Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 19 Mei 2023

Konservasi Mencegah Kepunahan Ulin

Kayu ulin kian hilang di alam. Cara mencegah kepunahannya.

Tegakan ulin di Barito Utara, Kalimantan Tengah (Foto: Mudji Susanto)

EKSPLOITASI sumber daya hutan yang berlebihan selama empat dekade sejak awal tahun 1970-an menyebabkan degradasi yang mengancam keanekaragaman hayati. Deforestasi Indonesia masih sekitar 439.400  hektare per tahun. Akibatnya anyak populasi flora dan fauna rusak bahkan menjelang punah. Salah satunya kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) yang menjadi ciri khas hutan tropis Indonesia.

Ulin juga dikenal dengan nama kayu besi Borneo, belian (Kalimantan), bulian, ataupun onglen (Sumatera). Pohon ini menjadi penyusun hutan tropika basah yang tersebar di Sumatera yang meliputi daerah Bengkulu, Batanghari-Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan hampir seluruh wilayah di Kalimantan. Ulin bisa kita temukan di berbagai jenis tanah dari dataran rendah hingga ketinggian 800 meter dari permukaan laut. Ulin merupakan pohon jenis toleran terhadap naungan dan mempunyai pertumbuhan sangat lambat. 

Kayu ulin punya banyak keunggulan baik dari segi fisik maupun nilai ekonomi. Kayu ini mempunyai serat lurus dan termasuk kayu kelas I (kekuatan maupun keawetannya). Karena itu kayu ini banyak digunakan masyarakat untuk berbagai kepentingan konstruksi di darat maupun di laut seperti: bangunan/rumah, jembatan, bantalan, rangka kapal, dermaga.

Berdasarkan pengamatan di sepanjang sungai Barito, Kalimantan Tengah, masyarakat setempat memakai kayu ulin untuk bahan dasar rumah, perahu, hingga dermaga. Namun saat ini ulin semakin sulit ditemukan. Dengan tumbuh secara soliter, persebaran ulin menjadi sempit dan permudaan alamnya terbatas. Perdagangan ulin yang sulit terkontrol menjadi faktor penambang langkanya kayu ini di dalam.

Hasil analisis DNA ulin menunjukkan keragaman genetik terjadi dalam populasi lebih besar dibanding antar populasi, sehingga perlu konservasi in-situ di tempat yang mewakili wilayah sebaran ulin. Sedangkan konservasi ex-situ melalui penyebaran bibit ulin di banyak tempat dengan biji ulin dari berbagai populasi mengingat keragaman genetik di dalam populasinya cukup tinggi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan beberapa tahap kegiatan untuk mencapai tujuan konservasi ulin, antara lain: penunjukan konservasi in-situ ulin di Kalimantan Timur yang berlokasi di Berau seluas 100 hektare dan di Semboja seluas 48 hektare. Sementara konservasi ulin secara ex-situ di Semboja, Kalimantan Timur, seluas 1 hektare dan di Bondowoso, Jawa Timur, seluas 3 hektare.

Karena pertumbuhannya yang lambat, untuk mengamati pertumbuhan ulin perlu waktu cukup lama. Dari pengukuran tahap awal (umur di bawah 18 bulan) di kebun konservasi ex-situ di Bondowoso, Jawa Timur, selama 12 bulan pertambahan tinggi hanya 17,58 sentimeter.

Di hutan tanaman dengan skala yang luas, propagasi ulin bisa menjadi teknik yang cocok karena memelukan bibit yang banyak. Teknik propagasi ulin yang paling baik adalah menanam biji ulin. Tingkat keberhasilan tumbuh melalui stek pucuk sangat rendah. Teknik vegetatif juga  biasanya menghadapi banyak kendala karena pohon ulin memiliki kandungan getah yang cukup tinggi.

Kerja sama konservasi ulin antara Tropenbos-Belanda dengan KLHK bisa menjadi contoh mengatasi teknis vegetatif ulin yang sulit dan terbatas. Caranya dengan cara memotong biji ulin menjadi beberapa bagian, kemudian disemaikan. Semua potongan biji ulin tersebut akan mengeluarkan tunas dan menjadi bibit ulin yang baru.

Konservasi in-situ dan ex-situ ulin mendesak dilakukan dengan teknik-teknik perkembang biakan baru untuk mencegah kepunahan ulin dari bumi Indonesia. Tentu saja, langkah pokok selain konservasi, yakni mencegah perdagangan liar ulin, pemberdayaan masyarakat dalam konservasinya, menjadi pilihan utama dalam strategi mencegah kepunahan ulin. Tanpa itu semua, kelak, kita tak akan menemukan ulin di hutan alam sebagai bagian dari kekayaan genetika dan keanerakagaman hayati hutan tropis Indonesia.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Profesor riset di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



  • Yakin ingin menghapus komentar ini?

    NURSOLEH

    22 Mei 2023

    Kebetulan saya mempunyai kelompok tani hutan yg bergerak dalam bidang pelestarian pohon bulian. Kelompok kami bernama: KTH HIJAU LESTARI. Binaan BKSDA Jambi. Permasalahan yg kami hadapi adalah ketika kami sudah melakukan pembibitan pohon bulian, tdk ada org /lembaga yg mau memanfaatkan/mengendors bibit tsb. Sehingga bibit yg kami rawat akhirnya mati begitu saja karena kelamaan di pembibitan.. Perhatian dari smua pihak juga dibutuhkan terutama untuk peningkatan kapasitas kelompok agar lebih mandiri dan profesional..

Artikel Lain