Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 02 November 2023

Manfaat Buah Bogem di Hutan Mangrove

Buah bogem di hutan mangrove sangat beragam. Terutama untuk pengobatan.

Buah bogem

BOGEM adalah tanaman di hutan mangrove dengan nama ilmiah Sonneratia caseolaris (L) Engl. adalah salah satu jenis tumbuhan dari famili Lythraceae dan marga Sonneratia yang menyusun ekosistem mangrove dunia. Spesies ini berhabitat di hutan bakau, membentuk tegakan murni secara alami pada tanah berlumpur dalam maupun daerah pasang surut dengan tepian lumpur.

Spesies ini cukup toleran, dapat tumbuh di kawasan bersalinitas tinggi hingga rendah, bahkan dapat tumbuh di air tawar dan tanah daratan, contohnya di Kebun Raya Bogor (Sahromi 2011). S. caseolaris memiliki sebaran yang luas, dari pantai barat India hingga Cina Selatan, hingga pulau-pulau di Samudra Pasifik. Spesies ini dapat ditemukan di Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, China (Hainan Island), India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Philippines, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, Australia Timur laut, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Kaledonia Baru, dan Maladewa. 

Konstruksi Kayu

Di Indonesia, sebaran bogem meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di Jawa Timur, S. caseolaris tumbuh di hutan mangrove di pantai Serang Blitar, Teluk Lamong Gresik, Taman Nasional Baluran dan pantai timur Surabaya.

Di Sumatera, bogem dikenal dengan nama pidada merah, di Kalimantan dikenal dengan nama rambai padi dan di Jawa Timur, lebih dikenal dengan nama bogem. S. caseolaris berhabitus pohon, dengan tinggi hingga 20 meter, memiliki akar napas vertikal seperti kerucut yang banyak dan sangat kuat. Akar napas tersebut digunakannya untuk menangkap oksigen dari udara. Tangkai daun kemerahan, lebar dan pendek, daun sederhana dan berhadapan, bentuknya oval sampai lonjong (oval/oblong) dengan ujung yang membundar.

Perbungaan terbatas (cyme) dengan 1 hingga beberapa bunga, terminal, mahkota berwarna merah, kelopak memiliki 6-8 cuping, berwarna hijau, benang sarinya berwarna merah dan putih.

Bunga efemeral, memiliki periode sangat singkat, mekar pada sore hari hingga malam hari, banyak nektar di tabung kelopaknya. Buahnya berdiameter 6-8 sentimeter, mengkilap berwarna hijau kekuningan, kelopaknya rata, tidak menyelimuti buah serta cuping kelopaknya menyebar atau tertekuk.

Meski sebaran S. caseolaris cukup luas dan hingga kini status konservasi berdasarkan IUCN Red List (2023) adalah least concern, populasinya menurun karena alih fungsi lahan mangrove untuk berbagai keperluan, pengembangan tambak, pemanenan kayu, perubahan iklim dan perkebunan pangan non kayu (IUCN 2023).

Di Indonesia, S. caseolaris secara tradisional digunakan untuk berbagai keperluan. Di Kalimantan, buah ini digunakan untuk bahan bedak dingin. Penelitian Hasanah et al. (2015) menyatakan bahwa ekstrak dan fraksi Sonneratia caseolaris memiliki aktivitas tabir surya.

Di Kalimantan Tengah, daun buah rambai digunakan untuk mengobati penyakit cacar, obat diare, dan mengobati luka memar di kulit. Batangnya juga sering digunakan sebagai kayu bakar, akarnya untuk tutup botol kaca, sementara buah dimasak untuk sayur dan daunnya digemari oleh bekantan.

Berbagai penelitian telah mengungkap kandungan bogem yang multimanfaat ini. Buah yang berwarna hijau, mempunyai aroma yang khas, berasa asam, tidak beracun dapat langsung dimakan, serta kaya akan kandungan serat, mineral, dan makronutrien ini ternyata mengandung vitamin A, B1, B2, dan C dan mengandung komponen kimia senyawa fenol dan tanin.

Kulit buahnya juga memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol, fraksi n-heksana, etil asetat, dan n-butanol dan vitamin C sebesar 56,087 part per million ppm dan 18,85 ppm. Buah segarnya mengandung air 67,8%, abu 1,17%, protein 3,45%, karbohidrat 26,89%, lemak 0,86%, dan vitamin C 66 miligram/100 gram, serta mengandung vitamin B1 5,04 mg, B2 7,65 mg. Komponen bioaktif fitokimia juga ada dalam buah bogem adalah flavonoid, tanin, fenol, saponin, triterpenoid, steroid, alkaloid, serat yang larut dan yang tidak larut.

Buah bogem juga memiliki aktivitas antibakteri. Sebab, buah bogem mengandung total pati 51,04%, amilosa 24,23% dan amilopektin 26,81%. Buah setengah masak mempunyai kadar gula total sebesar 40,04%, kadar pektin sebesar 0,43% dan derajat keasaman sebesar 3, sementara buah yang masak penuh mengandung kadar gula total sebesar 48,78%, kadar pektinnya sebesar 0,32%, dan derajat keasamannya adalah 3,2.

Menurut Sadhu et al. (2006), bogem mengandung dua flavonoid, yaitu luteolin (1) dan luteolin 7-O-b-glucoside yang berpotensi sebagai antioksidan. Kedua flavonoid ini berfungsi pula sebagai antimikroba dan antijamur. Tak hanya buah, daun bogem juga menunjukkan komponen alkaloid, karbohidrat, flavonoid, dan glikosida, tanin, dan fenol hidrokuinon dan saponin. Penelitian Winarti et al. (2019) menunjukkan kandungan fitokimia tertinggi terdapat pada ekstrak daun pucuk dengan pelarut etanol 96%. Howlader et al., 2012) menyatakan bahwa antioksidan yang terkandung dalam daun S. caseolaris tergolong antioksidan kuat.

Antioksidan tersebut tak hanya terkandung di buah dan daun, namun juga di kulit, akar, bunga dan biji. Kulit bogem juga bermanfaat sebagai antibakteri. 

Di masa sekarang, pemanfaatan bogem semakin beragam. Buah bogem membantu pembuatan tempe, pengawetan tahu, pembuatan permen jelly, dan pembuatan minuman. Pemanfaatan buah bogem sebagai minuman ini dipraktikkan masyarakat di berbagai tempat, seperti di Jambi, Riau, Teluk Bintuni Papua dan Jawa, bahkan juga di Malaysia.

Tak hanya sebagai minuman berupa sirop atau sari buah, di Surabaya, masyarakat sekitar memanfaatkan buah bogem ini menjadi berbagai produk inovatif seperti nastar, cookies, selai, mie, sambal, legen, tepung, dan lain-lain. Pengembangan produk inovatif ini dilakukan dengan pendampingan dari dinas terkait dan perguruan tinggi. Sayangnya, hasil wawancara yang kami lakukan menunjukkan pemanfaatan untuk berbagai produk tersebut masih mengandalkan buah yang diperoleh dari tegakan alami S. caseolaris di pantai timur Surabaya. Jika dilihat dari sudut pandang konservasi, hal ini perlu mendapat perhatian.  

Meskipun tersebar cukup luas, populasi S. caseolaris di berbagai tempat cukup rendah dan kerapatannya jarang. Hal sama juga terjadi di Pantai timur Surabaya, khususnya di kebun raya mangrove Gunung Anyar (KRMGA). Bogem di KRMGA terutama ditemukan tumbuh di sepanjang Sungai Kebun Agung, pada bagian pasang surut yang terbuka dan terkena sinar matahari.

Populasinya didominasi oleh pohon dewasa yang telah menghasilkan buah. Meski pun jumlah buah banyak dan yang tidak termanfaatkan banyak ditemukan berserakan di sekitar pohon utama, namun tidak ada semaian yang ditemukan tumbuh. Semaian ditemukan di lokasi yang jauh pohon dari induk, terutama pada lokasi terbuka yang berlimpah sinar matahari. Hal ini diduga terjadi dengan bantuan hewan yang membawa buah S. caseolaris ke area tersebut. 

Populasi yang kecil dan regenerasi alami S. caseolaris yang rendah terjadi di beberapa tempat, seperti di Teluk Sereweh Lombok Timur (Rahman et al. 2019). Hal ini diduga terjadi karena viabilitas biji yang rendah (Polidoro et al. 2010). Penelitian kami menunjukkan bahwa biji yang ditanam pasca panen hanya mampu berkecambah sebesar 37%, dan angka ini menurun drastis menjadi 2,5% ketika biji disemai seminggu kemudian.

Hal itu menunjukkan bahwa benih Sonneratia caseolaris viabilitasnya cukup rendah dan bersifat rekalsitran. Biji tersebut tidak dapat disimpan lama, viabilitasnya terus menurun seiring makin lamanya waktu simpan. Rendahnya generasi alami juga diduga terjadi karena seedling tak mampu bertahan di kondisi pasang surut yang terlalu tinggi dan terlalu rapatnya naungan. 

Dengan pemanfaatan tinggi dan regenerasi alaminya yang cukup rendah, populasi bogem di pantai timur Surabaya perlu mendapatkan intervensi untuk dapat terus berlanjut. Diperlukan upaya pembibitan dan penanaman dengan melibatkan masyarakat yang selama ini memanfaatkannya.

Budidaya bogem di luar habitat alaminya menjadi perlu supaya tekanan terhadap populasi alami S. caseolaris yang terbatas bisa diminimalisasikan sehingga populasinya terus dapat berlanjut.

Ikuti percakapan tentang mangrove di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti ahli muda di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain