POHON mindi memiliki nama Latin Melia azedarach Linn. Pohon ini cukup populer di Indonesia terutama di kalangan petani. Saat ini pohon mindi merupakan salah satu kayu alternatif pengganti kayu berkualitas yang sudah mulai sulit ditemukan dan berharga mahal karena permintaan pasar yang semakin meningkat.
Meski begitu, mindi ternyata bukan tanaman asli Indonesia. Ia berasal dari India yang tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Papua. Mindi tumbuh hingga ketinggian 2.200 meter dari permukaan laut di kaki pegunungan Himalaya, menyebar hingga ke Solomon, Malaysia, dan Indonesia. Kemudian menyebar antar benua. Secara ekologis, mindi tumbuh di dataran rendah (1-1.200 meter dari permukaan laut di Papua Nugini hingga ke dataran tinggi Himalaya (1.200-2.200 mdpl) dengan kisaran suhu dari –50 Celsius hingga 39C dan curah hujan 600-2.000 milimeter per tahun.
Eksotisme tegakan mindi ditandai dengan karakteristik tinggi pohon yang dapat mencapai 20-25 meter dengan bebas cabang 8-20 meter, diameter pohon 60-80 sentimeter setelah kurang lebih berumur 20 tahun. Karena itu, selain sebagai penghasil kayu, para petani memanfaatkan mindi sebagai tanaman peneduh di perkebunan kopi dan teh di Jawa.
Di Indonesia, mindi mulai dikenal pada 1887 di Jawa pada saat pendudukan Belanda. Jenis ini dibawa dari India dan ditanam di perkebunan teh dan kina Gambung (Bandung Selatan) sebagai pohon peneduh tanaman teh yang ditanam dengan jarak 2,5 x 2,5 meter hingga umur lebih dari 10 tahun, kemudian dijarangi dan kayu hasil penjarangan digunakan untuk bahan bakar pada proses pengeringan di pabrik pengolahan teh. Kayunya juga dapat diolah menjadi kayu papan, furnitur/ mebel, pertukangan, veneer, kayu lapis dan bubur kertas (pulp).
Masyarakat tertarik menanam mindi karena manfaatnya yang multiguna. Masyarakat Jawa Barat menanam mindi di lahan milik sebagai bagian dari ekosistem hutan rakyat. Pohon mindi dalam bentuk tegakan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman ornamental, peneduh dan rehabilitasi hutan dan lahan.
Sebagai tanaman ornamental, mindi memiliki arsitektur tegakan yang indah dengan batang tegak berbentuk silindris, kulit batang halus hingga beralur, tajuk menyerupai payung dengan percabangan melebar, berdaun ringan dan tipe daun majemuk, dan bergerigi. Masyarakat menanamnya berjajar pada tepian ladang sehingga tampak indah dari jauh.
Namun, tegakan yang berjajar ini kurang tepat untuk penahan angin (windbreak) karena pohon ini akan menggugurkan daun saat musim kering/kemarau (decidoeus). Ketika terjadi pembungaan, tanaman mindi tampak menarik karena berbunga serempak dengan bentuk rangkaian bunga yang cantik, berwarna putih dengan pistil ungu tua di bagian tengah serta berbau harum.
Kayu mindi tergolong kelas kuat II-III dengan berat jenis 0,53 (0,42-0,65) dan keawetan terhadap jamur pelapuk termasuk kelas II-III. Kekuatan kayu mindi setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah. Pemanfaatan mindi juga acap dipakai untuk kayu bakar karena menghasilkan nilai kalor sebesar 5100 kilokalori per kilogram.
Sebagai tanaman multifungsi, daun, akar dan biji mindi juga dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pestisida, obat-obatan, dan anti virus. Ekstrak daun mindi mengandung insektisida (azadirachtin) sebagai bahan untuk mengendalikan hama belalang. Kulit juga sebagai bahan obat untuk mengeluarkan cacing usus.
Kulit daun dan akar mindi telah luas dipakai sebagai obat reumatik, demam, bengkak dan radang. Selain itu, suatu glycopeptide yang disebut meliacin berperan menghambat perkembangan beberapa jenis virus misalnya virus polio. Minyak biji mindi bisa menjadi antiseptik untuk radang, rematik dan penyakit kulit serta pengobatan bagian dalam seperti demam malaria dan leprosi.
Peluang pengembangan pohon mindi, khususnya di hutan rakyat, dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain:
- Materi genetik tanaman mindi yang ada di lahan petani menjadi kekuatan untuk mengembangkan tegakan mindi,
- Pembungaan dan pembuahan tanaman mindi berlangsung setiap tahun secara teratur, sehingga mampu menyediakan benih untuk kegiatan penanaman setiap tahun,
- Benih mindi bukan termasuk benih rekalsitran, sehingga dapat disimpan untuk beberapa waktu tanpa menurunkan viabilitasnya.
Di beberapa sentra hutan rakyat di Jawa Barat, petani hutan sudah mulai melakukan pembibitan mindi untuk kebutuhan penanaman, baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk dijual ke pihak lain. Hal ini mendorong berkembangnya teknik penanganan benih dan teknik perkecambahan benih mindi agar diperoleh bibit mindi yang baik.
Beberapa hal tersebut menjadi kekuatan dalam hal pengadaan benih (seed procurement) mindi untuk mendukung pengembangan jenis ini. Kebutuhan benih dan bibit tanaman kehutanan akan meningkat apabila petani melihat ada peluang pasar untuk kayu rakyat. Kondisi demikian sudah mulai terjadi pada bibit tanaman mindi, karena harga kayu mindi cukup tinggi dan pemasarannya cukup baik, yaitu sebagai kayu substitusi untuk jati di sentra industri mebel di Jepara.
Peluang lain adalah faktor kepemilikan lahan. Faktor ini berpengaruh terhadap pengelolaan lahan, yaitu lahan yang dikelola oleh petani hutan rakyat adalah milik pribadi. Akan terjadi efisiensi terhadap alokasi sumber daya apabila suatu kepemilikan memenuhi empat syarat kesempurnaan hak kepemilikan, yaitu dapat diperjualbelikan, dapat dipindahtangankan, dapat mengeluarkan pihak-pihak yang tidak berhak dan dapat ditegakkan hak-haknya.
Selain nilai positif, pengembangan mindi bisa terkendala karen beberapa hal. Sebagai jenis eksotik, keragaman genetikanya tidak besar. Keragaman genetik tanaman mindi di hutan rakyat dapat menurun apabila jumlah individu dalam suatu populasi berkurang atau terjadi pengurangan dalam ukuran populasi.
Saat ditebang, petani biasanya memiliki pohon mindi dengan fenotipe yang baik sehingga pilihan memperoleh pohon induk berkurang. Tanaman mindi di hutan rakyat umumnya ditanam bersama jenis lainnya, sehingga jumlah tanaman mindi dalam lokasi tersebut terbatas serta jarak tanam antar pohon yang tidak teratur.
Keterbatasan jumlah pohon mindi serta jarak tanam yang tidak teratur dalam suatu areal mempengaruhi tingkat keragaman, karena peluang penyerbukan silang (outcrossing) tidak optimal. Selain itu belum ada inisiatif petani mempertahankan pohon dengan fenotipe yang baik untuk dijadikan pohon induk penghasil benih.
Mengingat ada kendala dan peluang dalam pengembangan mindi di hutan rakyat atau pun dalam bentuk hutan tanaman industri, perlu ada beberapa strategi:
- Pemanfaatan potensi sumber daya genetik tanaman mindi yang ada saat ini dengan melakukan pertukaran materi antar populasi mindi yang teridentifikasi mempunyai keragaman yang luas untuk meningkatkan produksi benih dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar kayu mindi,
- Peningkatan kapasitas petani dan masyarakat dalam usaha budidaya mindi, melalui pengetahuan tentang penggunaan benih bermutu, pembuatan bibit berkualitas serta tempat tumbuh yang sesuai,
- Terbangunnya jejaring pasar yang terkait hasil kayu maupun nonkayu tanaman mindi, Pendampingan teknik silvikultur kepada masyarakat oleh penyuluh agar hasilnya optimal,
- Insensif berupa bibit unggul secara genetik dan modal untuk menanam serta memelihara pohon mindi kepada masyarakat agar minat mereka meningkat.
Dengan banyaknya kegunaan pohon mindi, tanaman ini layak dikembangkan untuk pelbagai keperluan.
Ikuti percakapan tentang hutan rakyat di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :