SELAMA ini, indikator kesehatan dan keamanan manusia diukur berdasarkan tekanan darah, kemampuan bernafas, dan fungsi-fungsi tubuh lain. The Earth Commission, lembaga yang berisi para ilmuwan dari seluruh dunia, membuat pendekatan berbeda. Mereka mengukur keamanan manusia berdasarkan kondisi lingkungan dan bumi.
Dari hasil riset yang mereka lakukan, ada 8 indikator kuantitatif untuk mengukur tingkat keamanan manusia. Delapan indikator itu dirancang berdasarkan iklim, kondisi ekosistem alami dan semi-alami, polusi aerosol, dan nutrisi tanah.
Berdasarkan penelitian terbaru The Earth Commission yang dipublikasikan di jurnal Nature pada 2023, manusia gagal memenuhi tujuh dari delapan indikator tersebut.
Indikator 1: Iklim. Berdasarkan Kesepakatan Paris 2015, 195 negara sepakat untuk memangkas emisi mereka dan mencegah kenaikan suhu lebih dari 1,5o C. Namun, saat ini suhu bumi telah naik 1,2o Celsius sejak Revolusi Industri. Para ahli memprediksi suhu bumi akan naik melewati 1,5C, batas atas krisis iklim.
Walau belum menyentuh batas 1,5C, kenaikan 1,2C mengakibatkan banyak kerugian, mulai dari gelombang panas, banjir, penurunan hasil panen, dan banyak lagi. Para ahli di The Earth Commission menetapkan indikator kenaikan suhu maksimal 1C untuk menciptakan bumi yang aman dan adil untuk manusia. Sayangnya, indikator tersebut sulit tercapai sekarang.
Indikator 2: Ekosistem alami. Setidaknya dibutuhkan 50-60% ekosistem alami (yang belum terganggu) untuk menciptakan bumi yang aman untuk manusia. Sayangnya, bumi saat ini hanya 45-50% ekosistem alami yang belum terganggu. Artinya, indikator kedua telah terlewati.
Indikator 3: Ekosistem semi-alami. Manusia telah banyak mengonversi alam menjadi perkotaan, lahan pertanian, infrastruktur. Agar aman, setidaknya setiap 1 kilometer persegi lahan yang telah dikonversi, seluas 20-25% mesti diubah menjadi ekosistem semi-alami seperti hutan kota, taman, dan sejenisnya. Sayangnya, dua pertiga lahan yang telah diubah oleh manusia gagal memenuhi hal ini. Artinya indikator ketiga pun gagal dipenuhi.
Indikator 4: Air. Manusia telah membuat banyak perubahan, termasuk membangun jembatan, bendungan, dan pembangkit listrik tenaga air di sungai dan danau. Hal tersebut dapat mempengaruhi ekosistem, seperti menurunkan kualitas air dan mengusir keanekaragaman air tawar dari habitatnya.
The Earth Commission memasang batas agar bumi masih nyaman jadi tempat tinggal mahluk hidup setidaknya tidak lebih dari 20% aliran sungai dan daerah tangkapan air alami di planet ini tak terganggu. Sayangnya, saat ini 34% aliran sungai dan daerah tangkapan air alami di bumi telah dipengaruhi oleh manusia, seperti dibangun pembangkit listrik, bendungan, dan tempat pembuangan limbah.
Indikator 5: Air bawah tanah. Banyak dari kita yang memanfaatkan air bawah tanah (akuifer). Sayangnya, 47% cadangan air bawah tanah dunia telah terkuras lebih cepat dibanding kemampuannya mengisi ulang. Alhasil, kelangkaan air terjadi di beberapa tempat, seperti di Kota Meksiko dan Utara Cina.
Indikator 6: Kadar nitrogen. Penggunaan pupuk kimia, khususnya nitrogen dan fosfor, telah menjadi hal umum dalam pertanian modern. Pemberian dua bahan kimia tersebut mampu meningkatkan hasil panen. Tapi di satu sisi, manusia telah memberikannya terlalu banyak, sehingga ada kelebihan nitrogen dan fosfor yang lari ke sumber air dan membuatnya tidak aman dikonsumsi.
Menurut para ahli, kelebihan nitrogen tidak boleh melebihi 2,5 miligram per liter per tahun di air dan 20 kilogram per hektare per tahun di tanah. Secara global, kelebihan nitrogen tidak boleh melebihi 61 ton per tahun. Jumlah tersebut sudah terlewati karena kelebihan nitrogen global kini sebanyak 119 ton/tahun.
Indikator 7: Kadar fosfor. Secara global, kelebihan fosfor tidak boleh melebihi 9 ton per tahun. Saat ini kelebihan fosfor kita menyentuh angka 10 ton per tahun.
Indikator 8: Polusi aerosol. Polusi aerosol dihasilkan dari aktivitas industri, kendaraan, pembakaran batu bara, dan aktivitas mesin. Di level global, keberadaan polusi aerosol di belahan bumi utara dan selatan mengacaukan pola cuaca dan memberikan masalah kesehatan untuk manusia. Untuk mengukur konsentrasi polusi aerosol di atmosfer digunakan ukuran aerosol optical depth (AOD).
Dalam indikator ini, taraf aman udara adalah saat konsentrasi PM2,5 tidak lebih dari 15 mikrogram per meter kubik di level lokal. Sementara di level global, pengukurannya menggunakan perbedaan AOD antara dua belahan bumi, dengan angka tidak boleh melebihi 0,15. Saat ini, perbedaan AOD hanya 0,05 yang menandakan indikator ini belum terlewati dan menjadi satu-satunya indikator keamanan manusia yang belum rusak.
Meski hanya satu dari delapan indikator keamanan manusia yang tercapai, para peneliti mengatakan bahwa itu bukan berarti tidak ada harapan, karena kita bisa membuat kondisi tersebut membaik. Caranya: kurangi bahan bakar fosil untuk mencegah gas rumah kaca mengotori atmosfer. Hidup beralih lebih ramah lingkungan.
Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :