HUTAN kerangas adalah ekosistem hutan yang unik. Pohon-pohon di hutan ini tumbuh di lingkungan ekstrem berupa tanah asam yang miskin hara. Dalam Tropical Rainforest of the Far East karya Whitmore (1984), lantai hutan kerangas berupa tanah podsol dan tanah pasir kuarsa, dengan karakteristik miskin hara dan pH yang rendah.
Sebagian besar hutan kerangas berada di Kalimantan dengan jenis tanah podsol, pH 3-4 dan kandungan hara yang sangat rendah sehingga pohonnya tak bisa tumbuh besar dan tinggi.
Ancaman hutan kerangas, karena itu, kebakaran. Selain rentan rusak ia juga tak mudah kembali karena pertumbuhannya lambat.
Terbentuknya hutan kerangas bermula dari tumbuhnya berbagai vegetasi yang mampu bertahan hidup di lapisan miskin hara yang lama-kelamaan menghasilkan tumpukan serasah gambut di kawasan tersebut.
Komposisi vegetasi di ekosistem hutan kerangas mirip dengan vegetasi hutan rawa gambut. Komposisi flora hutan kerangas tergantung kedalaman tanah dan ketersediaan air. Secara umum jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di hutan kerangas adalah Casuarina nobilis, Cotylelobium burckii, C. Malayanum, Cratoxylum glaucum, C. Arborescens, Combretocarpus rotundatus, Dacrydium elatum. Ada juga jenis-jenis pohon famili Dipterocarpaceae seperti Shorea balangeran, S. Coriacea, dan S. Havilandii.
Hasil survey di hutan kerangas sekunder di areal dengan nilai konservasi tinggi (HCV) di salah satu perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah ditemukan enam jenis pohon dengan potensi tegakan diameter 20 sentimeter ke atas memiliki volume 9,90 m3 per hektare. Indeks keanekagaraman jenis mulai tingkat pohon sampai tingkat semai termasuk rendah. Indeks keanekaragaman jenis tingkat pohon 0,13; tingkat tiang 0,85; tingkat pancang 0,61; dan tingkat semai 0,68.
Selain jenis vegetasi, ditemukan juga tumbuhan lain yaitu kantong semar (Nephentes sp.) yang mampu tumbuh baik.
Menurut Kissinger et al (2013) setidaknya ada 36 jenis tumbuhan hutan kerangas yang menghasilkan metabolit sekunder untuk obat. Di antaranya jenis tumbuhan jungharab (Baeckea frutescens), kantong semar (Nepenthes spp.), tabat barito (Ficus deltoidea), dan senduduk (Melastoma malabathricum). Karena itu, hutan kerangas perlu dilindungi guna menjaga penyediaan bahan baku obat-obatan.
Ekosistem hutan kerangas sebagai kawasan lindung saat ini keberadaanya bermasalah karena gangguan eksternal yang menyebabkan degradasi dari struktur dan fungsi ekosistemnya. Hutan kerangas sebagian telah ditebang pohon-pohonnya dan sebagian lahannya dibakar untuk ladang tanaman pangan, hortikultura buah-buahan dan sayuran. Seperti yang terjadi hutan kerangas di Kalimantan Tengah, menurut Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa hutan kerangastelah mengalami degradasi berupa semak/belukar sebesar 52% dari total luas 84.384 hektare.
Ladang di areal bekas hutan kerangas dibiarkan telantar yang diinvasi oleh semak/belukar dan didominasi berbagai jenis paku-pakuan. Sebagian lagi hutan kerangas yang rusak menjadi area penambanganan pasir kuarsa. Penambangan pasir memperparah dampak terhadap penduduk karena memicu banjir saat musim penghujan dan kebakaran saat musim kering.
Hutan kerangas yang selalu berdampingan dengan hutan rawa-gambut memiliki manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Manfaat hutan kerangas terdiri atas fungsi: hidrologi, biokimia, dan ekologi. Struktur ekosistem hutan kerangas berupa geomorphologi, hidrologi, lahan, flora dan fauna.
Jika terjaga dengan baik, hutan kerangas memberikan manfaat nilai sosial yaitu jasa pengendalian banjir, kualitas air, rantai makanan dan bahan baku kayu, tempat tinggal ikan dan aneka satwa lain.
Manfaat besar hutan kerangas bagi manusia adalah nilai komersial dan pendukung kehidupan berkelanjutan. Jika hutan rawa-gambut musnah, akan musnah pula hutan kerangas.
Upaya mempertahan hutan kerangas yang tersisa bisa dilakukan menjadikannya areal konservasi. Sementara hutan kerangas yang tidak produktif segera direhabilitasi dengan jenis-jenis pohon endemik. Hutan kerangas dalam area perkbunan perlu dijadikan areal lindung untuk menjaga keanekaragaman hayatinya.
Jika area hutan kerangas telah dikuasai masyarakat, pemerintah bisa mendorongnya menjadihutan desa dan pemanfaatannya diarahkan untuk tujuan wisata dan sumber tumbuhan obat tradisional. Sebab hutan kerangas yang pulih bisa menjadi serapan karbon yang sesuai dengan mitigasi iklim sektor lahan dalam program FOLU net sink 2030.
Ikuti percakapan tentang hutan kerangas di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :