. Jika negara asal barang sudah menerapkan pajak atau pungutan karbon, produsen atau importir tinggal membayar selisih harga karbonnya. Sebaliknya, jika harga karbon di negara asal melebihi harga karbon di Eropa, barang mereka tak lagi dikenakan pungutan karbon sesuai regulasi CBAM.
Pada dasarnya pungutan karbon dalam CBAM sebagai disinsentif yang berlaku dalam prinsip “produsen emisi membayar lebih” atau “polluter pays principle”. Dengan disinsentif ini, para produsen diharapkan mengubah teknologi lebih ramah lingkungan sehingga tak perlu membayar lebih untuk emisi yang mereka hasilkan.
Ada dua fase penerapan aturan pungutan karbon. Menurut Henriette, dalam dua tahun ke depan (2023-2025) merupakan tahap sosialisasi. Industri diminta untuk mengawasi dan mencatat produksi emisi tiap barang yang mereka buat yang dijual ke negara-negara Eropa.
Pada 2026, para importir sudah wajib mendeklarasikan jumlah emisi yang terkandung atau dihasilkan selama memproduksi barang impor tersebut. Industri wajib menyerahkan jumlah emisi yang mereka produksi setiap 31 Mei sehingga pembayaran pungutan karbon yang menjadi beban produksi perusahaan bisa diprediksi setiap tahun.
Menurut Henriette, aturan pungutan karbon CBAM ini merupakan cara Uni Eropa mencapai target pengurangan emisi 55% pada 2030 yang mengacu pada jumlah emisi 1990. “Kesepakatan Hijau tidak hanya tentang Uni Eropa,” kata Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket. “Juga mandat untuk terlibat dengan mitra kami dalam transisi hijau yang adil.”
Ikuti percakapan tentang pungutan karbon di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :