Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 29 September 2023

Deforestasi Rawa Singkil Meningkat

Ekspansi perkebunan sawit di Rawa Singkil mengancam hidup ribuan orangutan sumatera dan satwa kunci lainnya. Perlu distop.

Deforestasi di Suaka Margasatwa Rawa Singkil terus berlanjut (foto: Rainforest Action Network)

SUAKA Margasatwa (SM) Rawa Singkil di ekosistem Leuser menjadi unik dan berharga karena memiliki populasi orangutan sumatera terpadat di dunia. Namun, satwa liar dan langka terancam karena habitat mereka tertekan oleh deforestasi dan ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Laporan terbaru Rainforest Action Network (RAN), LSM berbasis di Amerika Serikat, menyebutkan perkebunan kelapa sawit dan perusakan ekosistem gambut tak terlihat akan berhenti di Rawa Singkil. Dengan melihat satelit dan drone, RAN menemukan kanal baru sepanjang 26 kilometer telah digali selama 2023. Jumlah tersebut meningkat 9 kilometer dibanding 2022.

Konstruksi Kayu

“Saat ini vegetasi sudah dibersihkan dan gambut telah dikeringkan untuk membuat kanal baru. Memang belum ada tanda tanaman kelapa sawit baru, tapi melihat wilayah sekitarnya yang merupakan perkebunan sawit, sudah hampir pasti pembersihan lahan dan pembangunan kanal untuk perkebunan kelapa sawit baru," kata Gemma Tillack, Direktur Kebijakan RAN.

Saat ini saja, perkebunan kelapa sawit ilegal di Rawa Singkil seluas 300 hektare. Dengan adanya kanal baru, potensi kehilangan hutan di suaka margasatwa Rawa Singkil akan semakin bertambah.

Pada 2022, berdasarkan data Tree Map, ekosistem Rawa Singkil kehilangan 700 hektare hutan rawa gambut. Luas tersebut tujuh kali lebih besar dari luas kompleks Monumen Nasional (Monas). Jumlah tersebut juga 12 kali lebih besar dibanding di 2021 dan menjadi kehilangan hutan terbesar di ekosistem Rawa Singkil sejak 2001.

Sementara pada 2023 nasibnya juga tak berbeda jauh. Pada enam bulan pertama, ekosistem Rawa Singkil telah kehilangan 372 hektare hutannya, berdasarkan analisis satelit Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA). Jumlah tersebut meningkat 57% dibanding semester pertama 2022. Jika ditotal selama 5 tahun, ekosistem Rawa Singkil telah kehilangan 1.324 hektare.

Kerusakan hutan ekosistem Rawa Singkil tentu menimbulkan kekhawatiran. Sebab, di saat tren deforestasi menurun di kebanyakan wilayah Indonesia, deforestasi Rawa Singkil justru meningkat. Selain itu, masa depan orangutan sumatera juga semakin terancam. Mengingat ada 1.500 individu orangutan sumatera tinggal di Rawa Singkil. Jumlah tersebut 10% dari total populasi orangutan Indonesia saat ini.

Tak hanya orangutan sumatera, ekosistem Rawa Singkil juga menjadi habitat bagi spesies kunci terancam punah lainnya. Sebut saja gajah sumatera, badak sumatera, dan harimau sumatera. Apalagi, Rawa Singkil merupakan satu dari sedikit hutan gambut tersisa terbesar di Sumatera. Kerusakannya akan melepas karbon yang banyak dan memperburuk krisis iklim.

“Situasi saat ini sangat kritis. Kita butuh tindakan segera untuk mengintervensi dan menghentikan deforestasi dan pembangunan kanal di Rawa Singkil,” kata Gemma Tillack.

Meski Rawa Singkil begitu penting, belum ada satupun program yang didesain untuk mengakhiri deforestasi di ekosistem Rawa Singkil. Laporan Kompas menunjukkan bahwa perkebunan sawit ilegal di Rawa Singkil dikendalikan oleh elite lokal. Mereka memiliki sumber daya finansial yang memadai dan dapat membayar masyarakat lokal untuk membersihkan lahan dan menanam sawit di dalam ekosistem Rawa Singkil.

Saat ini, pemerintah sedang mengupayakan mencegah perkebunan sawit ilegal di Rawa Singkil. “Sejak Juli, pemiliki kebun sawit ilegal harus membayar denda dan mengembalikan wilayahnya ke pemerintah. Pemerintah juga telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan masalah perkebunan sawit ilegal di suaka margasatwa Rawa Singkil," kata Taufik Syamsuddin, analis ekosistem hutan di Kementerian LHK.

Ikuti percakapan tentang deforestasi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain