ANCAMAN krisis iklim semakin nyata. Ratusan negara sudah berkomitmen untuk mengatasinya, dengan mencegah deforestasi sampai ke angka nol. Alih-alih menurun, deforestasi global justru naik 4% di tahun 2022, menurut laporan the Forest Declaration Assessment.
Dalam laporan tersebut disebutkan deforestasi global pada 2022 mencapai 6,6 juta hektare. Seluas, 4,1 juta hektare diantaranya terjadi di hutan primer tua yang sulit pulih.
Besaran deforestasi tersebut 33% lebih tinggi dibanding target deforestasi jika dunia ingin mencapai nol deforestasi atau zero deforestation pada 2030. Seperti yang kita tau, pada konferensi iklim COP26 di Glasgow, Inggris pada 2021, 145 negara berkomitmen untuk mengakhiri deforestasi dan memulihkan hutan di 2030.
Di negara-negara Asia, khususnya Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika, deforestasi terjadi akibat peralihan komoditas dan pertanian. Konversi hutan ke perkebunan kelapa sawit, kedelai, dan jagung menjadi penyebab utama deforestasi. Sementara di daerah beriklim temperate seperti Amerika Latin dan Eropa, kebakaran hutan menjadi faktor utama.
“Deforestasi terjadi karena kita lebih banyak berinvestasi di kegiatan yang merusak hutan dibanding berinvestasi pada kegiatan yang mendukung kelestarian hutan.” ucap Erin Matson, salah satu peneliti yang menyusun laporan the Forest Declaration Assessment.
Investasi untuk kegiatan yang merusak hutan (gray finance) mencapai US$ 675 miliar per tahun. Sangat jauh berbeda dengan investasi di sektor kelestarian hutan yang hanya $2,2 miliar per tahun.
Sementara itu, komitmen pelestarian hutan perusahaan besar di pertanian dan kehutanan masih rendah, hanya 29% perusahaan yang memiliki komitmen mengakhiri deforestasi. Juga, hanya 12% perusahaan yang memberikan laporan terbuka terkait aktivitas mereka dan komitmen mereka untuk mengakhiri deforestasi dalam rantai produksi.
Peran masyarakat adat dan komunitas lokal juga masih terkucilkan. Berdasarkan laporan Rainforest Foundation Norway, selama sepuluh tahun, hanya US$ 2,7 miliar yang mengalir untuk mendukung komunitas lokal dan masyarakat adat dalam menjaga hutan mereka. Pendanaan iklim hanya 0,74% untuk meningkatkan kapasitas masyarakat adat menjaga hutan.
Setidaknya, butuh pendanaan sekitar US$ 460 miliar dollar per tahun untuk mencegah deforestasi terus meluas. Jumlah yang masih lebih sedikit dibanding dana yang digelontorkan untuk gray finance.
Laporan kenaikan deforestasi itu juga menyebutkan jika saat ini tak ada satupun negara tropis yang membuat perubahan signifikan mencapai nol deforestasi pada 2030. Kendati begitu, 50 negara terus terus memperlihatkan upayanya untuk mengakhiri deforestasi.
Indonesia dalam 5 tahun terakhir telah secara konsisten menurunkan angka deforestasinya. Pada 2015-2016, deforestasi di Indonesia ada di angka 0,63 juta hektare. Kemudian di 2021-2022, angka tersebut menurun menjadi hanya 0,10 juta hektare.
Laju deforestasi di beberapa wilayah menurun karena sumber daya hutan yang sudah menipis di beberapa tempat, seperti Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Sedangkan di wilayah timur deforestasi meningkat 2-3 kali lipat lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Ikuti percakapan tentang deforestasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :