INDONESIA pernah mengalami era bonanza kayu pada 1970-1990-an. Pendapatan negara dari kayu maupun pengolahan kayu menjadi andalan setelah minyak bumi dan gas. Setelah era bonanza kayu surut, bagaimana kini industri kayu bertahan?
Industri pengolahan hasil hutan kayu (IPHHK) adalah kegiatan pengolahan kayu bulat, kayu bahan baku serpih, dan atau biomassa kayu menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. Ragam produk pengolahan kayu ada empat, yaitu penggergajian kayu, panel kayu, serpih kayu, dan biomassa.
Pelaku usaha yang menjalankan industri hasil hutan harus memiliki Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan (PBPHH). PBPHH adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pemegang izin pengolahan hasil hutan.
Saat ini ada 545 unit PBPHH dengan masing-masing usaha memiliki kapasitas produksi 6.000 meter kubik per tahun atau lebih. Sehingga total kapasitas produksi seluruh usaha tersebut sebesar 91.243.377 meter kubik per tahun. Pada 2022, realisasi produksi semua industri tersebut sebesar 42,19 juta meter kubik per tahun atau 48,07% dari kapasitasnya.
Ada tiga ragam produk utama industri pengolahan hasil hutan, yaitu serpih kayu dengan kapasitas izin produksi tertinggi 54.373.301 meter per hektare sebanyak 35 unit usaha. Industri dengan ragam produk kayu lapis dengan kapasitas izin sebesar 14.387.217 meter kubik per tahun dan produk gergajian dengan kapasitas izin 9.981.839 meter kubik per tahun. Produk dominan dari seluruh industri terlihat belum memakai teknologi tinggi.
Mengapa realisasi industri kayu rendah? Setidaknya ada tiga faktor penyebab PBPHH tak mencapai kapasitas maksimal produksi mereka sesuai izin yang diberikan pemerintah: ketersediaan bahan baku, kemampuan industri pengolahan hasil hutan, dan ketersediaan pasar.
Bahan baku
Permasalahan bahan baku terjadi karena belum adanya pemetaan terkait jenis dan potensi riil kayu dan sebarannya. Meski kayu hutan alam berkurang, tingkat keberhasilan program rehabilitasi lahan di pulau Jawa mendorong naiknya ketersediaan bahan baku kayu tanaman dari hutan rakyat.
Pergeseran ketersediaan bahan baku ini semestinya mendorong pertumbuhan industri pengolahan hasil hutan kayu di Jawa. Jika ada pemetaan secara riil potensi kayu dari hutan rakyat ini, problem ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan menjadi terdeteksi. Selain akan mendorong ekonomi di tingkat masyarakat, industri kayu juga akan bergairah kembali.
Seiring dengan gairah baru industri kayu, perlu ada antisipasi ketersediaan bahan baku dalam jangka panjang mengingat pasokan kayu dari hutan rakyat akan fluktuatif. Karena itu perlu diimbangi oleh teknologi tepat guna yang ramah lingkungan. Juga diversifikasi bahan baku dengan substitusi jenis kayu yang kaya di hutan-hutan Indonesia.
Pemetaan potensi kayu dari hutan rakyat memerlukan koordinasi antar instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemetaan juga seiring pembinaan kepada masyarakat dalam menanam jenis dan cara pemanenan yang sesuai dengan kebutuhan industri kayu sehingga industri mendapatkan pasokan kayu yang stabil dan berkelanjutan.
Efisiensi industri kayu
Efisiensi industri pengolahan kayu tidak terlepas dari kegiatan restrukturisasi. Saat ini, industri pengolahan hasil hutan didominasi oleh industri dengan kondisi mesin yang uzur. Kondisi ini mengakibatkan turunnya performa produksi pemakaian bahan baku dan kurang inovatif menghasilkan ragam program kayu.
Bahan baku kayu yang semula didominasi kayu hutan alam dengan diameter besar menjadi kayu hutan tanaman dengan diameter yang lebih kecil menuntut penyesuaian mesin produksi. Perlu ada teknologi yang mampu mengolah kayu kualitas rendah menjadi produk bernilai tinggi dan variatif. Teknologi tepat guna akan meningkatkan efisiensi industri.
Ketersediaan pasar
Pasar produk olahan hasil hutan berada dalam pasar tertutup. Saat ini ada ketidakjelasan pasar kayu bulat maupun kayu olahan hasil hutan. Belum ada sarana yang mudah diakses para pelaku usaha yang bergerak di bidang industri kayu mendapatkan informasi pasar, baik pasar bahan baku maupun pasar produk kayu olahan. Perlu ada skema dan mekanisme untuk mendorong pasar kayu yang terbuka dan transparan sehingga terjadi mekanisme pasar yang adil dalam industri pengolahan hasil hutan kayu.
Artikel lain:
- Demi Keadilan Harga Kayu
- SVLK: Tulang Punggung Perdagangan Kayu
- Teknologi Menguatkan Kayu
- Gedung Kayu Lebih Ramah Lingkungan
Secara umum, pasar produk kayu olahan hasil hutan terbagi dua, yaitu pasar ekspor dan pasar domestik. Negara-negara di Asia saat ini menjadi pasar ekspor terbesar kayu olahan Indonesia untuk ragam produk kayu olahan, terutama wood chip, veneer, panel kayu, pulp dan kertas.
Realisasi ekspor produk hasil hutan 2018-2021 menunjukkan peningkatan, meski pada 2019 turun lalu meningkat lagi di tahun 2020 dan 2021. Sementara itu, di tahun 2022 realisasi ekspornya turun kembali dengan total ekspor sebesar 15,79 juta ton. Ekspor terbesar produk pengolahan hasil hutan paling tinggi adalah pulp, kertas, panel dan serpih kayu.
Turunnya volume ekspor pada 2022 ini juga sejalan dengan turunnya realisasi produksi hasil hutan. Kenaikan nilai ekspor produk olahan hasil hutan terjadi karena harga naik secara signifikan. Namun, secara kuantitas, cenderung turun.
Pasar domestik belum terpetakan dengan jelas, terutama tentang tren produk dominan maupun kisaran harga yang sesuai untuk konsumsi dalam negeri. Persaingan produk olahan kayu di pasar domestik saat ini karena banyaknya produk substitusi produk kayu olahan dengan harga yang lebih terjangkau. Misalnya baja ringan untuk konstruksi bangunan maupun furnitur berbahan baku plastik.
Pasar domestik kita rentan terhadap harga jual. Kurangnya promosi produk olahan hasil hutan menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pemasaran produk kayu olahan.
Ketiga faktor tersebut perlu juga dibarengi dengan sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir. Kebijakan di hulu mengatur ketersediaan kayu bulat dari hutan alam, hutan tanaman, maupun kayu rakyat. Sementara kebijakan hilir mengatur pengolahan kayu bulat menjadi kayu olahan dengan meningkatkan nilai tambah dan pengaturan pasar produk kayu olahan dalam negeri dan luar negeri.
Dengan analisis tiga faktor tersebut, industri hasil hutan kayu akan bergairah kembali. Sebagai negara tropis Indonesia akan kembali menikmati bonanza komoditas kayu. Tentu dengan lebih lestari pengelolaannya dan berkelanjutan ekosistem industrinya.
Ikuti percakapan tentang industri kayu di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pengendali ekosistem hutan ahli muda Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :