PADA 26 September 2023, pemerintah meluncurkan bursa karbon sebagai arena perdagangan karbon. Bursa karbon merupakan kontribusi Indonesia memerangi krisis iklim yang menjadi permasalahan global saat ini. Menurut Presiden Joko Widodo, saat membuka bursa, potensi perdagangan karbon mencapai Rp 3.000 triliun.
Pertanyaannya, apakah bisa bursa karbon membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan lingkungan secara simultan untuk menangani krisis iklim? Apakah kekhawatiran tentang greenwashing menjadi kenyataan? Apakah program-program ini hanya akan dimiliki oleh segelintir orang?
Ide perdagangan karbon pertama kali muncul dalam pembicaraan internasional tentang perubahan iklim pada tahun 1990-an. Dimulai dari Protokol Kyoto pada 1997 sebagai perjanjian internasional pertama yang menciptakan kerangka kerja mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam protokol ini, negara-negara yang memiliki target emisi harus mencapainya atau membeli kredit karbon dari negara lain yang berhasil mengurangi emisinya.
Bentuk perdagangan karbon ada beberapa macam, antara lain, mekanisme pembangunan bersih atau clean development mechanism (CDM) yang memungkinkan negara-negara dengan target emisi mendapatkan kredit karbon dengan berinvestasi dalam proyek-proyek berkelanjutan di negara-negara berkembang.
Emission Trading System (ETS) atau sistem perdagangan emisi yang melibatkan alokasi kuota emisi kepada perusahaan atau lembaga pemerintah dan memungkinkan mereka untuk memperdagangkan izin emisi. Salah satu ETS yang terkenal yaitu di Uni Eropa yang berlaku sejak 2005.
Baca: Carbon Offset Bukan Solusi Mencegah Krisis Iklim
Di Indonesia sejarah perdagangan karbon dimulai dengan meratifikasi Protokol Kyoto pada 2004. Setelah itu banyak proyek-proyek CDM yang masuk ke Indonesia termasuk di dalamnya proyek-proyek energi terbarukan, pembuatan energi dari biomassa, dan proyek pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Pada 2010, Indonesia memulai inisiatif pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan atau yang dikenal sebagai Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+). Program ini bertujuan mengurangi emisi dari sektor kehutanan, terutama melalui penghentian deforestasi dan degradasi hutan.
Selain itu di Indonesia juga ada partisipasi beberapa perusahaan dan lembaga yang secara sukarela melakukan kegiatan proyek karbon di mana mereka secara sukarela mengkompensasi emisi mereka dengan menginvestasikannya dalam proyek-proyek berkelanjutan dan mendapatkan kredit karbon sukarela.
Untuk memfasilitasi dan mendukung program tersebut pemerintah telah menyiapkan beberapa peraturan perdagangan karbon, yaitu:
- Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional;
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon;
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan; dan
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
Peraturan-peraturan tersebut menjelaskan unit karbon yang diperdagangkan pada bursa karbon terdiri dari: 1). Persetujuan Teknis Batas Atas dan Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU); 2) Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK); 3) Unit karbon lain yang ditetapkan oleh Menteri terkait.
Pengertian PTBAE adalah penetapan batas atas emisi gas rumah kaca bagi pelaku usaha dan/atau penetapan kuota emisi dalam periode penaatan tertentu bagi setiap pelaku usaha, sedangkan SPE-GRK adalah surat bukti pengurangan emisi oleh pelaku usaha dan/atau pelaku kegiatan yang telah melalui pengukuran, pelaporan dan verifikasi, serta tercatat dalam Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dalam bentuk nomor dan/atau kode registrasi.
Cara mendapatkan unit karbon pada poin 1 dan 2 dapat dilihat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 tahun 2023 tentang tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan.
Dari segi peraturan terkait bursa karbon, cukup lengkap dan terarah. Namun program ini masih tergolong baru dan belum semuanya memahami dengan benar pengertian, proses, teknis di dalam prosedur perdagangan bursa karbon tersebut.
Berkaca dari berbagai program yang telah dilaksanakan untuk menanggulangi masalah kerusakan lahan dan hutan, ada poin penting yang perlu dicatat agar program yang baru tidak bernasib sama dengan pendahulunya: (a) informasi yang lengkap dan utuh kepada stakeholder dan masyarakat terdampak program, dan (b) mencegah keterlibatan pihak yang hanya mencari keuntungan sesaat dari adanya program tersebut, meningkatkan komunikasi yang intensif dengan berbagai pihak yang terlibat, serta pengawasan dan pelaporan secara transparan dan jujur pada program yang berjalan.
Maka masih menjadi pekerjaan rumah bagi pihak-pihak yang terkait untuk mensosialisasikan program ini dengan cepat, tepat dan utuh agar tidak tereduksi maknanya dan benar teknis pelaksanaannya kepada seluruh stakeholder yang tertarik di dalam bursa perdagangan karbon ini.
Pada akhirnya, seluruh aturan dan mekanisme perdagangan karbon ditujukan untuk mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab utama pemanasan global. Emisi karbon adalah hasil aktivitas manusia. Sejak Revolusi Industri, produksi emisi karbon terus meningkat. Maka cara terbaik mencegah pemanasan global adalah menyetopnya.
Masalahnya, karena aktivitas manusia, emisi karbon tak bisa dikurangi dengan mengurangi aktivitas manusia yang kian banyak. Cara terbaik untuk menguranginya adalah dengan teknologi, yakni mengubah sumber emisi dari sektor energi dan menciptakan lebih banyak penyerapannya melalui pengurangan deforestasi.
Karena itu perdagangan karabon hanya mekanisme ekonomi memberikan insentif kepada pelindung lingkungan dan disinsentif kepada mereka yang memproduksi emisi. Karena itu, perdagangan karbon tidak bisa berlangsung selamanya. Pada satu titik ia akan berhenti karena seluruh emisi berkurang atau terproduksi sesuai kemampuan bumi menyerapnya.
Dengan begitu, bursa karbon dan perdagangan karbon hanya jalan sementara. Jalan akhir mencegah krisis iklim adalah terus mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai penyebab krisis iklim yang menjadi problem paling krusial planet bumi hari ini.
Ikuti percakapan tentang bursa karbon di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Mahasiswa program doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB University
Topik :