Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 14 Agustus 2023

Lumut: Kunci Mengatasi Krisis Iklim

Lumut punya peran besar mencegah krisis iklim. Bagaimana?

Lumut memegang peran penting dalam melawan perubahan iklim (foto: unsplash.com/Tobias Stonjeck)

TUMBUHAN punya peran penting bagi ekosistem. Salah satunya lumut. Karena itu lumut juga menjadi kunci mencegah krisis iklim.

Namun, para petani acap menggolongkan lumut sebagai hama. Kemampuan adaptifnya membuat lumbut bisa tumbuh di berbagai tempat, mulai dari tanah, batu, hingga tembok rumah tanpa ditanam.

Konstruksi Kayu

Lumut adalah tumbuhan tertua di bumi yang ada sejak 450 juta tahun lalu. Ia telah ada sebelum tumbuhan berkayu muncul. Ia adalah nenek moyang dari tumbuhan berpembuluh hari ini. Kini, ada sekitar 12.000 hingga 15.000 spesies lumut di bumi.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada Mei 2023, tanah berlumut di bumi ini berpotensi menyimpan 6,43 miliar ton karbon dioksida lebih banyak dibanding tanah tanpa lumut. Jumlah tersebut setara dengan 6 kali emisi karbon tahunan manusia yang dihasilkan dari konversi lahan, seperti deforestasi, urbanisasi, dan sebagainya.

Tak hanya menyerap karbon, tanah yang diselimuti lumut memiliki kandungan nutrisi yang lebih kaya, laju dekomposisi yang lebih cepat, dan memiliki lebih sedikit patogen tanah dibanding tanah tanpa lumut.

Layaknya hutan dan pohon, lumut juga membantu menstabilkan iklim mikro di sekitarnya. Seperti spons, lumut bisa menyerap air 20 kali lebih banyak dari berat tubuhnya dan membantu menjaga kelembaban udara. Lumut juga membantu membersihkan udara dari polutan. Beberapa jenis lumut memiliki kemampuan menyerap amonia dari emisi kendaraan. Beberapa dapat menyerap dan mengendapkan logam berat.

Kelebihannya lagi, lumut dapat tumbuh di berbagai kondisi lingkungan. Ia bisa bisa tumbuh di tanah bersalju hingga lokasi semi-arid. Dia memiliki kemampuan untuk menurunkan metabolisme tubuhnya, sehingga bisa bertahan di lingkungan ekstrem. 

Bahkan, setelah erupsi gunung St. Helens pada awal 1980, lumut menjadi tanaman pertama yang tumbuh. Setelah lumut, tumbuhan lainnya mulai muncul. Hal tersebut menandakan, lumut punya peran vital sebagai tanaman pionir dan restorasi ekosistem.

Saat ini, lumut menyelimuti area seluas 9,4 juta kilometer persegi, atau area seluas Kanada, di bumi. Dengan luas sebesar itu, lumut memiliki dampak signifikan bagi keanekaragaman hayati tanah dan jasa ekosistem, salah satunya sebagai penyerap karbon dan pengendali krisis iklim.

Baru-baru ini, salah satu perusahaan asal Jerman, Green City Solution, yang coba berinovasi dengan lumut. Mereka berinovasi dengan membuat saringan lumut untuk menyaring udara kotor di perkotaan. Saringan ini bisa dipasang di berbagai fasilitas perkotaan, seperti bangku, halte, tiang, dan lain sebagainya.

Berdasarkan perhitungan Green City, area lumut seluas 60 x 80 sentimeter dapat menyerap 1 kilogram CO2 per tahun dan membantu mereduksi temperatur wilayah urban. Lumut, dengan begitu, bisa menjadi solusi mereduksi emisi karbon perkotaan.

Penemuan tersebut menunjukkan jika organisme kecil sekalipun memiliki peran dalam ekosistem. Para peneliti juga menyebutkan setiap organisme memainkan peran untuk memperbaiki ekosistem. Kita harus memetakan peran dari setiap jenis organisme untuk menyusun rencana mitigasi iklim yang lebih matang.

Ikuti perkembangan terbaru tentang lumut di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain