Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 05 Mei 2023

Aktivis Lingkungan Pemenang Goldman Environment Prize 2023

Panitia Goldman Environment Prize 2023 memilih enam aktivis lingkungan mendapatkan penghargaan. Salah satunya dari Indonesia.

Aktivitas lingkungan pemenang Goldman Environment Prize 2023 (foto: goldmanprize.org)

PADA 24 April 2023, enam aktivis lingkungan dari benua yang berbeda menerima penghargaan Goldman Environmental Prize. Dikenal juga sebagai Green Nobel Prize, Goldman Prize adalah penghargaan yang diberikan kepada para aktivitas lingkungan yang bergerak dari tingkat tapak dan menghasilkan dampak positif bagi lingkungan.

Penghargaan itu diberikan kepada enam aktivitas lingkungan dari benua yang berbeda yakni Amerika Tengah dan Selatan, Amerika Utara, Afrika, Asia, Eropa, dan negara kepulauan. Mereka adalah Alessandra Korap Munduruka dari Brazil, Chilekwa Mumba dari Zambia, Diane Wilson dari Amerika Serika, Tero Mustonen dari Finlandia, Zafer Kizilkaya dari Turki, dan Delima Silalahi dari Indonesia.

Alessandra Korap Munduruk merupakan pemimpin suku Munduruku yang hidup di Hutan Amazon. Ia memimpin gerakan untuk melawan tambang besar yang mencemari dan mengkontaminasi rumah komunitas Munduruku. Alessandra membentuk aliansi, gerakan, dan mengumpulkan dana hingga akhirnya ia berhasil merebut wilayahnya dari perusahaan tambang raksasa tersebut melalui jalur hukum.

Di Afrika, Chilekwa Mumba sebenarnya pemilik panti asuhan. Namun, melihat adanya aktivitas tambang yang mencemari sungai Kafue membuatnya bergerak untuk mengadvokasi masyarakat. 

Pencemaran sungai Kafue yang berlangsung sejak 2004 membuat masyarakat tak bisa lagi memanfaatkannya untuk minum, mandi, dan irigasi. Kondisi yang semakin parah membuat Chilekwa memulai gerakan perlawanan di 2013. Setelah enam tahun, pada 2019, Chilekwa memenangi gugatan dan pengadilan penyatakan bahwa perusahaan tambang tersebut bersalah.

Di Amerika Utara, Diane Wilson seorang nelayan yang menemukan bahwa Teluk Texas penuh dengan limbah plastik. Setelah diusut, ternyata limbah plastik ini berasal dari perusahaan plastik yang membuang limbahnya sembarangan. Melihat itu, Diane Wilson segera menggerakkan relawan dan berhasil mengumpulkan 40 juta pelet limbah plastik. Jutaan pelet limbah plastik ini kemudian dibawa ke pengadilan yang memenangkan Diane Wilson memenangi dalam gugatan.

Di ujung barat Asia, Zafer Kizilkaya mendirikan kawasan lindung laut (Marine Protected Area or MPA) berbasis masyarakat pertama di Turki. Tujuannya untuk melindungi wilayah laut Turki, khususnya Teluk Gokova yang banyak terdegradasi.

Selain masyarakat, Zafer juga menggandeng pemerintah dan koperasi perikanan disana, mengimplementasikan pengukuran yang inovatif, memberikan pelatihan kepada nelayan lokal untuk menjadi ranger, dan memulihkan ekosistem di teluk tersebut. Dedikasi Zafer dan masyarakat membuat mereka diberi mandat untuk ikut serta melindungi pesisir Turki yang membentang sepanjang 499 kilometer.

Tero Mustonen di Finlandia sadar bahwa penggunaan gambut sebagai bahan energi di Finlandia telah membuat ekosistem gambut di negara tersebut terancam. Finlandia merupakan negara pembakar gambut terbesar di Eropa. Berkaca dari situ, Tero Mustonen menyatukan masyarakat lokal Sami, peneliti, dan komunitas lainnya untuk melindungi gambut di Finlandia. Ia memadukan pengetahuan lokal dan ilmu pengetahuan terkini untuk memulihkan gambut di Finlandia. Alhasil, gerakannya kini telah memulihkan 34.800 hektare lahan basah di Finlandia.

Di Sumatera Utara, Delima Silalahi bersama masyarakat adat berjuang melindungi hutan kemenyan. Sejak abad ke-8, masyarakat adat sudah memanfaatkan kemenyan (Styrax benzoin) dari hutan mereka untuk diambil getahnya dan dijual atau dijadikan obat.

Semua itu berubah kala perusahaan besar pulp and paper datang dan mengubah hamparan hutan hujan tropis menjadi hutan eukaliptus. Pohon kemeyan lenyap. Masyarakat yang biasanya memanen 50 kilogram kemenyan, kini hanya bisa mendapat 5-10 kilogram dalam sekali panen.

Delima sadar akan perubahan yang terjadi, ia melihat perjuangan masyarakat untuk bertahan hidup bertambah sulit. Hal itu yang mendorongnya untuk memperjuangkan hak masyarakat adat dan merebut kembali hak kelola atas hutan ada di Sumatera Utara.

“Penting menjadi bagian dari kesulitan yang dihadapi masyarakat. Kemenyan telah menjadi bagian penting di kelompok masyarakat ini. Maka dari itu, penting melindungi wilayah ini dan saya merasa bertanggung jawab atas itu,” kata Delima dalam Goldman Environment Prize 2023.

Pada 2013, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara. Artinya, hutan adat tak boleh diberikan pemanfaatnya kepada industri karena bukan kewenangan pemerintah. Putusan itu memberikan harapan bagi Delima dan kawan-kawan untuk mendapatkan hak kelola sah. Delima bersama timnya bergerak dari satu desa ke desa lain untuk mengedukasi masyarakat, melakukan pemetaan hutan adat, dan menyuarakan suara masyarakat ke para pemangku kebijakan.

Pada 2022, pemerintah memberikan hak pengelolaan atas 7.123 hektare hutan adat pada enam kelompok masyarakat adat Tano Batak. Seluas 6.333 hektare berasal dari lahan perusahaan pulp and paper dan 884 hektare dari hutan negara.

Setelah penetapan tersebut, Delima dan masyarakat menanam kembali spesies endemik, termasuk kemenyan, untuk mengembalikan kembali fungsi ekologis dari hutan mereka. Perjalanan Delima sendiri belum berakhir, ia bertekad untuk membantu masyarakat yang mengalami hal serupa untuk mendapatkan kembali hak kelola atas hutannya.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain