HUTAN tropis Indonesia memberikan jasa lingkungan yang sangat besar bagi mahluk hidup. Namun, keberadaannya semakin terancam oleh aktivitas manusia, seperti penebangan liar, perubahan penggunaan lahan, pertanian, yang mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati. Karena itu perlu pemanenan hutan yang berkelanjutan.
Praktik penebangan selektif adalah metode yang paling umum dalam upaya silvikultur di hutan tropis. Menurut sejumlah studi, keanekaragaman spesies hutan tidak berbeda secara signifikan antara hutan yang tidak terganggu dan hutan sekunder yang telah mengalami penebangan selektif dengan intensitas kecil. Artinya, hutan yang telah mengalami transformasi oleh aktivitas manusia masih bisa dipertahankan kekayaan hayatinya.
Meski begitu, ada perbedaan penting antara keanekaragaman spesies dan keanekaragaman struktural hutan. Meskipun hutan yang terganggu memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang relatif tinggi, struktur fisik dan biomassa hutan memerlukan waktu yang lama untuk pulih setelah gangguan. Dengan kata lain, meskipun hutan dapat memiliki banyak spesies, kepadatan pohon, biomassa dan keragaman struktural tetap jauh lebih rendah dibanding kondisi awal. Artinya, dampak buruk perubahan pada ekosistem hutan tetap melekat.
Di Indonesia, pemerintah telah menerapkan penebangan selektif dan penanaman ulang dalam pengelolaan hutan, yaitu Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Jalur Tanam Indonesia, dan Teabgn Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Mengikuti sistem ini, pohon komersial dengan diameter lebih dari 50 atau 60 sentimeter setinggi dada dapat dipanen dengan interval tertentu, umumnya dalam siklus 35 tahun.
Praktik penebangan yang tidak berkelanjutan telah menyebabkan kerugian dan degradasi hutan yang signifikan. Oleh karena itu, konsep Penebangan Berdampak Rendah (Reduced Impact Logging atau RIL) muncul sebagai alternatif yang menarik.
RIL adalah metode penebangan yang bertujuan meminimalkan dampak negatif penebangan terhadap ekosistem hutan. Melalui teknik penebangan terarah, jarak seret yang lebih pendek, dan intensitas pemanenan hutan yang terkendali, serta mengadopsi aturan minimum diameter pohon yang dipanen, yaitu 50 sentimeter, metode RIL bisa menjadi alternatif pemanenan hutan berkelanjutan.
RIL telah dipraktikkan sejak 1980-an, tapi masih perlu banyak kajian dampaknya terhadap keanekaragaman hayati.
Aspek utama RIL adalah mempertahankan struktur hutan semaksimal mungkin sehingga dampak gangguan lebih sedikit. Penerapan RIL memprioritaskan kayu bernilai ekonomi tinggi sambil meminimalkan kerusakan pada lingkungan sekitarnya.
Dengan kata lain, metode RIL tetap memenuhi permintaan kayu seraya mempertahankan nilai ekosistem hutan. Metode ini menjadi cocok dengan permintaan terhadap kayu yang terus naik.
Penelitian Sist et al., pada 2003 di Kalimantan menunjukkan penerapan RIL dengan intensitas rendah, yaitu penebangan 8 pohon per hektare, bisa menjaga ketahanan hutan hingga ekosistemnya beregenerasi pada tingkat yang setara dengan hutan yang tidak pernah ditebang. Dengan kata lain, hutan yang dikelola memakai RIL masih mampu memainkan peran ekologis penting seperti menjaga ekosistem bagi jenis-jenis tertentu.
Selain itu, penerapan RIL telah terbukti memelihara kemampuan hutan dalam mengikat karbon yang mendukung upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Kemampuan hutan untuk menyimpan karbon adalah aset berharga dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
RIL juga memiliki manfaat sosial. Dalam banyak kasus di luar Indonesia, metode RIL juga mendukung ekonomi lokal dan memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
Meski begitu, RIL bukan solusi sempurna pemanenan hutan. Penerapan RIL membutuhkan pengawasan dan penggunaan teknologi terkini untuk memastikan praktik ini diterapkan dengan benar. Pemanenan hutan yang berkelanjutan adalah solusi menang-menang dalam mencegah deforestasi, kebutuhan ekonomi, dan mitigasi krisis iklim.
Ikuti percakapan tentang pemanenan hutan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 di Universitas AgroParisTech, Prancis
Topik :