Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 28 Juli 2023

Studi: Orangutan Butuh Teman Setelah Translokasi

Orangutan membutuhkan partner untuk belajar dan memahami ekologi habitat barunya setelah translokasi.

Orangutan jantan membutuhkan teman untuk bertahan hidup (foto: unsplash.com/Danielle Barnes)

ORANGUTAN satu-satunya spesies kera besar yang ada di Asia. Indonesia memiliki tiga spesies orangutan, yakni orangutan Sumatera (Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dan yang terbaru adalah orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).

Orangutan paling mirip dengan manusia, mulai dari 97% DNA yang sama dan mereka adalah spesies yang memiliki budaya layaknya manusia. Orangutan kini terancam punah akibat kehilangan habitat, yakni hutan yang terdeforestasi atau terkonversi akibat desakan dan kebutuhan manusia.

Untuk menjaga populasi orangutan, penangkaran menjadi satu cara sebelum mereka dikembalikan ke habitatnya. Namun, translokasi atau relokasi orangutan ke habitat baru menjadi tantangan yang tak mudah. Mereka akan bertemu dengan hal asing, buah baru, pohon jenis baru, dan ekologi yang mungkin berbeda. Bahkan, bagi orangutan yang memasuki usia dewasa, mereka harus bermigrasi ke tempat baru dan itu menjadi tantangan yang berat.

Studi terkait perilaku dan orangutan bertahan hidup setelah bermigrasi dan translokasi masih sangat sedikit. Peneliti dari Jerman, Prancis, dan Indonesia meneliti hal tersebut dan mempublikasikan penemuannya di jurnal Frontiers in Ecology and Evolution.

Dalam studi tersebut, mereka menganalisis 4.009 kegiatan harian dari 77 orangutan Sumatera jantan yang sering bersosialisasi di stasiun konservasi orangutan Suaq di Kecamatan Kluet Selatan dan Kluet Timur, Aceh Selatan, dan 75 orangutan Kalimantan jantan yang kurang bersosialisasi di stasiun Tuanan, Kalimantan Tengah. Penelitian ini mereka lakukan selama 2003-2018 untuk orangutan Kalimantan dan 2007-2020 untuk orangutan Sumatera.

Hal pertama yang mereka dapatkan adalah migrasi dan translokasi menjadi tantangan berat untuk orangutan jantan yang telah dewasa. Strategi mereka untuk bertahan adalah mencari partner

Orangutan migran akan mencari orangutan lokal untuk menjadi partner atau mentor. Dari partner tersebut, orangutan akan mempelajari hal paling esensial dalam hidup mereka, yakni makan. Alih-alih mencari makanan atau buah yang mudah didapat dan diproses, orangutan migran cenderung mencari buah yang belum pernah mereka temui. Mereka juga cenderung mencari makanan yang harus didapat dengan keterampilan mumpuni dan terkadang membutuhkan alat untuk mendapatkannya.

Selain itu, orangutan migran cenderung mencari buah yang langka. Pencarian makanan langka itu membuat orangutan migran memiliki radius jelajah yang jauh dan membuat mereka lebih mengenal geografi habitat baru mereka. Dengan begitu mereka memiliki pengetahuan sebagai bekal penting bertahan hidup.

Terkait partner, ada perbedaan antara orangutan Sumatera dan Kalimantan dalam studi ini. Orangutan Sumatera di Suaq cenderung memiliki orangutan betina dewasa yang filopatrik untuk menjadi rekannya, kemudian baru belajar ke orangutan remaja, dan orangutan jantan dewasa yang tidak memiliki bantalan pipi.

Sedangkan orangutan Kalimantan di Tuanan cenderung memilih orangutan remaja sebagai partner mereka, lalu orangutan jantan dewasa tanpa bantalan pipi, dan terakhir ke orangutan betina dewasa.

Berdasarkan analisis, sumber daya makanan di stasiun Tuanan cenderung tipis. Bagi orangutan betina, hal tersebut sensitif. Mereka merasa bahwa orangutan jantan migran adalah ancaman dan mereka tidak ingin berbagi sumber daya dengan orangutan jantan migran. Hal tersebut berbeda dengan orangutan remaja dan orangutan dewasa di stasiun Tuanan yang cenderung suka bersosialisasi.

Tidak semua orangutan menjadi partner. Soalnya, ada individu yang intoleran. Terutama orangutan jantan dewasa yang memiliki bantalan pipi. Mereka adalah penguasa yang intoleran dan tidak akan berbagi sumber daya. Karena itu, translokasi orangutan ke wilayah yang memiliki orangutan dengan bantalan pipi akan menurunkan tingkat survival orangutan tersebut. 

Dengan mengetahui strategi orangutan jantan dewasa dalam bertahan hidup setelah migrasi dan translokasi, peneliti berharap upaya konservasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Khususnya, dalam pemilihan habitat baru dan translokasi. 

Apalagi, orangutan adalah spesies kera besar yang paling sering diperdagangkan. Berdasarkan CITES, selama 2005 hingga 2011, tercatat 1.019 kasus terkait perdagangan ilegal orangutan.

Ikuti percakapan tentang konservasi orangutan di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain