LAHAN bekas pertambangan batu bara adalah luka lingkungan yang sulit disembuhkan. Kegiatan eksploitasi meninggalkan bekas-bekas lahan yang terdegradasi, dengan tanah yang gersang, berkurangnya kesuburan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Karena itu area bekas tambang perlu reklamasi untuk memulihkannya.
Praktik reklamasi lahan oleh perusahaan tambang perlu pendampingan. Pendampingan diperlukan untuk mencapai target reklamasi berkelanjutan, yang tidak hanya berorientasi pada keberhasilan pada tutupan area, juga pada layanan ekosistem yang dihasilkan setelah reklamasi.
Reklamasi lahan pasca tambang batu bara merupakan suatu proses pemulihan ekosistem dan rehabilitasi lahan yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi asli lahan yang telah terganggu, dan sedapat mungkin dikembalikan sebagaimana aslinya. Umumnya, area tambang batu bara berada di kawasan berhutan. Di Kalimantan, kawasan tambang batu bara banyak berlokasi di area hutan primer, dengan diversitas tinggi dan menjadi habitat bagi banyak spesies yang dilindungi.
Salah satu aspek kunci reklamasi lahan adalah seleksi tanaman yang tepat. Syarat utama tanaman untuk reklamasi tambang batu bara adalah memiliki kemampuan bertahan dalam kondisi yang sulit, dapat menghasilkan biomassa yang tinggi, meningkatkan kualitas tanah, dan yang tak kalah penting adalah mengembalikan keanekaragaman hayatinya yang berharga, meskipun sulit.
Setiap perusahaan tambang, memiliki tantangan tersendiri saat mereklamasi area bekas pertambangannya. Untuk mendapatkan metode terbaik dalam melakukan reklamasi, perusahaan-perusahaan tambang banyak mencoba beragam metode penanaman pada lahan pasca tambang yang memiliki berbagai macam karakteristik.
Lahan yang akan direklamasi memiliki bentang lahan yang beragam, mulai dari datar hingga berbukit-bukit, ditambah lagi keberadaan genangan air di beberapa area yang cukup mengganggu pertumbuhan tanamannya.
Penanaman lahan pasca tambang terbaik memakai tanaman pionir yang berfungsi sebagai naungan pada beberapa karakteristik areanya. Jumlah jenis naungannya juga beragam, ada yang ditanam satu jenis tanaman naungan saja, dan ada yang ditanami dua hingga tiga jenis tanaman naungan sekaligus.
Secara umum, beberapa jenis tanaman naungan yang sering kali dijumpai di area reklamasi antara lain adalah sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), trembesi (Albizia saman), jabon (Neolamarckia macrophylla), dan waru (Hibiscus tiliaceus). Setelah dua tahun berjalan, tanaman-tanaman tersebut diinsert dengan tanaman lokal sebagai upaya pengayaan diversitas di area reklamasi.
Ada juga area-area yang langsung ditanami dengan jenis tanaman lokal tanpa didahului dengan tanaman naungan. Jenis-jenis tanaman lokal yang cocok untuk reklamasi tambang batu bara adalah binuang laki (Duabanga moluccana), kahoi (Shorea balangeran), jelutung (Dyera costulata), dan kapur (Dryobalanops aromatica).
Beberapa kriteria umum dalam pemilihan jenis-jenis tanaman untuk reklamasi lahan pasca tambang batu bara adalah kemampuannya bertahan dalam kondisi yang kering dan terpapar matahari langsung, kemampuannya memperbaiki struktur tanah yang keras dan tidak subur, memiliki kemampuan mempercepat pemulihan ekosistem lahan pasca pertambangan, serta yang utama dan penting adalah kemampuannya meningkatkan biodiversitas di area tersebut.
Tanaman yang mampu beradaptasi dalam lingkungan kering dan terpapar matahari akan membantu memulihkan struktur tanah melalui sistem perakarannya dalam membentuk porositas tanah. Serasah yang dihasilkannya juga sekaligus membantu dalam membentuk top soil tanah dan melancarkan siklus hara dalam tanah. Keberadaan tanaman di area reklamasi pasca tambang juga akan membantu memulihkan biodiversitas dengan cara menginisiasi kehidupan melalui datangnya mikroba dan hewan tanah, serangga, burung, hingga tentunya nanti berbagai jenis mamalia yang dulunya hidup di area tersebut.
Pulihnya jasa layanan ekosistem di area reklamasi, menjadi poin penting keberhasilan program reklamasi yang dilakukan. Maka, pemilihan jenis tanaman yang ditanam di dalam area reklamasi menjadi penting untuk dilakukan.
Salah satu jasa layanan ekosistem yang diharapkan pulih semaksimal mungkin adalah kemampuan area tersebut dalam menyimpan cadangan karbon. Berdasarkan penelitian Fauziah dkk. (2021), tanaman naungan berperan membantu meningkatkan cadangan karbon tersimpan di dalam area reklamasi. Area dengan tanaman naungan, jelas memiliki cadangan karbon yang relatif lebih besar dibandingkan dengan area reklamasi yang ditanam tanpa naungan.
Besaran biomassa dalam suatu area, selain dipengaruhi jumlah pohon, juga dipengaruhi oleh ukuran diameter pohon tersebut, sehingga tanaman naungan yang memiliki sifat cepat tumbuh, akan menghasilkan biomassa yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman insert yang rata-rata merupakan jenis klimaks dengan pertumbuhan yang lambat.
Beberapa catatan menarik yang kami petik mengikuti proses reklamasi lahan pasca tambang oleh beberapa perusahaan tambang selama lebih dari 10 tahun terakhir, terangkum di bawah ini:
- Jabon merupakan pilihan tanaman naungan yang cukup menarik untuk tetap Selain karena jenis ini asli Indonesia, tanaman jabon mampu menyimpan cadangan karbon yang cukup tinggi. Tanaman jabon mengalami peningkatan kenaikan jumlah stok karbon tersimpan sebesar 39 kilogram per tahun, sedangkan tanaman sengon laut, yang notabene merupakan tanaman asing, hanya sebesar 22 kilogram per tahun. Meskipun pada usia empat tahun, tanaman trembesi memiliki nilai cadangan karbon terbesar (140 kilogram) bila dibandingkan dengan jabon yang hanya 50 kilogra, namun sebagai tanaman asli Indonesia, jabon tetap lebih unggul.
- Binuang lakik atau Duabanga moluccana, merupakan jenis tanaman lokal yang berperan sebagai tanaman naungan, sekaligus sebagai tanaman insert. Tanaman ini juga memiliki kemampuan cukup besar sebagai penyimpan karbon. Pada usia tiga tahun, tanaman ini mampu menyimpan karbon 30 kilogram. Cara penyemaian bijinya cukup unik. Berdasarkan pengalaman tim reklamasi, biji Duabanga moluccana segera berkecambah ketika disemaikan pada media batu bata, sementara jika dikecambahkan di tanah, daya kecambahnya sangat rendah.
- Laban (Vitex pinnata) merupakan jenis lokal dengan kemampuan menyimpan karbon terbesar dibandingkan dengan jenis lainnya. Pada usia tiga tahun, Vitex pinnata yang masuk ke dalam kelompok merah IUCN dengan kategori least concern, dapat menyimpan karbon sebanyak 13,38 kilogram. Jenis lainnya, seperti Palaquium gutta, dengan status konservasi near threatened, hanya memiliki simpanan karbon 3,28 kilogram.
- Jenis tanaman lokal menarik lainnya adalah kahoi. Kahoi hanya mampu menyimpan karbon 1,29 kilogram, tapi daya adaptasinya di area reklamasi cukup baik. Kahoi mampu bertahan hidup di area reklamasi tanpa adanya tanaman naungan. Selain itu, kahoi juga mampu bertahan pada area reklamasi yang tergenang air. Kahoi memiliki status konservasi IUCN yang cukup tinggi, yaitu vulnerable.
- Jenis-jenis lain yang juga kerap ditanam sebagai tanaman insert dan berstatus dilindungi dalam redlist IUCN adalah Shorea lamellata (berstatus critically endangered), Shorea leprosula (near threatened), dan Shorea smithiana (vulnerable). Selain itu banyak juga ditanam kayu ulin (Eusideroxylon zwagerii) yang berstatus vulnerable sebagai tanaman insert yang baik untuk reklamasi tambang batu bara. Akan tetapi, jenis-jenis ini tampaknya belum mampu bertahan di area reklamasi yang kondisinya ekstrem terpapar matahari dan pada kondisi tanah yang kurang subur, sehingga belum mampu menyimpan karbon yang cukup besar bila dibandingkan dengan
Memilih jenis-jenis tanaman yang tepat dalam reklamasi lahan pasca tambang sangat bermanfaat untuk mengembalikan fungsi layanan ekosistem, terutama mengembalikan peran dan fungsi hutan dalam menyimpan cadangan karbon. Namun, banyak hal lainnya pula yang dapat diraih, salah satu contohnya adalah mengonservasi jenis-jenis langka yang masuk dalam red list IUCN sebagai jenis-jenis tanaman yang dilindungi.
Ikuti percakapan tentang reklamasi lahan tambang batu bara di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN)
Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :