MUSIM kemarau tahun ini bersamaan dengan El Niño. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah memperingatkan jauh-jauh hari bahwa suhu bumi akan naik akibat kombinasi keduanya. BMKG memprediksi El Niño akan berlangsung hingga Februari-Maret 2024.
Kombinasi kemarau dan El Niño juga menjadi pemicu kebakaran hutan, seperti kejadian 2015. Kebakaran pada tahun itu menghanguskan 2,6 juta hektare lahan.
Tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada 3.788 titik api hingga Selasa, 5 September 2023. Jumlah tersebut empat kali lebih tinggi dibanding tahun lalu. Sejauh ini, KLHK mencatat ada 90.405 hektare lahan telah terbakar sepanjang 2023. Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 499 kejadian kebakaran hutan dan lahan hingga Agustus 2023.
Menurut KLHK, ada 10 provinsi paling rawan kebakaran hutan dan lahan. Mereka adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua. Hingga September, ada 2.608 titik api yang berasal dari 10 provinsi tersebut.
Di Sumatera Selatan, luas lahan terbakar dari 1 Januari sampai 31 Juli 2023 mencapai 1.178,50 hektare. Kabupaten Ogan Kemring Ilir menjadi kabupaten yang menyumbang kebakaran hutan dan lahan terbesar di Sumatera Selatan seluas 874,0 hektare. Di Riau, lahan terbakar hingga pertengahan Agustus seluas 1.184,36 hektare. Sementara di Jambi, ada 229,54 hektare lahan terbakar hingga Agustus.
Kebakaran hutan juga terjadi di Kalimantan Barat hingga pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat bencana asap. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat mencatat luas lahan yang terdampak kebakaran hutan dan lahan mencapai 5.768,73 hektare.
Pada 31 Agustus lalu, kebakaran hutan dan lahan juga melalap 20 hektare lahan di Penajam Paser, Kalimantan Timur, lokasi Ibu Kota Nusantara. Selain itu, Nusa Tenggara Timur tercatat 40 hektare hutan dan lahan terbakar di Kecamatan Ile Bura, Flores Timur.
Selain 10 provinsi, Pulau Jawa tak luput dari ancaman kebakaran hutan. Terlebih, kebakaran hutan dan lahan sudah melanda gunung-gunung di pulau ini, seperti Gunung Arjuno, Gunung Bromo, Gunung Sumbung, Gunung Welirang, Gunung Gede, Gunung Lawu, dan Gunung Andong.
Gunung Arjuno-Welirang paling parah. Kebakaran sudah terjadi sejak 26 Agustus lalu hingga 13 September 2023, menghanguskan 4.796 hektaer lahan. Walau sudah padam, kebakaran susulan masih berpotensi terjadi mengingat bara api yang tersisa. (Baca: Peran Masyarakat Mencegah Kebakaran Hutan)
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan mencatat sejak kebakaran terjadi ada peningkatan 4.000 kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dalam sebulan sejak Juli hingga Agustus 2023. Sedangkan di Jambi, hanya dalam lima hari di awal September, telah penderita ISPA sebanyak 1.097 kasus.
Walaupun El Niño memainkan peran terhadap musim kemarau di Indonesia, ia bukan penyebab kebakaran hutan. Menurut BNBP, 90% kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh ulah manusia. El Niño hanya berperan sebagai katalis yang memperburuk kebakaran.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), kebakaran hutan banyak terjadi karena minimnya pengawasan dan penegakan hukum pemerintah. Walhi mencatat hingga Juni ada 7.875 titik api terdeteksi dan 2.080 titik api, di antaranya berada di konsensi korporasi perkebunan. Selain itu, lokasi kebakaran hutan berada di titik yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Baca: Kebakaran Hutan: Oleh dan Untuk Siapa?
Menurut Uli Arta Siagian, manajer kampanye hutan Walhi, pemerintah tidak melakukan pengawasan ketat, mengevaluasi perizinan, dan menindak korporasi yang konsesinya terbakar. Alhasil, kejadian yang sama terus berulang setiap tahunnya.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengklaim pemerintah telah memantau titik kebakaran setiap hari dan menindak korporasi yang tak bertanggung jawab. Pada September lalu, KLHK menyegel empat konsensi perusahaan di Kalimantan Barat. Mereka adalah PT MTI Unit 1 Jelai (1.151 hektare), PT. CG (267 hektare), PT. SUM (168,2 hektare), dan PT FWL (121,24 hektare).
Meski El Niño diprediksi akan berlangsung hingga Februari 2024, di Indonesia siklus cuara ini diprediksi hanya akan sampai Oktober 2023. Indonesia diprediksi akan mulai masuk musim hujan pada November 2023.
Ikuti percakapan tentang kebakaran hutan dan lahan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :