Untuk bumi yang lestari

Pojok Restorasi| 01 Oktober 2023

Konservasi Pohon Cendana di Luar Habitatnya

Konservasi pohon cendana perlu di luar habitatnya. Mencegah kepunahan di alam.

Penyerbukan bunga cendana (Foto: Harry Budi Santoso)

PENEBANGAN pohon cendana yang berlebihan akibat kebutuhan yang tinggi dan ketersediaan di alam yang semakin berkurang membuat jenis pohon ini semakin langka. Menurut IUCN, pohon cendana tergolong jenis yang terancam punah.

Pohon cendana (Santalum album) tumbuh alamiah di Nusa Tenggara Timur. Pohon ni mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena kandungan minyak asiri yang dikenal dengan nama santanol dalam batang, cabang, maupun akar pohon tersebut. Saat ini harga kayu cendana berkisar antara Rp 300.000-600.000 per kilogram.

Konstruksi Kayu

Penyelamatan cendana secara in-situ dengan memperbanyak tanaman cendana di habitatnya maupun secara ex-situ di luar habitat merupakan strategi untuk mencegah kepunahan. Namun, untuk jenis pohon yang tertekan oleh penebangan konservasi in situ kurang tepat mengingat pemahaman masyarakat belum memadai. Sementara pengawasan instansi pemerintah kurang intensif.

Upaya pelestarian cendana dengan konservasi ex-situ coba dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pelestarian cendana secara ex-situ membutuhkan biaya yang besar untuk mengoleksi biji dan pembangunan sarana prasarana.

Cendana beregenerasi secara generatif melalui penyerbukan alami. Beberapa penelitian melaporkan bahwa jenis ini mempunyai tingkat keberhasilan reproduksi atau pembentukan biji yang sangat rendah.

Proses biologi alamiah cendana yang berasal dari Alor, Sumba, Timor, dan Jawa di plot konservasi ex-situ di KHDTK Watusipat, Gunung Kidul, Yogyakarta, hanya 11,2%. Rendahnya keberhasilan reproduksi ini juga terjadi lokasi Wanagama, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan rendahnya pembentukan biji yang menghambat proses regenerasi cendana antara lain:

Pertama, ketidaksamaan pembungaan cendana dalam suatu populasi. Secara umum cendana yang terdapat di Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Timur maupun di Jawa, mempunyai puncak pembungaan pada Juni dan Oktober, namun pembungaan juga dijumpai pada bulan Mei-Juli dan Desember-Januari.

Persentase jumlah pohon cendana yang berbunga dalam satu populasi di KHDTK Watusipat hanya 38%, sedangkan di Wanagama hanya 18% dan tidak serempak antar satu pohon dengan yang lainnya. Sedikitnya jumlah pohon yang berbunga dan ketidakserempakan pembungaan ini membuat terbentuknya kabut tepung sari (pollen) pada suatu populasi, sehingga penyediaan pollen guna menunjang terjadinya penyerbukan alam menjadi terbatas.

Kedua, bunga cendana berukuran kecil, dengan struktur pembungaan berbentuk malai dan kemasakan kuncup bunga yang tidak serempak dalam satu malai. Hal ini menyebabkan probabilitas penyerbukan baik antar bunga dalam satu malai maupun antar malai dalam satu pohon sangat besar.

Bunga cendana yang mengalami penyerbukan sendiri pada umumnya akan gugur dan tidak bisa berkembang menjadi buah, karena cendana mempunyai mekanisme ketidakcocokan berkawin sendiri (self-incompatible). Akibatnya jumlah biji cendana yang dihasilkan akan sedikit. Bunga yang berkawin sendiri mempunyai keberhasilan reproduksi yang rendah sebesar 0,65-1,5%.

Ketiga, pollen atau tepung dari cendana bersifat lengket (sticky pollen), sehingga penyerbukan antar pohon hanya bisa dibantu oleh serangga sebagai agen penyerbuk.

Keempat, ketidakserempakan pembungaan dan struktur bunga cendana menyebabkan peran serangga sebagai penyerbuk sangat diperlukan. Ketidakserempakan pembungaan menyebabkan ketertarikan serangga mendatangi bunga berkurang karena tidak ada kelimpahan pollen sebagai sumber pangan, ukuran bunga yang kecil juga membuat ketersediaan nektar sebagai makanan serangga terbatas. Keterbatasan jumlah serangga penyerbuk, menyebabkan kegagalan terbentuknya buah karena ketiadaan penyerbukan silang.

Untuk mendukung proses regenerasi cendana, khususnya di kebun konservasi ex-situ, perlu meningkatkan keberhasilan reproduksinya. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain dengan:

(1) melakukan stimulasi pembungaan baik dengan cara mekanik dengan pelukaan batang ataupun pemberian pupuk dan hormon perangsang pembungaan. Hormon perangsang pembungaan seperti paclobutrazol merupakan hormon yang yang pernah dicobakan dan berhasil pada jenis Eucalyptus dan Melaluca alternifolia. Hormon ini juga umum digunakan pada tanamanan jenis Gymnospermae untuk meningkatkan pembungaan,

(2) membangun sarang-sarang lebah di kebun konservasi karena serangga jenis lebah merupakan potensial agen penyerbuk cendana,

(3) tidak melakukan pembersihan gulma pada saat musim pembungaan karena serangga bersarang di tanaman semak atau gulma. Bunga-bunga yang terdapat di gulma menjadi salah satu daya tarik serangga mendatangi populasi tersebut. Sehingga secara tidak langsung akan membantu penyerbukan pada tanaman cendana.

Konservasi ex-situ pohon cendana penting, tapi perlu tata cara agar ia bisa berkembang di luar habitatnya untuk mencegah pohon bernilai tinggi ini punah di alam.

Ikuti percakapan tentang konservasi pohon cendana di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti Utama pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Peneliti Madya pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain