KETIKA banyak laporan dan studi yang menyebutkan penambangan pasir laut tak lestari sehingga mengancam masa depan laut, pemerintah Indonesia kembali membuka ekspor pasir laut yang disetop sejak 2003. Laporan UNEP, Badan Lingkungan Dunia, menyebutkan banyak penambangan pasir laut tak memakai manajemen dan eksploitasi berkelanjutan.
Saat ini, penghuni bumi mengeruk pasir laut sebanyak 6 miliar ton setiap tahun. Untuk mengangkut pasir sebanyak itu perlu 1 juta truk sampah. Perbandingan ini dikeluarkan Marine Sand Watch, platform data global yang mengawasi aktivitas pengerukan pasir, tanah liat, kerikil, dan batu di lingkungan laut.
Untuk mengukurnya, Marine Sand mengumpulkan informasi kapal pengeruk pasir laut melalui sinyal sistem identifikasi otomatis, kemudian diolah algoritma yang telah mereka susun dengan memakai kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Dengan begitu, peneliti Marine Sand bisa mengukur penambangan pasir laut secara lebih akurat. Selama ini tambang pasir laut sulit diukur karena berada di dasar lautan.
Banyak pelaku penambangan pasir laut menggunakan peralatan yang tak ramah lingkungan. Mereka menggunakan alat seperti vacuum cleaner raksasa yang menyedot pasir laut dalam jumlah besar. Alhasil, dasar laut menjadi tandus.
Dalam skala kecil, ekosistem laut masih bisa memulihkan dirinya sendiri. Namun, karena manusia mengeksploitasi laut dalam skala besar, ekosistem laut kehilangan kesempatan regenerasi. Habitat laut menjadi rusak, biodiversitas hilang, polusi air laut, dan wilayah pesisir menjadi lebih rentan terhadap kenaikan muka air laut.
Penambangan pasir laut semakin memperburuk kondisi ekosistem karena penambangannya dilakukan di area dengan keanekaragaman hayati tinggi, di Laut Utara, Asia Tenggara, dan Pesisir Timur Amerika Serikat. Di Indonesia, penambangan pasir telah menimbulkan dampak bagi para nelayan dan masyarakat pesisir.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebutkan ekspor pasir laut akan memperluas penambangan pasir laut dan mengancam masa depan perikanan Indonesia. Menurut Kiara, kebijakan ekspor pasir laut akan berdampak pada setidaknya 2,7 juta masyarakat Indonesia yang bergantung pada sektor perikanan dan kelautan.
Seperti di Sulawesi Selatan. Menurut perhitungan Kiara, pengerukan pasir laut telah menganggu kegiatan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan sebanyak dua pertiga sejak pengerukan pasir laut dilakukan pada Februrari 2021.
Dampak serupa juga dirasakan oleh masyarakat Pulau Rupat, Riau. Penambangan pasir laut di sini membuat hasil tangkapan laut nelayan menurun. Sebelum ada penambangan pasir laut, nelayan mampu menjaring 10-20 kilogram ikan setiap hari. Sejak pengerukan pasir terjadi, mereka hanya bisa mendapat 1-2 kilogram per hari. Pulau Rupat termasuk dalam pulau kecil yang berpotensi tenggelam jika pengerukan terus terjadi.
UNEP menawarkan solusi mengurangi tekanan pada laut akibat eksploitasi pasir laut dengan mengurangi pemakaian pasir dan sumber daya lainnya. Alih-alih menggunakan sumber daya baru, UNEP menyarankan pemakaian material bangunan yang bisa didaur ulang.
Penambang pasir, menurut laporan UNEP, harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Mereka harus menyisakan pasir setebal 50-60 sentimeter di dasar laut untuk memastikan ambang batas kemampuan ekosistem laut tetap hidup. Ketebalan pasir laut yang tersisa juga memperbesar kemungkinan keanekaragaman hayati laut kembali setelah penambangan.
Ikuti percakapan tentang pasir laut di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :