SETELAH pertanian, pemanenan hutan adalah aktivitas terbesar manusia yang menghilangkan cadangan karbon dan menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Menurut studi World Resources Institute (WRI) untuk memenuhi permintaan kayu dunia, industri pemanenan kayu menyumbang emisi karbon sebanyak 10% dari emisi karbon dunia per tahun. Jumlah tersebut tiga kali lebih banyak dari emisi karbon yang dihasilkan industri penerbangan.
Tim Searchinger, peneliti WRI dan pakar kebijakan energi, mengatakan walaupun menanam pohon industri akan memulihkan serapan karbon, pada akhirnya pohon yang ditanam tersebut akan ditebang dan menghasilkan emisi karbon. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan kayu dunia, industri kayu sering kali mengambil kayu dari hutan alam.
Dalam angka, peneliti menghitung pemanenan kayu akan mengirim 3,5 sampai 4,2 gigaton emisi karbon ke atmosfer setiap tahun. Sebagai catatan, emisi karbon dioksida dunia pada 2022 sebesar 38,8 gigaton.
Dalam studi tersebut, peneliti juga memprediksi bahwa konsumsi kayu dunia akan tumbuh 54% dalam rentang 2010-2050. Kayu sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan inudstri kayu yang diprediksi meningkat sebanyak 90%, pulp and paper 130%, dan bioenergi kayu meningkat 20% pada 2050. Kebutuhan kayu tersebut setara hutan seluas Amerika Serikat.
Penebangan hutan akan membuang banyak karbon ke atmosfer. Dan selama bertahun-tahun setelah pohon dipanen, wilayah hasil panen tersebut adalah carbon dead zone karena tidak memiliki kemampuan menyerap karbon. Bahkan sekalipun ditanam pohon muda, mereka membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyerap emisi setara dengan pohon besar dan tua.
Jadi, apakah berarti kita harus menghentikan industri pemanenan kayu? Para peneliti memberikan rekomendasi untuk memproduksi kayu sembari tetap menjaga agar emisi karbonnya tetap rendah.
Berdasarkan analisis mereka, untuk memenuhi kebutuhan kayu dunia, kita tidak perlu menebang hutan alam. Sebab, kebutuhan kayu dunia dapat dipenuhi dari hutan industri yang sudah ada. Jika memang kurang, ada puluhan juta hektare wilayah rendah keanekaragaman hayati yang dapat dikonversi menjadi hutan industri, alih-alih mengambilnya dari hutan alam.
Dengan memaksimalkan penggunaan lahan, kebutuhan kayu akan terpenuhi dan hal tersebut akan mengurangi emisi karbon global rata-rata sebesar 600 juta ton per tahun. Selain itu, jika kita menghalangi penebangan di hutan alam, maka itu akan membantu penyerapan emisi karbon sebesar 200 juta ton.
Terkait bioenergi kayu, peneliti juga berpendapat bahwa ada alternatif energi yang lebih baik. Walaupun bioenergi kayu tergolong energi terbarukan, tapi penggunaan kayu sebagai bioenergi membuat peningkatan penebangan hutan di banyak negara, khususnya di Asia Tenggara.
Maka dari itu, alih-alih berinvestasi ke bioenergi kayu, lebih baik berinvestasi pada energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan seperti energi surya dan angin. Dengan menurunkan penggunaan bioenergi kayu sebanyak 40%, kita dapat menurunkan emisi karbon hingga 500 juta ton!
Dengan memaksimalkan penggunaan lahan dan subtitusi kayu, kita bisa mengurangi pemanenan hutan dan memberik kesempatan untuk hutan agar tumbuh lebih lama dan menyerap emisi karbon yang ada di atmosfer. Dengan begitu, target kita untuk menurunkan emisi dan mencegah bencana iklim dapat lebih mudah terwujudkan.
Ikuti percakapan tentang pemanenan hutan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :