Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 12 September 2023

Penyebab Bencana di Banjarnegara

Banjarnegara acap dilanda banjir dan longsor. Metode pertanian yang keliru.

Terasering lahan pertanian tanaman semusim Banjarnegara, Jawa Tengah (Foto: Jalma Giring Sukmawati)

PETANI di Banjarnegara, Jawa Tengah, masih asing dengan kata “hulu”. Dalam sebuah terungkap sebagian besar petani di daerah ini tidak menyadari bahwa pengolahan lahan di hulu akan memengaruhi daerah di bawahnya. Mereka pun jadi sembrono mengolah lahan karena keterbatasan pengetahuan itu.

Berita banjir dan longsor di Banjarnegara pun kerap terdengar setiap tahun. Kendati demikian, bukit hingga sempadan sungai tetap dikonversi menjadi lahan pertanian. Alih fungsi lahan itu makin parah dengan adanya fenomena NIMBY (not in my backyard)—istilah yang populer untuk menggambarkan ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar mereka. NIMBY terjadi akibat masyarakat tak mendapatkan dampak secara langsung dari apa yang mereka lakukan terhadap lingkungan.

Konstruksi Kayu

BPS Banjarnegara mencatat pada 2023, Kalibening paling sering dilanda banjir. Kecamatan ini berada di hilir Banjarnegara. Banjir juga diikuti longsor jika hujan karena kelerengan daerah ini tergolong curam.

Sektor pertanian yang berkembang pesat membuat perubahan lahan di Banjarnegara meningkat. Tutupan pohon semakin berkurang karena ditebang dan diubah menjadi tanaman semusim. Turunnya kualitas tanah tak terhindarkan karena tidak dibarengi upaya konservasi. Insektisida dalam dosis tinggi membuat tanah yang merana kian kehilangan unsur hara.

Sebuah hasil penelitian menyatakan edukasi untuk mengurangi sikap bodo amat hanya berperan menyebarkan informasi, belum sampai mengubah perilaku seseorang. Kendati begitu, edukasi tetap perlu dengan menyasar anak-anak melalui pendidikan di bangku sekolah formal dan nonformal.

Sekolah formal dapat menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar dalam menanamkan pengetahuan konservasi tanah dan air. Sekolah informal, seperti pondok pesantren, majelis taklim, sanggar, dan kelompok bermain juga dapat berperan dalam membangun karakter penduduk agar lebih peduli lingkungan.

Menurut studi itu, NIMBY dapat dihadapi dengan meningkatkan partisipasi sosial, yakni melibatkan petani dalam program konservasi oleh lembaga pemerintah. Pendekatan ke komunitas petani bisa melalui penyuluhan di berbagai jenis forum sosial dan keagamaan yang ada di Banjarnegara.

Dengan kerangka kerja penyuluhan yang dibuat untuk memfasilitasi diskusi jangka panjang, peserta harus didorong aktif berbagi informasi dan menjaga diskusi tetap terbuka. Pada kesempatan tersebut, persepsi dan kegiatan para petani perlu digali secara mendalam. Tujuannya adalah untuk mengetahui kebutuhan petani dalam menerapkan teknik konservasi tanah dan air (KTA) secara mandiri dan berkelanjutan di lahan mereka.

Dalam tataran lebih lanjut, peningkatan partisipasi sosial bisa dilakukan melalui skema insentif finansial dalam bentuk pembukaan lapangan pekerjaan dan pemungutan pajak tanah.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga perlu memberlakukan sistem pajak tanah dengan memungut pajak rendah bagi pemilik lahan yang menerapkan konservasi tanah dan air, sedangkan petani dengan lahan garapan tanpa KTA dikenakan pajak yang tinggi. Disinsentif ini perlu monitoring dan evaluasi agar insentif dan disinsentif itu tetap terkontrol.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah daratan dengan batasan topografis berupa punggung bukit dan memiliki jaringan sungai di dalamnya. Jika ada gangguan pada salah satu komponen akan berdampak pada komponen lainnya karena ekosistem DAS saling terkait dan berinteraksi.

Banjarnegara merupakan hulu DAS Serayu. Rehabilitasi DAS dengan meningkatkan jumlah pohon di dalam kawasan. Agroforestri (wanatani) dapat menjawab kebutuhan revegetasi lahan dengan tanaman berkayu di lahan yang telah dibudidayakan. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan P.70/Menhut-II/2008, target kerapatan minimal tanaman rehabilitasi adalah 400 batang per hektare dengan jarak tanam 5x5 meter atau disesuaikan dengan jenis tanamannya.

Selain jenis tanaman, pola agroforestri perlu mempertimbangkan kondisi lahan yang rawan longsor, curah hujan yang tinggi, dan kebutuhan warga akan hasil pertanian. Berdasarkan pertimbangan tersebut, sistem tanam jalur dengan pola tumpang sari (mixed planting) dapat diterapkan di Banjarnegara. Jenis-jenis pohon yang direkomendasikan untuk lahan agroforestri tersebut adalah sengon (Falcataria falcata (L.) Greuter & R.Rankin), sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg), nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.), durian (Durio zibethinus L.), dan kopi (Coffea arabica L.).

Kegiatan pertanian di Banjarnegara sudah merambah ke kawasan sempadan sungai. Rehabilitasi lahan di kawasan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pola trees along the border atau menanam pohon pada batas kepemilikan lahan (pematang sawah). Guna memenuhi target jumlah pohon rehabilitasi, pola tersebut perlu disandingkan dengan pola riparian buffer strips.

Lebar riparian buffer strips minimal 15 meter di kanan dan kiri sungai yang terdiri dari tiga zonasi. Zona satu berada paling dekat dengan air sungai yang berfungsi untuk menjaga kestabilan tanah. Di zona satu rekomendasi tanamannya adalah bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer) dan bambu tali (Gigantochloa apus (Schult.f.) Kurz) yang merupakan jenis natif dengan nilai ekonomi tinggi.

Zona dua sebagai habitat satwa liar dan penyerap polutan dari lahan pertanian. Jenis tanaman yang direkomendasikan untuk zona ini adalah kopi. Sementara zona tiga sebagai lapisan pertama penyerap polutan dari lahan pertanian dapat ditanami jenis rumput pakan ternak.

Selain agroforestri, teknik konservasi tanah dan air juga harus diterapkan di setiap lahan pertanian. Sistem terasering memang telah banyak diaplikasikan oleh petani Banjarnegara. Namun, jenis dan bentuk teras belum sesuai kaidah KTA. Mayoritas petani membuat kemiringan teras mengarah ke dasar lereng sehingga kemiringan lahan menjadi semakin curam. Padahal, cara ini membuat kentang semakin cepat membusuk.

Penyuluh perlu memperkenalkan bentuk teras gulud dan bangku yang benar. Teras perlu dilengkapi dengan saluran, pembuangan air (SPA), terjunan, dan rorak agar air tidak menggenangi bidang olah. Kelengkapan teras juga mesti didesain untuk menurunkan erosi sehingga tidak banyak bahan organik dan nutrisi tanah yang hilang terbawa air.

Juga pemakaian mulsa organik. Selain sebagai sumber unsur hara, mulsa organik mampu menahan laju aliran permukaan penyebab erosi. Dengan disertai penerapan terasering yang baik dan benar, pengaturan air pada lahan akan terjadi dengan cepat sehingga tetap cocok untuk tanaman kentang.

Kunci keberhasilan rehabilitasi lahan adalah partisipasi sosial. Konsep ini sejalan dengan upaya menangkal fenomena sikap bodo amat petani terhadap kondisi lingkungan mereka. Tantangannya adalah bagaimana menarik animo petani untuk terus berperan aktif mencanangkan program pemerintah dalam konservasi tanah dan air di lahan pertanian mereka.

Ikuti percakapan tentang konservasi tanah dan air di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti Ahli Pertama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain