SETENGAH oksigen yang kita hirup berasal dari lautan. Sebab, laut menyimpan karbon yang sangat besar, bahkan lebih besar dari hutan hujan tropis.
Laut menyimpan sekitar 38.000 miliar ton karbon, 16 kali lebih banyak dibanding simpanan karbon yang ada di daratan. Masalahnya, peran laut itu kini terganggu oleh mikroplastik.
Diperkirakan ada sekitar 50-75 triliun mikroplastik di laut saat ini. Berdasarkan penelitian di Frontiers in Marine Science, para peneliti menemukan mikroplastik di lautan menyebabkan perubahan ekosistem dan mengurangi penyerapan karbon di lautan sebesar 4,4 gigaton karbon selama 1950 hingga 2100. Jumlah tersebut sekitar 0,24% emisi karbon yang dihasilkan manusia dalam periode tersebut.
Secara normal, karbon dioksida di atmosfer akan larut di permukaan laut. Kemudian, fitoplankton, seperti sianobakteria dan alga, akan menyerap CO2 tersebut untuk fotosintesis. Zooplankton lalu memakan fitoplankton tersebut. Fesesnya yang kaya karbon terpendam di dasar laut. Alhasil, kandungan karbon dalam feses tersebut tidak akan terlepas ke atmosfer.
Kehadiran mikroplastik membuat zooplankton mudah tertipu memakannya dibanding fitoplankton. Hasilnya, feses zooplankton yang kaya karbon akan lebih ringan. Kotoran yang lebih ringan akan lebih mudah mengapung. Akhirnya, karbon yang terkandung dalam feses tersebut lebih mudah terlepas ke atmosfer dan berkontribusi dalam pemanasan global.
Berita baiknya keberadaan mikroplastik di lautan tidak memberikan dampak dan risiko besar terhadap kelangsungan serapan karbon lautan.
Plastik tidak hanya mengganggu siklus karbon di lautan, juga mengganggu siklus oksigen dan nitrogen. Berdasarkan penelitian lain yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications pada 2021, sejak 1960, kadar oksigen laut menurun sebanyak 2%.
Kehadiran mikroplastik membantu mengakselerasi penurunan kadar oksigen laut sebanyak 0,2-0,5%. Di Samudera Pasifik Utara, mikroplastik berkontribusi terhadap penurunan kadar oksigen hingga 10%.
“Jika zooplankton memakan mikroplastik, ia akan lebih sedikit mengonsumsi fitoplankton yang jadi makanan alaminya. Hal ini menimbulkan dampak ekologis yang luas, seperti ledakan pertumbuhan alga dan berpengaruh pada kandungan oksigen di lautan,” kata Dr. Karin Kvale dari Helmholtz Centre for Ocean Research Kiel (GEOMAR) yang merupakan salah satu peneliti dari penelitian tersebut.
Dalam waktu pendek, mikroplastik tidak akan memberikan risiko signifikan. Namun, penelitian mikroplastik sangat sulit. Sebanyak 80-90% mikroplastik di lautan diprediksi tak terdeteksi karena ukurannya yang kecil.
Selain itu, hubungan antara senyawa yang dalam mikroplastik dengan biota laut juga belum banyak kajiannya. Setidaknya 13.000 komponen kimia terdapat dalam beragam jenis plastik, seperempatnya diklasifikasikan sebagai berbahaya.
Ikuti percakapan tentang mikroplastik di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :