GRETA Thunberg menerbitkan buku kedua, The Climate Book. Buku pertamanya, No One Is Too Small to Make a Difference, berisi kumpulan pidatonya di banyak forum bergengsi internasional. The Climate Book berisi kumpulan esai penulis terkenal dan ahli yang membahas soal bagaimana cara mencegah krisis iklim.
Greta mempromosikan The Climate Book di media sosial pada 15 Februari 2023. Begitu ia mengumumkan bukunya telah terbit, para pengikutnya segera menyerangnya. Seorang follower, misalnya, mempertanyakan berapa pohon yang dibutuhkan untuk membuat 464 halaman buku seberat 0,68 kilogram itu.
Pertanyaan sederhana itu cukup rumit menjawabnya. Berapa pohon yang dibutuhkan untuk membuat sebuah buku? Soalnya, ada banyak variasi pohon yang ditebang ketika diolah menjadi pulp dan kertas? Juga, karena kini tak semua kertas berasal dari pohon. Ada juga dari bahan daur ulang.
I’m so pleased to share that The Climate Book is now available in the USA and Canada! I have gathered the wisdom of over one hundred contributors to highlight the many different crises we face and equip us with the knowledge we need to avoid a climate disaster. 1/2 pic.twitter.com/z2AD32Oac1
— Greta Thunberg (@GretaThunberg) February 14, 2023
Selembar kertas bisa didaur ulang 5-6 kali sampai ia habis. Menurut Buku Analisis Kinerja Industri Pulp dan Kertas 2020 yang diterbitkan Kementerian Perindustrian, industri kertas Indonesia membutuhkan 6-7 ton kertas bekas setahun. Separuhnya disuplai oleh kertas bekas dari dalam negeri.
Tahun 2020, konsumsi kertas per kapita penduduk Indonesia 32,6 kilogram per tahun. Ini konsumsi kertas yang masih sangat rendah dibanding konsumsi kertas penduduk negara lain. Orang Amerika Serikat mengkonsumsi kertas 325 kilogram setahun, Belgia 295 kilogram, Denmark 270 kilogram, Kanada 250 kilogram, dan Jepang 242 kilogram.
Artinya, setiap tahun penduduk Indonesia mengkonsumsi 8,8 miliar ton kertas. Berapa dari pohon? Jika kita kesampingkan pasokan kertas bekas, atau semua kertas dipasok oleh virgin pulp—istilah untuk bahan baku kertas dari pohon—maka kertas sebanyak itu bersal dari 74,8 miliar pohon.
Sebab, menurut perhitungan The Guardian, 1 ton kertas berasal dari 8,5 pohon setinggi 10 meter dan diameter batang utama 30 sentimeter. Tak hanya untuk buku, industri kertas memasok kebutuhan kertas untuk pelbagai keperluan: kertas buku, kertas majalah atau koran, tisu, kertas karton, kertas kemasan.
Menurut catatan Perpustakaan Nasional, jumlah ISBN pada 2022 sebanyak 107.856 dengan 98.670 judul buku. Jika rata-rata satu buku beratnya 1 kilogram, jumlah pohon yang dibutuhkan sebanyak 7.894 batang. Artinya, deforestasi akibat produksi buku di Indonesia setahun seluas 5,9 hektare, jika jumlah pohon dalam hutan tanaman industri (HTI) 1.333 per hektare dengan jarak tanam 3 x 2,5 meter.
Secara global, menurut Google, ada 156.264.880 juta judul buku yang terbit pada 2022. Dengan begitu, deforestasi akibat penerbitan buku seluas 117.227,9 hektare atau sekitar 12 kali lapangan sepak bola.
Bahan baku kertas adalah virgin pulp. Virgin pulp berasal dari serat pohon. Serat pohon terdiri dari dua jenis: serat pendek dan serat panjang. Serat kayu pendek berasal dari jenis pohon berdaun lebar seperti Akasia mangium, eukaliptus, albazia. Serat pendek membuat formasi kertas menjadi kuat.
Sementara serat panjang biasanya dimiliki pohon berdaun jarum (needle leaf) seperti cemara, agathis, pinus. Dalam formasi kertas, serat panjang mengingkat serat pendek sehingga kertas menjadi solid.
Dengan begitu, apakah membuat buku tidak ramah lingkungan seperti komentar-komentar para pengikut Greta Thunberg? Pertanyaan ini mengandung dua soal: menganggap bahan baku buku berasal dari hutan alam dan bahan baku buku melulu dari pohon. Jika memang begitu, menerbitkan buku menjadi tidak ramah lingkungan dan menjadi penyumbang krisis iklim.
Krisis iklim adalah siklus kompleks perubahan alam akibat aktivitas mahluk hidup. Aktivitas mahluk menghasilkan gas rumah kaca yang membuat kemampuan atmosfer menyerap emisi karbon menjadi tumpul. Akibatnya, efek gas rumah kaca membuat suhu bumi pelan-pelan menjadi naik.
Kemampuan atmosfer menyerap emisi terjadi akibat emisi karbon berubah menjadi gas rumah kaca akibat penyerap alamiahnya, yakni hutan, berkurang. Deforestasi dan degradasi lahan membuat produksi gas rumah kaca kian naik. Sehingga membuat buku memicu krisis iklim.
Agar menyebarkan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari peradaban tidak merusak lingkungan, bahan baku buku mesti lestari. Salah satunya melalui hutan tanaman. Sehingga bahan baku kertas tidak diambil dari pohon hutan alam yang menyerap banyak emisi karbon.
Hutan tanaman industri juga awalnya hutan alam. Namun, idealnya, konsesi hutan tanaman diambil dari hutan alam yang sudah tidak produktif. Menurut surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 200/Kpts-II/1994, kriteria hutan alam tidak produktif jika pohon inti berdiameter lebih besar 20 sentimeter kurang dari 25 batang per hektare; pohon induk kurang dari 10 batang per hektare, dan permudaan alamnya kurang (semai kurang dari 1.000 batang/hektare dan atau pancang kurang dari 240 batang/hektare dan atau tiang kurang dari 75 batang/hektare).
Pohon hutan tanaman juga memiliki siklus. Saat masak tebang, pohon harus dimanfaatkan agar tidak membusuk. Setelah ditebang lahannya bisa ditanami kembali. Selain memakai virgin pulp, membuat buku juga bisa memakai kertas daur ulang sehingga tak membutuhkan pohon. Atau mengganti bahan baku kertas dari bahan-bahan nabati.
Teknologi bisa menjawabnya, seperti pembuatan kulit untuk dompet atau tas yang tidak perlu lagi memotong hewan ternak. Dengan proses seperti ini, membuat buku seperti yang dilakukan Greta Thunberg, tak menyumbang pemanasan global dan memicu krisis iklim.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :