ANGGREK kasut hijau atau Paphiopedilum javanicum (Reinw. ex Lindl.) Pfitzer atau Java Paphiopedilum merupakan salah satu jenis anggrek terestrial endemik Indonesia dengan kantung (modifikasi labium) pada bagian bunganya serta daun berwarna dasar hijau muda dan pola lurik hijau tua. Sebaran anggrek endemik Indonesia ini diketahui berada di Jawa, Bali, Flores dan Sumatera.
Anggrek kasut hijau termasuk jenis anggrek langka yang terancam punah dan masuk dalam daftar merah IUCN dengan status endangered serta Appendix I pada CITES. Upaya konservasi anggrek secara ex situ telah dilakukan di Kebun Raya “Eka Karya” Balidengan mengoleksi jenis ini dari habitat alaminya dan memelihara di rumah kaca TamanAnggrek.
Kegiatan konservasi ex situ anggrek kasut hijau mulai dilakukan pada akhir dekade 1980-an. Hal ini tercatat dalam dokumen penerimaan material tanaman koleksi Kebun Raya “Eka Karya” Bali, yang menyatakan bahwa material tanaman anggrek kasut hijau pertama kali diperoleh dari daerah Desa Candikuning, Tabanan pada 6 April 1978, tanpa diketahui asal sebenarnya.
Besar kemungkinan tanaman ini diambil dari Bukit Pengelengan, Bali, yang lokasinya berdekatan dengan tempat perolehan. Setahun berikutnya, jenis ini kembali didapatkan melalui donasi tanaman dari sesama kebun raya yaitu Kebun Raya Purwodadi di Pasuruan, Jawa Timur. Material koleksi ini diterima pada 5 Juli 1979 dan menjadi koleksi anggrek kasut hijau yang kedua.
Pada 1980, sebanyak empat nomor perolehan material koleksi anggrek kasut hijau didapatkan dari beberapa kegiatan ekspedisi lapangan oleh staf Kebun Raya “Eka Karya” Bali di kawasan Bali bagian tengah. Perolehan yang cukup banyak dalam periode ini terdiri dari dua nomor berasal dari Bukit Pengelengan pada 24 September 1980, satu nomor dari Gunung Batukau pada 28 Juli 1980, dan satu nomor dari Bukit Pengelengan pada 24 Desember 1980.
Selanjutnya penambahan koleksi anggrek kasut hijau terhenti hingga lebih dari sepuluh tahun. Baru pada akhir 1993 jenis ini kembali dikoleksi dari luar Bali, yaitu dari Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan tercatat di Unit Registrasi pada 27 Desember 1993. Sepuluh tahun kemudian, jenis ini kembali dikoleksi pada 3 Desember 2003 dari Gunung Batukau.
Anggrek kasut hijau yang diperoleh dari area hutan di bagian barat Kebun Raya “Eka Karya” Bali ini menjadi spesimen yang terakhir dikoleksi. Selama 20 tahun ini belum ada lagi anggrek kasut hijau yang tercatat dalam buku penerimaan material koleksi.
Berdasarkan uraian perolehan material tanaman koleksi di atas, lebih dari dua dekade yang lalu, sebaran jenis anggrek kasut hijau di Bali tidak hanya terdapat di Bukit Pengelengan, seperti yang diketahui belakangan ini. Jenis ini bahkan ditemukan di Gunung Rinjani oleh tim ekspedisi lapangan pada 1993.
Selain itu, area Cagar Alam Gunung Batukau menjadi salah satu kawasan habitat alami jenis ini berdasarkan perolehan tahun 1980 dan 2003. Seiring berjalannya waktu, kegiatan ekspedisi lapangan yang dilakukan dalam dua dasawarsa terakhir tidak lagi mendapatkan material tanaman anggrek kasut hijau. Catatan penerimaan material tanaman koleksi menunjukkan hanya anggrek kerabat jenis ini yang masih dapat ditemukan melalui kegiatan ekspedisi lapangan di Bali, yaitu P. lowii (Lindl) Stein di Gunung Mesehe, Jembrana pada 2015 dan melalui donasi di akhir tahun 2016 yang berasal dari Sepang, Buleleng.
Sayangnya tidak seluruh bibit koleksi anggrek kasut hijau bisa bertahan hingga sekarang. Ada beberapa faktor penyebab, antara lain: serangan hama dan penyakit serta bencana alam. Taman Anggrek Kebun Raya “Eka Karya” Bali pernah diterjang banjir bandang pada Desember 2016 dan Februari 2017.
Berdasarkan data Unit Registrasi, koleksi anggrek kasut hijau di Kebun Raya “Eka Karya” Bali yang masih ada hanya tiga nomor. Seluruhnya merupakan hasil koleksi yang berasal dari Bukit Pengelengan tahun 1980. Bukit Pengelengan merupakan bagian Kawasan Taman Wisata Alam Danau Buyan-Danau Tamblingan dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Tabanan dan Buleleng. Daerah ini berada pada ketinggian 1.210-1.350 meter dari permukaan laut dengan kisaran temperatur udara 11-24o Celsius serta rata-rata kelembaban udara 91,98%.
Pada 2007 perbanyakan anggrek kasut hijau dilakukan melalui teknik kultur jaringan dengan eksplan/bahan tanam berupa biji yang telah matang secara fisiologis. Hal ini ditandai dengan keretakan pada kulit buahnya. Biji tersebut kemudian disterilisasi dalam larutan clorox dan disemai pada media kultur jaringan supaya berkecambah menjadi protocorm kemudian tumbuh menjadi planlet.
Protocorm adalah struktur khas yang terbentuk dari biji anggrek yang berkecambah. Media kultur yang kami gunakan adalah Murashige & Skoog dan diperkaya dengan penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin maupun sitokinin.
Dua hormon ini berperan penting mengatur pertumbuhan dan perkembangan dalam jaringan maupun organ tumbuhan dalam teknik kultur jaringan. Auksin merangsang pertumbuhan kalus, organ dan mengatur arah perkembangan organ tumbuhan. Sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan sel dan merangsang pembentukan tunas.
Kombinasi auksin dan sitokinin cukup efektif merangsang pembentukan organ tanaman. Proses ini telah menghasilkan planlet anggrek dalam botol yang siap diaklimatisasi. Aklimatisasi adalah tahap adaptasi planlet dalam botol yang dipindahkan dalam pot di rumah kaca.
Tahapan itu sangat krusial dalam keberhasilan seluruh proses dalam perbanyakan dan pelestarian tanaman melalui teknik kultur jaringan. Karena tanaman harus beradaptasi akibat perubahan cara hidup dari botol yang terkendali ketersediaan nutrisi maupun pengaruh suhu dan kelembaban udaranya.
Sedangkan di rumah kaca, tanaman mengalami perubahan suhu yang berbeda antara siang dan malam, serta serangan hama maupun penyakit. Media yang dipergunakan pada tahap aklimatisasi adalah campuran antara cacahan batang pakis dan arang kayu dengan perbandingan 3:1.
Aklimatisasi planlet anggrek kasut hijau hasil perbanyakan melalui kultur jaringan menunjukkan persentase kesintasannya mencapai 98%. Perbanyakan melalui teknik kultur jaringan dan aklimatisasi telah kami lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Kaca Peneliti Kebun Raya “Eka Karya” Bali-BRIN akan tetapi hasilnya masih belum sesuai dengan yang kami harapkan. Laju pertumbuhan planlet dalam botol cukup lambat dibandingkan jenis anggrek lain yang pernah kami kerjakan.
Tahapan riset selanjutnya adalah kajian mengenai jenis mikoriza yang bersimbiosis dengan anggrek kasut hijau baik secara in vitro maupun in vivo. Banyak literatur menyatakan bahwa ada kaitan antara mikoriza dengan anggrek terestrial untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Peran penting mikoriza ini terutama pada fase perkecambahan biji anggrek. Karena biji anggrek tidak memiliki endosperm (cadangan makanan), anggrek ini memerlukan asupan nutrisi dari luar untuk membantu perkembangan embrio pada proses perkecambahan supaya dapat berkembang menjadi planlet.
Mengingat populasi spesies ini terus menurun karena eksploitasi berlebihan akibat tingginya permintaan di pasar tanaman hias, perlu riset menyeluruh terhadap jenis ini sebagai upaya konservasi untuk mencegah kepunahannya.
Selain aspek perbanyakannya, kajian mengenai fenologi, ekologi, mikroklimat, penanggulangan hama dan penyakit tanaman serta fisiologinya perlu dilakukan. Dengan teknik kultur jaringan diharapkan dapat menambah jumlah koleksi anggrek kasut hijau di rumah kaca taman anggrek. Untuk jangka panjang perlu menyediakan bibit dalam jumlah banyak untuk proses reintroduksi guna meningkatkan populasi anggrek kasut hijau di habitat aslinya.
Ikuti percakapan tentang konservasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Analis Perkebunrayaan pada Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :