Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 02 Maret 2023

Kerusakan Lingkungan Akibat Perang Rusia-Ukraina

Perang Ukraina-Rusia tidak hanya menelan korban jiwa, juga kerusakan lingkungan.

Perang Rusia-Ukraina menimbulkan kerusakan lingkungan (Foto: Yale Environment 360)

INVASI Rusia mengubah kebiasaan orang Ukraina. Biasanya, penduduk Desa Oskil menghabiskan akhir pekan dengan mengunjungi Sungai Oskil yang membentang ratusan kilometer di timur Ukraina. Di sungai itu mereka berenang, menangkap ikan, atau sekadar mendengar kicau burung dan bersantai. 

Sejak Rusia menginvasi negara mereka setahun lalu, kebiasaan itu tumpas. Sungai Oskil yang dulu rimbun kini hancur. Desa-desa tumpas, penduduk mengungsi, pohon-pohon hangus, kicau burung tak terdengar lagi, tergantikan gemuruh tank baja yang bertengger di tepian sungai. 

Berdasarkan citra satelit pada Juni 2022 lalu, ada ratusan kawah selebar 40 meter bekas peluru artileri di wilayah Dovhenke, timur Ukraina. United Nation Environment Programme (UNEP) memperkirakan ada 618 infrastruktur krusial yang rusak akibat perang, jutaan orang Ukraina yang mengungsi, dan puluhan ribu orang merenggang nyawa.

Tidak hanya memakan korban jiwa, perang Rusia-Ukraina juga berdampak buruk terhadap lingkungan. Peluru-peluru artileri, ledakan bom, hingga lalu-lalang tank dari kedua kubu meninggalkan kerusakan lingkungan dan mempengaruhi produktivitas pertanian di Ukraina.

Rudal, ranjau, bahan bakar, atau pelumas yang digunakan dalam dunia militer meninggalkan logam berat dan senyawa beracun yang membuat tanah Ukraina terkontaminasi. Akibatnya, tanaman sulit tumbuh. 

Ukraina merupakan negara penghasil dan eksportir produk sereal dan minyak nabati, seperti jagung, gandum, barley, dan minyak bunga matahari. Akibat perang, Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksi produksi pertanian Ukraina berkurang 20-30%. Ketahanan pangan negara Eropa yang selama ini mengimpor komoditas pertanian Ukraina pun menjadi terancam. 

Tidak hanya itu, lahan yang terkontaminasi juga membuat tanaman yang tumbuh di atasnya menyerap material beracun. Belum lagi polusi udara dan mencemari sumber air. Apalagi serangan masif militer Rusia berlangsung di sekitar area pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia.

Kontaminasi nuklir bisa menyebabkan masalah yang sangat serius untuk kesehatan manusia. Dalam dosis tinggi, kontaminasi nuklir atau senyawa radioaktif bisa menyebabkan kanker dan mutasi genetik yang dapat bertahan hingga generasi-generasi selanjutnya. Jika berkaca pada bencana nuklir Chernobyl, radiasi atau kontaminasi radioaktif dari bencana ini masih eksis walau telah terjadi 37 tahun lalu.

Tumbuhan di area kontaminasi nuklir juga menyerap senyawa radioaktif yang ada di tanah, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi. Kontaminasi nuklir juga membuat satwa yang terpapar akan mengalami masalah kesehatan, seperti perubahan perilaku, masalah pencernaan, hingga disfungsi ginjal.

Serangan Rusia juga berdampak negatif pada satwa. Tidak hanya membuat satwa kehilangan tempat tinggal, beberapa jenis satwa juga punas. Salah satunya yang terjadi di pantai Laut Hitam, di barat daya Ukraina. Sejak perang bergulir, penemuan lumba-lumba yang meninggal dan terdampar semakin sering. Setidaknya, ada lebih dari 2.500 ekor lumba-lumba mati sejak perang Rusia-Ukraina pecah. 

Para ilmuwan menduga kematian massal lumba-lumba disebabkan aktivitas mariner Rusia yang semakin intens. Salah satunya adalah penggunaan sonar oleh angkatan laut. Penggunaan sonar yang intens mengganggu komunikasi lumba-lumba, merusak pendengarannya, dan menyebabkan stres yang berujung kematian.

Kerusakan lingkungan akibat perang Ukraina-Rusia memang belum bisa dipastikan. Yang pasti, berkaca dari perang-perang yang telah terjadi di masa lalu, perang menyebabkan kerusakan lingkungan yang membutuhkan waktu puluhan tahun dan upaya superekstra memulihkannya. Kementerian Lingkungan Hidup Ukraina memperkirakan kerugian lingkungan akibat perang senilai US$ 51,45 miliar atau Rp 771 triliun.

Ikut perkembangan perang Ukraina di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain