Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 21 April 2023

Renungan Ramadan: Hutan Jantung Bumi

Hutan bukan sekadar paru-paru dunia. Ia jantung bumi.

Sustainable Landscape Management. Perdagangan karbon sebagai bagian dari multiusaha kehutanan

Di pengujung Ramadan, saya sampai pada pemikiran bahwa hutan tumbuh menopang hidup manusia. Masyarakat Jawa memandang hutan sebagai alas gung liwang-liwung pepak buto lan beboyo yang dikisahkan dalam setiap epos klasik. Hutan dianggap sebagai pembatas kemajuan, sehingga setiap pembukaan kota baru harus dimulai dengan babat alas, sampai munculnya gerakan social forestry yang menempatkan hutan sebagai elemen atau komponen dari kemajuan sosial ekonomi masyarakat.

Masyarakat Minang mengenal filosofi “alam takambang jadi guru”. Demikian juga dengan masyarakat adat Melayu Riau. Ungkapan “kalau tak ada laut hampalah perut, bila tak ada hutan binasalah badan”, merupakan salah satu bukti hubungan manusia dan hutan. Atau adanya pembagian kepemilikan alam dalam adat melayu Riau, ada alam yang boleh dimiliki pribadi, ada yang diperuntukkan bagi satu suku/kaum, dan ada yang diperuntukkan bagi negeri/kerajaan, serta masyarakat luas.

Konstruksi Kayu

Dalam ajaran Islam, hutan dan bumi merupakan anugerah yang bagi makhluk ciptaan Allah. Hutan sekaligus amanah karena ada kewajiban bagi manusia mempelajari dan menjaganya sebagaimana dalam firman Allah, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan”(QS. Al-Ghasiyah: 17-20).

Demikian juga dalam ayat penobatan tugas manusia yang sangat terkenal: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu dan mensucikanMu?

Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah(2):30). Secara eksplisit dan implisit manusia selalu diingatkan dan disindir oleh Allah SWT dalam ayat-ayatNya. Di sana disebutkan telah terjadi kerusakan di bumi

karena ulah manusia. Sebagaimana firman Allah: “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi..” (QS.Al-Baqarah(2):27).

Juga firman Allah: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang

hanya membuat kebaikan” (QS.Al-Baqarah(2):11).

Secara pasti Allah telah mengatur mekanisme keseimbangan alam yang tak tertandingi oleh kepandaian dan kecanggihan mana pun, sehingga peran utama manusia adalah “hanya” menjaga keseimbangan tersebut dengan disertai keyakinan dan kegigihan untuk mempelajari ilmu Allah tersebut. Sedikit pun keseimbangan terusik maka akan menciptakan ketidakseimbangan yang merusakkan.

Dalam ajaran Islam telah dikenal adanya wilayah privat (hak milik pribadi ataupun swasta) dan wilayah publik (hak milik umum) atas sumber daya. Wilayah publik tentu saja merupakan sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka di sini merupakan otoritas negara sebagai pemegang kekuasaan.

Sebagaimana banyak kisah dalam masa kepemimpinan Rasulullah SAW dan pada zaman keemasan Islam yang berkaitan dengan hal ini. Sebagai teladan adalah kisah tentang ditaklukkannya wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya penting agar dapat dipergunakan oleh khalayak umum dengan pengawasan negara.

Wilayah-wilayah mata air juga tidak boleh dikuasai oleh sekelompok suku atau komunitas. Bahkan dalam penaklukkan Mekah, para mujahid tidak boleh merusak dan menghancurkan kota beserta yang ada kecuali berhala-berhala. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, beliau mengatakan, “Umat Islam berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air dan api”.

Tafsir terhadap hadis ini menjelaskan bahwa padang rumput (al kala’u) dapat diartikan sebagai sumber daya hijau, yang hutan juga termasuk di dalamnya. Sehingga pengelolaannya semestinya tidak diserahkan kepada pribadi atau swasta. 

Benarkah hutan menguasai hajat hidup orang banyak? Jawabannya tentu saja adalah ya! Sehingga merupakan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelola sepenuhnya dengan tujuan digunakan untuk kemakmuran rakyat secara umum tanpa terkecuali. Sehingga memakmurkan rakyat merupakan kewajiban yang merupakan syarat mutlak yang melekat pada kewajiban mengelola tersebut.

Dengan kata lain, hak tersebut hanya merupakan sarana dalam rangka mewujudkan kewajiban negara tersebut. Bukan sebaliknya, kewajiban dalam rangka untuk mendapatkan hak. Sudah seharusnya umat Islam mengembalikan segala persoalan ini kepada ajaran agama Islam.

Bukan sekedar paru-paru, hutan juga merupakan qolbu, jantung bumi. Hutan merupakan organ penyeimbang sekaligus organ reproduksi guna melestarikan keberadaannya yang satu. Sehingga menjaga kelestarian hutan merupakan kewajiban baik individu masyarakat maupun negara.

Bumi hanya satu. Ia tak akan berfungsi jika organ terpentingnya rusak.

Ikuti percakapan tentang hutan di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain