KOKOLERCERAN (Vatica bantamensis (Hassk.) Benth. & Hook.f. ex Miq) menjadi flora identitas Provinsi Banten yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48/1989. Tumbuhan ini endemik di Ujung Kulon. Namun kondisi kokoleceran sangat rentan punah karena tumbuh di tempat tertentu dan tidak ditemukan tumbuh di tempat lain.
Populasi kokoleceran pun sangat kecil, dengan statusnya sebagai spesies tanaman endemik yang sangat sempit rentang geografisnya. maka akan semakin membuat spesies ini sangat rentan kepunahan. Status populasinya kini kritis terancam punah. Karena itu perlu upaya konservasi melalui pembudidayaan dengan cara memperbanyak keberadaan tumbuhan ini agar tidak punah.
Secara taksonomis, kokoleceran termasuk dalam famili Dipterocarpaceae atau keluarga kayu meranti. Umumnya kayu meranti termasuk jenis kayu komersial, karena batangnya yang besar banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun pembuatan kapal.
Secara umum perawakan kokoleceran berupa pohon yang tingginya mencapai 30 meter dengan diameter batang 60 sentimeter. Pada bagian batang yang muda memiliki bulu-bulu halus dan lebat.
Daun kokoleceran menjorong atau melanset, berukuran (4,5-) 7,5-18 x (1,8-) 3,5-7,5 sentimeter, dengan tangkai daun yang panjangnya sekitar 2,2 sentimeter. Perbungaannya malai dan terdapat di ujung daun atau di ketiak daun. Panjang perbungaan mencapai 7 sentimeter.
Bentuk buah agak bulat dengan panjang 10 sentimeter, tangkai pendek 5 milimeter. Kelopak buah lima yang berkembang menjadi dua sayap panjang dan tiga sayap pendek, berwarna merah tidak beraturan. Di dalam buahnya terdapat biji yang berdiameter mencapai 1 sentimeter.
Cara perbanyakan pohon kokoleceran secara umum adalah dengan mengembangbiakkan biji.
Kokoleceran hidup di wilayah pegunungan dan lereng dengan rata-rata ketinggian 300-500 meter dari permukaan laut. Habitat yang baik untuk pohon ini adalah dengan tutupan tajuk lebat dan tanah asam.
Kokoleceran merupakan salah satu tanaman endemik Provinsi Banten. Namun jenis ini memiliki penyebaran yang sangat terbatas dan saat ini hanya diketahui terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Wihermanto dan tim Kebun Raya Bogor melakukan survei pada tahun 2010 hanya menemukan empat pohon dewasa Kokoleceran yang terkonsentrasi pada hanya satu titik lokasi di TNUK.
Studi inventarisasi selanjutnya dilakukan pada tahun 2017 oleh Robiansyah dan tim yang dilakukan lebih intensif, dan berhasil menemukan 27 klaster pertumbuhan dengan 280 individu kokoleceran di kawasan Gunung Payung, TNUK, dengan 58 individu di antaranya sudah pada tahap dewasa.
Data ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pemantauan populasi spesies secara berkala di masa mendatang.
Kokoleceran merupakan tumbuhan terancam kepunahan yang termasuk dalam kategori endangered atau genting. Namun hasil studi inventarisasi terakhir oleh Robiansyah, saat ini kategori kelangkaan kokoleceran sudah meningkat menjadi kritis atau critically endangered di bawah kriteria B1ab(iii,v)+2ab(iii,v); C2a(ii), karena jumlah individu dewasa yang dijumpai masih di bawah 250 individu dan penyebarannya sangat terbatas.
Beberapa faktor yang menyebabkan tumbuhan kokoleceran ini menjadi langka antara lain:
- Eksploitasi yang berlebihan.
- Bencana alam seperti banjir, tanah longsor hingga kekeringan yang dapat merusak habitat alaminya.
- Distribusi yang terbatas dan jumlah populasi yang hanya sedikit.
- Perubahan iklim dan lingkungan yang kurang sesuai untuk melakukan proses perbanyakan, yang mengakibatkan tumbuhan tersebut sulit memasuki fase generatif. Dalam pengamatan pembungaan di Kebun Raya Bogor, tingkat keberhasilan bunga menjadi buah dibawah 10%. Artinya dalam satu rangkaian bunga sepuluh bunga atau lebih yang menjadi buah hanya 1, sehingga produksi bijinya menjadi rendah.
- Proses reproduksinya rendah sehingga sulit berkembang biak secara alami. Bahkan jika lingkungan tempat tumbuhan tersebut sudah sesuai sekalipun, diduga terdapat faktor lain yang menghalangi proses perkembangbiakan biji tumbuhan tersebut menjadi terhambat.
- Munculnya jenis tumbuhan invasif di lokasi tersebut. Kemunculan jenis tanaman baru yang berkembang sangat cepat terbukti dapat mengancam keberadaan tumbuhan endemik yang sudah ada terlebih dahulu pada suatu wilayah. Tumbuhan langkap (Arenga obtusifolia Mart.) ditengarai menjadi jenis tumbuhan invasif di Gunung Payung yang menjadi habitat alami kokoleceran (Robiansyah et al., 2019). Hal ini bisa mengakibatkan kerapatan pertumbuhan anakan kokoleceran akan semakin tertekan di daerah yang didominasi langkap.
Kendatipun telah ditemukan lebih banyak individu kokoleceran di Taman berdasarkan hasil studi populasi, namun upaya konservasi tumbuhan tersebut tetap diperlukan mengingat jumlah populasinya yang relatif sedikit dan persebaranya yang sangat terbatas. Konservasi kokoleceran dapat dilakukan pada habitat alaminya (in-situ) melalui program reintroduksi maupun di luar habitat alaminya (ex-situ) seperti di kebun raya maupun lokasi lain di Banten melalui perbanyakan tanaman, penanaman dan pemeliharaan.
Saat ini, teknik perbanyakan tanaman kokoleceran yang paling umum secara generatif dengan menggunakan biji, atau pengambilan anakan yang tumbuh di bawah pohon induk. Tanaman kokoleceran termasuk tanaman yang pertumbuhannya lambat, sehingga budidaya menggunakan biji memerlukan waktu yang lama. Upaya lain yang telah dilakukan saat ini untuk perbanyakan kokoleceran di Kebun Raya Bogor oleh Dodo dan tim adalah stek, cangkok dengan sistem KOFFCO (Komatsu Forda Fog Cooling System), teknologi ini sudah berhasil sampai berakar.
KOFFCO merupakan teknologi terbaru untuk usaha pembibitan khususnya jenis-jenis yang sulit perbanyakannya melalui generatif (biji) dan ditujukan khusus untuk penyediaan bibit unggul. Sistem KOFFCO dirancang agar kondisi lingkungan stek dapat dipertahankan pada tingkat yang optimal untuk pertumbuhan akar.
Teknologi perbanyakan terus diupayakan untuk mencegah kepunahan tumbuhan tersebut. Salah satu perbanyakan massal bisa dilakukan dengan teknik in vitro melalui kultur jaringan. Inisiasi tunas kokoleceran pada berbagai jenis media tanam dan konsentrasi BAP (benzyl aminopurine) secara in vitro telah dilakukan oleh Sudiyanti dan tim di Laboratorium Bioteknologi Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan media tanam baik media MS maupun media WPM dengan penambahan IBA 0,5 miligram per liter dan zat pengatur tumbuh BAP dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3 miligram per liter belum dapat memacu pertumbuhan tunas dan akar eksplan, namun dapat memacu pertumbuhan kalus pada beberapa perlakuan.
Usaha konservasi secara in situ juga sudah pernah diupayakan oleh Dodo dan tim dari Kebun Raya Bogor melalui program reintroduksi. Sebanyak 100 bibit kokoleceran dengan tinggi hampir 1 meter dan diameter batang sekitar 1 sentimeter telah berhasil ditanam di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon pada 2014. Namun karena tidak ada anggaran sehingga pertumbuhan kayu tersebut belum bisa dimonitor pertumbuhannya di lokasi reintroduksi.
Oleh karena itu, dalam upaya konservasi tumbuhan kokoleceran di Banten diperlukan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk terus melakukan perbanyakan dan penanaman tumbuhan tersebut, terutama di wilayah Banten di mana tumbuhan tersebut menjadi ikon Provinsi Banten.
Ikuti perkembangan terbaru tentang keanekaragaman hayati di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti ahli utama Kelompok Riset Kriopreservasi Tumbuhan Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Peneliti ahli muda Kelompok Riset Konservasi Benih Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Peneliti ahli muda Kelompok Riset Konservasi Benih Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :