SEBAGAI ekosistem yang unik, hutan mangrove (bakau) di Indonesia telah memberikan kontribusi yang signifikan, berperan penting secara ekonomi di tingkat regional bahkan nasional dalam menyediakan ketahanan pangan dan mata pencarian, mendukung keanekaragaman hayati, serta peningkatan tutupan hutan dan lahan. Mangrove memberikan dua manfaat sekaligus: karbon biru dan ekonomi biru
Selain itu hutan mangrove juga memainkan peran kunci dalam mendukung komitmen Indonesia terhadap mitigasi perubahan iklim melalui fungsinya sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Namun pengelolaan mangrove dihadapkan pada tantangan kompleks yang terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan lingkungan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menyoroti target kebijakan utama dengan menetapkan mandat tindakan untuk rehabilitasi dan konservasi mangrove. Pemerintah Indonesia telah menempatkan mangrove dalam agenda prioritas nasionalnya untuk mengelola ekosistem ini secara berkelanjutan, mencapai komitmen iklim nasional dan menetapkan restorasi mangrove sebagai salah satu program prioritas untuk merespon serta membangun ketahanan pasca pandemi Covid-19.
Dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah sedang merehabilitasi 600.000 hektare mangrove dalam empat ke depan. Pelaksananya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan melibatkan beberapa provinsi dan komunitas mangrove dalam jumlah besar.
Tantangan konservasi mangrove adalah deforestasi dan degradasi di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Kalimantan, dan pesisir Sulawesi sebelah tenggara sebagai akibat konversi hutan mangrove menjadi tambak udang (Alikodra, 1998; Murdiyarso dkk, 2015). Bentuk yang paling umum budidaya perairan di pantai dan pesisir Indonesia adalah tambak atau kolam budidaya yang dilakukan secara luas di Jawa, Sumatera, Sulawesi Selatan dan Kalimantan.
Nilai ekonomis udang yang tinggi, terutama udang windu untuk pasar ekspor, telah memicu pembukaan hutan magrove untuk lahan tambak. Udang merupakan komoditas perikanan budidaya yang sangat strategis di Indonesia yang sebagian besar diproduksi dari tambak-tambak di daerah pesisir.
Namun, hutan mangrove adalah hutan yang paling kaya karbon, dengan emisi karbon biru (yaitu, karbon di ekosistem pesisir dan laut) meningkat secara serius karena efek merusak pada hutan mangrove. Sementara dalam RPJMN 2020-2024 tersebut, ada dua target perikanan budidaya yang berkaitan dengan: 1) revitalisasi tambak di kawasan sentra produksi udang dan bandeng untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya sebesar 8,5% per tahun serta meningkatkan pertumbuhan ekspor udang sebesar 8% per tahun dan 2) peningkatan ekspor udang sebesar 250% pada tahun 2024.
Dengan target tersebut, diproyeksikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara produsen hasil perikanan terbesar di dunia setelah Cina dan Vietnam. Meskipun menurut FAO (2020), Indonesia tidak termasuk dalam sepuluh besar negara pengekspor produk perikanan dunia, namun ke depan, Indonesia masih memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan ekspor produk perikanan karena adanya pergeseran gaya hidup sehat yang mendorong peningkatan konsumsi produk perikanan organik secara global.
Upaya rehabilitasi mangrove di Indonesia banyak gagal akibat kesalahan pandangan bahwa rehabilitasi mangrove dapat dilakukan dengan mudah melalui penanaman utamanya menggunakan bibit jenis marga Rhizophora. Hasil evaluasi menunjukkan tingkat keberhasilan program masih jauh dari harapan, dan faktor penyebabnya antara lain kondisi lingkungan yang mengalami perubahan, kesalahan memilih lokasi, persiapan dan pengalaman yang kurang, lemahnya koordinasi dan ketidakjelasan perencanaan ruang (Wibisono dkk, 2006).
Untuk mencapai restorasi lingkungan dan peningkatan ekonomi masyarakat pesisir di Indonesia, diperlukan tata kelola berkelanjutan dengan restorasi hutan mangrove dalam skala luas, termasuk pada lahan terdegradasi sebagai akibat aktivitas masyarakat pada tambak-tambak aktif dan tidak aktif, sempadan sungai untuk mendukung ketahanan lingkungan dan ketahanan masyarakat pesisir, selain juga tentunya pedoman teknis tentang budidaya tambak berkelanjutan.
Restorasi mangrove yang sukses membutuhkan tidak hanya kegiatan rehabilitasi tetapi juga melestarikan mangrove yang masih utuh, pengembangan mangrove dan udang terpadu dan membantu masyarakat sekitarnya untuk mengelola hutan mangrove, termasuk menyediakan mata pencarian alternatif berkelanjutan.
Perlu ada pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove-tambak terpadu dalam akuakultur silvofishery menjadi solusi nyata untuk masalah di pesisir di Indonesia. Upaya nyata dalam merestorasi mangrove dengan pengembangan tambak udang terpadu telah dan sedang dilaksanakan di banyak pesisir di Indonesia.
Sebagai contoh di Delta Mahakam, Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Percontohan tambak ramah lingkungan dengan melakukan penanaman mangrove di dalam areal tambak telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik oleh pihak pemerintah yaitu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam, Balai Lingkungan Hidup (BLH), pihak swasta yaitu PT. Syam Surya Mandiri dan dalam bentuk kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh TOTAL/Pertamina Hulu Mahakam (PHM); dan pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) oleh Wetlands International Indonesia (WII), Yayasan Mangrove Lestari (YML), Planette Urgence dan Bioma.
Tambak ramah lingkungan dalam pengelolaan mangrove di tingkat tapak di kawasan Delta Mahakam merupakan bagian dari aksi penurunan emisi. Dengan begitu, blue economy dan blue carbon berjalan secara seimbang.
Ikuti percakapan tentang karbon biru di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :