Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 11 Oktober 2023

Krisis Iklim Membuat 40% Amfibi Terancam Punah

Dua dari lima spesies amfibi terancam punah akibat krisis iklim. Salamander paling rentan.

Perubahan iklim dorong kepunahan amfibi (foto:unsplash.com/Wallace Heng)

PADA 1950-an, bagian tenggara Jawa Barat adalah daerah rawa yang dikenal dengan Rawa Lakbok. Rawa Lakbok menjadi habitat utama ikan air tawar dan beragam fauna akuatik, seperti amfibi. Begitu juga dengan di Jakarta. Duri dulu adalah area rawa yang dihuni banyak amfibi.

Kini, kedua rawa itu sudah tak ada, berubah menjadi permukiman, bangunan, dan rumah. Fauna akuatik dan amfibi yang biasa bernyanyi di malam hari juga hilang.

Konstruksi Kayu

Perubahan fungsi lahan memicu krisis iklim. Krisis iklim akibat pemanasan global kian memicu kepunahan spesies, terutama hewan air seperti amfibi.

Berdasarkan studi di jurnal Nature, amfibi adalah kelompok organisme paling terancam punah kedua di dunia setelah kelompok pakis akibat perubahan iklim. Amfibi juga menjadi kelas vetebrata paling terancam punah secara global.

Studi tersebut mengevaluasi 8.011 spesies amfibi, 92,9% dari total spesies amfibi yang telah dideskripsikan di dunia. Dari 8.011 spesies tersebut, para peneliti menemukan jika 40,7% berada dalam ancaman kepunahan. Artinya 2 dari 5 spesies amfibi berada dalam ancaman kepunahan. Baik itu berstatus critically endangered, endangered, dan vulnerable.

Di antara amfibi yang terancam punah itu, salamander menjadi spesies amfibi paling rentan. Sebanyak 3 dari 5 spesies salamander berpotensi besar punah dalam jangka waktu dekat.

Krisis iklim berperan terhadap 39% penurunan populasi amfibi selama 2004-2022. Pada periode 1980-2004, krisis iklim hanya berperan hanya 1% terhadap penurunan populasi amfibi.

Selain krisis iklim, kehilangan habitat juga memberi dampak yang signifikan. Ia bertanggung jawab terhadap 37% penurunan populasi amfibi selama 2004-2022, naik 5% dibandingkan periode 1980-2004. 

Amfibi sangat rentan terhadap krisis iklim. Sebab, mereka memiliki kulit yang berpori, yang mana kulit tersebut berperan untuk respirasi dan penyerapan air. Itu adalah bentuk adaptasi mereka untuk menghadapi kondisi habitat dengan temperatur dan kelembaban yang spesifik. 

Sayangnya, adaptasi tersebut membuat mereka sensitif. Perubahan sedikit saja terhadap suhu dan kondisi lingkungan membuat mereka dehidrasi ketika musim panas dan kemarau.

Akibat lain, kemampuan amfibi menjelajah menjadi sangat terbatas. Hal ini membuat mereka seperti "tawanan iklim". Mereka tidak bisa pindah ke daerah yang lebih ramah. Satu-satunya pilihan adalah bertahan di habitat saat ini. Jika mereka tidak mampu beradaptasi, tinggal menunggu waktu sampai populasinya punah.

Krisis iklim juga ikut mengeskalasi serangan penyakit ke kelompok amfibi. Sejak dulu, serangan penyakit adalah pendorong utama penurunan populasi amfibi.

Dengan perubahan iklim, penyakit akan semakin mudah menyebar. Salah satu contohnya adalah serangan jamur chytrid, jamur yang mematikan hampir 100% dan telah menjadi pandemi di dunia amfibi.

Sejak 2004, ada empat spesies amfibi yang punah. Sedangkan 27 spesies yang saat ini termasuk terancam punah kemungkinan besar telah punah. Berita baiknya, 120 spesies amfibi telah mengalami peningkatan populasi dan berhasil keluar dari zona merah.

Amfibi merupakan bagian penting dari ekosistem. Ia berperan sebagai predator yang memakan serangga, termasuk serangga vektor penyakit seperti nyamuk. Kehadirannya membantu mengatur hama pertanian dan menghentikan penyebaran penyakit ke manusia. Selain itu, kulit amfibi yang sensitif menjadi indikator kesehatan ekosistem.

Indonesia adalah habitat lebih dari 400 spesies amfibi, sekitar 20% adalah spesies endemik. Sebanyak 10% di antaranya berada di ambang kepunahan. 

Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain