Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 01 April 2023

Bambu Krisik yang Bisa Berpindah

Bambu krisik bisa berpindah. Bagus untuk probiotik. 

Bambu krisik di Kebun Raya Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (Foto: Aisyah Handayani)

DI Indonesia saat ini diperkirakan ada lebih dari 1.000 jenis tumbuhan alien yang menyebar di sekitar kita: di pekarangan rumah, pinggir jalan, kebun, bahkan hutan. Spesies alien adalah spesies asing yang datang ke sebuah ekosistem dan bercokol di sana dalam waktu lama, tak terkecuali spesies alien yang masuk ke Kebun Raya Cibodas

Seperti terekam dalam jurnal Brief sketch of the Tjibodas Mountain Garden. Diceritakan di sana, pada 1840-1850 terjadi introduksi besar-besaran sejumlah jenis tumbuhan dari luar Indonesia ke kawasan Kebun Pegunungan Cibodas (cikal bakal Kebun Raya Cibodas).

Konstruksi Kayu

Salah satu jenis tumbuhan alien yang dibawa ke kawasan Kebun Raya Cibodas adalah bambu krisik (Chimonobambusa quadrangularis). Dalam catatan penelitian Damayanto dan Muhaimin, diketahui bambu alien ini didatangkan pada tahun 1920-an. Meskipun dibawa dari Jepang, penyebaran asli bambu ini adalah Cina Tenggara, Taiwan, dan Vietnam. 

Bambu alien ini memiliki ukuran batang kecil dengan diameter maksimal 2,5 sentimeter, namun tingginya mencapai 8 meter. Dengan batang berbentuk quadrangular atau segi empat, bambu alien ini biasa menjadi tanaman hias. Bambu alien ini memiliki kekuatan super berupa rizoma yang mampu bergerilya dalam tanah.

Kemampuan super bambu krisik itu yang membuat bambu alien ini menyebar jauh dari induknya. Tanpa pengelolaan berarti, bambu alien ini pun akan menyebar tanpa terkendali. Yang terjadi saat ini bambu alien “kabur” dari kawasan Kebun Raya Cibodas ke dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Penelitian sejumlah mahasiswa ITB mencatat penyebaran bambu krisik sudah lebih dari 100 meter ke dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dari titik awal penanamannya sebagai border. Temuan saya, kawasan yang sudah didominasi bambu ini tidak dapat ditumbuhi oleh jenis tumbuhan lain.

Rumpun bambu krisik di kawasan ini sangat rapat sekitar 30-40 batang per meter persegi, serta serasah daunnya yang bersifat alelopati tentu menghambat pertumbuhan jenis lainnya. Hal itu menyebabkan bambu alien termasuk ke dalam daftar jenis tumbuhan invasif pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 94/2016 serta merupakan satu dari 75 jenis tumbuhan invasif penting di Indonesia.

Masyarakat sekitar Kebun Raya Cibodas menyebut bambu alien ini dengan nama “kirisi”. Rebungnya bisan dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh masyarakat. Ukuran rebungnya yang hanya berdiameter telunjuk orang dewasa cukup mudah dipanen. Rasanya mirip dengan rebung bambu lain seperti bambu betung (Dendrocalamus asper), hanya saja teksturnya lebih renyah.

Manfaat dari rebung bambu alien ini juga tidak perlu diragukan. Selain memiliki kandungan protein dan serat yang tinggi, rebungnya juga memiliki kandungan vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi tubuh.

Masyarakat di sekitar Kebun Raya Cibodas panen rebung bambu krisik. Bisa mengendalikan populasi tanaman invasif ini (Foto: Aisyah Handayani)

Penelitian terbaru di jurnal Food Hydrocolloids dan Journal of Food Biochemistry mengungkap keberadaan polisakarida yang berasal dari rebung bambu krisisk dan berpotensi sebagai sumber probiotik. Potensi ini menjadi angin segar bagi kegiatan pemanfaatan bambu alien ini. Seperti sudah kita ketahui, probiotik bermanfaat untuk memelihara kesehatan pencernaan.

Dengan begitu, pengetahuan dan praktik pemanfaatan bambu krisik yang berawal dari kearifan lokal masyarakat sekitar Kebun Raya Cibodas dapat dikembangkan melalui sejumlah kajian ilmiah agar bisa meningkatkan nilai manfaatnya bagi kehidupan manusia.

Meskipun secara ekologi bambu alien dinyatakan sebagai jenis tumbuhan invasif, pemanfaatan rebung oleh masyarakat sebetulnya menjadi salah satu opsi pengendalian. Pemanenan rebung bisa mengurangi anakan bambu alien ini.

Ke depan, perlu adanya desain pemanenan rebung bambu krisik agar bisa mengontrol populasi di Kebun Raya Cibodas, sehingga penyebarannya di dalam kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkendali.

Ikuti percakapan tentang peran tanaman invasif di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti bidang riset pengelolaan jenis invasif Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain