AKHIR-akhir ini kota-kota di Indonesia, terutama Jakarta dan kota-kota aglomerasi, sedang dikepung udara kotor. Pencemaran udara membuat sejumlah kota dinobatkan sebagai kota dengan polusi udara terberat di dunia.
Laporan Inventarisasi Pencemar Udara DKI Jakarta Tahun 2020 menyebut terdapat lima sumber pencemar udara yang menjadi kontributor tingginya konsentrasi polutan udara di Ibu Kota. Antara lain sektor industri energi, sektor industri manufaktur, transportasi, komersial dan sektor domestik. Tingginya konsentrasi zat pencemar di perkotaan menjadi masalah karena mengancam kesehatan penduduk kota.
Ada beberapa mitigasi yang bisa dilakukan untuk mengendalikan pencemaran udara di atmosfer, yang memerlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Transisi energi, meningkatkan pemantauan lokal secara kontinyu dan realtime, pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, menyediakan sistem transportasi umum yang nyaman bagi masyarakat adalah beberapa cara memperbaiki kualitas udara di perkotaan.
Yang tak kalah penting adalah memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) atau memperbanyak tanaman di hutan kota yang memiliki kemampuan menyerap polutan menjadi salah satu solusi yang dapat diterapkan.
Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, per 2015 DKI Jakarta memiliki hutan kota seluas 181,28 hektare yang tersebar di 69 lokasi. Selain itu, Jakarta juga memiliki kawasan hutan lainnya seperti hutan lindung dan hutan konservasi yang masing-masing memiliki luas 44,76 hektare dan 227,34 hektare.
Jika catatan itu benar, luas hutan kota Jakarta hanya 0,7% dari luas Ibu Kota. Padahal, ruang hijau yang ideal bagi sebuah kota seluas 30% dari luas wilayah atau 19.845 hektare bagi Jakarta. Menurut Pemerintah Kota Jakarta, luas ruang terbuka hijau (RTH) baru 9%.
Beberapa hutan kota yang tersebar di berbagai lokasi tersebut memiliki fungsi dan tujuan, seperti hutan kota di Srengseng, Jakarta Barat, yang menjadi kawasan lindung bagi flora dan fauna serta kawasan rekreasi yang terbuka untuk umum, dan hutan kota Kemayoran untuk menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi masyarakat sekitar.
Hutan kota yang di dalamnya terdapat banyak pohon memiliki manfaat higienis bagi lingkungan. Berbagai jenis pohon mampu mengurangi polutan seperti ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), serta partikel halus atau PM2.5 dan PM10. Menurut David Nowak, ilmuwan senior yang bekerja di USDA Forest Service, pohon memiliki kemampuan menghapus polutan di atmosfer dengan intersepsi partikel pada permukaan tanaman, dan menyerap polutan melalui stomata daun.
Cara kerja pohon dalam mencegah polusi udara adalah mengendalikan partikel halus pada permukaan daun atau batang, yang kemudian akan dicuci oleh air hujan. Sementara polutan yang berbentuk gas akan berdifusi ke ruang antar sel dan bereaksi dengan permukaan bagian dalam daun.
Pohon menjadi ekosistem yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengurangi polutan di perkotaan. Pohon di dalam hutan kota mampu meningkatkan kualitas udara baik secara langsung maupun tidak langsung. Pohon memiliki peran penting secara langsung dalam mengurangi polutan karena dianggap sebagai “paru-paru” ekosistem yang dapat menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen.
Bahkan, seorang ahli fisiologi tumbuhan asal Italia menyebutkan pohon bertindak sebagai “hati” karena mampu menyerap polutan melalui daunnya. Sedangkan secara tidak langsung, pohon mampu mengurangi suhu lingkungan sehingga akan berpengaruh terhadap besar konsentrasi polutan.
Berbagai jenis pohon telah tumbuh di hutan kota DKI Jakarta. Di hutan kota Srengseng banyak kita jumpai pohon berukuran besar seperti akasia, jati, dan mahoni. Pada buku petunjuk teknis penanaman spesies pohon penyerap polutan udara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan pohon akasia memiliki kemampuan menyerap karbon monoksida sebesar 48,68 kilogram per pohon per tahun, menyerap nitrogen dioksida (NO2) sebesar 12,2 mikrogam (µg) per gram. Pohon jati mampu menyerap karbon monoksida sebesar 135,27 kilogram per pohon per tahun. Pohon mahoni mampu menyerap karbon monoksida lebih besar dari pohon jati dan akasia yaitu sebesar 295,73 kilogram per pohon per tahun.
Sementara itu, pohon yang mampu menyerap debu tertinggi adalah asam kranji sebesar 76,3 gram per meter kubik, trengguli 48 gram per meter kubik, serta kembang merak sebesar 46,3 gram per meter kubik.
Telah banyak riset yang menyatakan bahwa keberadaan pohon terutama di perkotaan mampu mengurangi berbagai jenis polutan di atmosfer. Dalam sebuah pemodelan atau simulasi komputer yang menggunakan data lingkungan setempat, telah dihitung bahwa pohon dan hutan mampu menghilangkan sekitar 17,4 juta ton polutan, dengan nilai efek kesehatan manusia mencapai US$ 6,8 miliar.
Dalam sebuah studi juga disebutkan bahwa total vegetasi yang ada di Inggris mampu mengurangi konsentrasi PM2.5 dan PM10 sebesar 10% dan 6%, konsentrasi O3 sebesar 13%, konsentrasi NH3 sebesar 24%, dan mengurangi konsentrasi SO2 sebesar 30%.
Riset lain oleh Selmi dkk pada 2016 menyebutkan bahwa pepohonan yang ada di kota Strasbourg, Prancis, setiap tahun mampu menghilangkan 12 ton PM10, 5 ton PM2.5, 14 ton NO2, 56 ton O3, 1 ton CO dan 1 ton SO2.
Melihat betapa pentingnya peran pohon dalam mengurangi keberadaan polutan di perkotaan, sudah saatnya kita menyadari juga betapa pentingnya pelestarian lingkungan melalui pengelolaan pohon dan hutan kota atau ruang terbuka hijau yang ada di perkotaan. Pohon dan hutan kota telah menjadi aset yang sangat berharga bagi masyarakat karena kemampuannya dalam meningkatkan kualitas udara di perkotaan.
Ikuti percakapan tentang hutan kota di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti pencemaran udara dan emisi karbon di Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :