JIKA Anda berwisata ke Bali atau Lombok, Anda akan dengan mudah menemukan gerai yang menjual aneka kerajinan lokal. Salah satu yang paling menarik dan banyak diminati wisatawan adalah kerajinan berbahan baku dari tumbuhan paku hata (Lygodium circinnatum).
Tingginya permintaan diiringi dengan promosi melalui media sosial menyebabkan penjualan kerajinan paku hata tidak hanya di dalam negeri. Ekspor produk kerajinannya bahkan telah menjangkau banyak negara seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat, bahkan tidak sedikit yang sampai ke Eropa. Akibatnya terjadi kelangkaan bahan baku yang sebagian besar merupakan produk perburuan di alam.
Di kawasan hutan di dua pulau tersebut, paku hata masih eksis namun karena perburuan yang begitu masif, populasinya pun semakin menurun. Masyarakat menjadikan paku hata sebagai bahan baku produk kerajinan dengan menggunakan batang sulurnya. Pemburu melakukan pemanenan dengan memangkas batang sulur dari pangkalnya. Terkadang mereka memanen dengan memangkas semua batang sulur yang ada dalam satu rumpun. Padahal tidak semua dapat dimanfaatkan, khususnya batang sulur yang masih muda. Akibatnya, regenerasi paku hata menjadi lambat.
Pemburu menjual satu ikat paku hata, yang terdiri dari 100 batang sulur, Rp 60.000-90.000. Untuk memenuhi bahan baku kerajinan paku hata, pengrajin kini mendatangkannya dari luar Bali atau Lombok. Penyuplai utama paku hata kini Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Flores, dan Sumbawa.
Pemburu dari Bali dan Lombok yang didanai oleh pemodal melakukan perburuan di luar Bali dan Lombok. Atau dari luar pulau menjual paku hata ke pengepul lokal. Pengepul lalu mengirimkannya ke Bali dan Lombok.
Perburuan paku hata di dalam maupun di luar Bali dan Lombok membuat eksploitasinya kian luas. Masyarakat Sumbawa yang sebelumnya hanya melihat paku hata sebagai gulma, kini juga ikut memburunya.
Di Batudulang, Sumbawa, paku hata yang tumbuh di bawah pohon kemiri biasanya dibabat dan dibuang. Setelah pemburu dari Lombok datang, penduduk Batudulang memanen paku hata dan menjualnya kepada pengepul.
Merosotnya populasi paku hata di alam akan berdampak pada turunnya suplai bahan baku kerajinan, sehingga usaha kecil berbasis paku hata terancam keberlanjutannya. Padahal efek pengganda dari aktivitas ekonomi kerajinan paku hata sangat besar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu langkah-langkah untuk menciptakan suplai bahan baku paku hata secara berkelanjutan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain mempertahankan populasi paku hata di habitat alamiahnya dengan melakukan pemanenan berkelanjutan. Ini juga sebagai upaya konservasi in situ, atau konservasi di habitatnya, dengan cara pemanenan tebang pilih.
Idealnya untuk menumbuhkan tanaman sampai bisa dipanen perlu jeda pemanenan selama kurang dari 15 bulan (asumsi daur panen paku hata). Namun yang terpenting adalah bagaimana pemanenan dilakukan tidak sekaligus. Batang sulur yang sudah layak panen yang diambil, sementara yang lain dibiarkan tumbuh sampai dengan periode panen berikutnya.
Periode tunggu agar tumbuh tanaman paku hata baru akan lebih lama. Sementara tanaman yang dipanen karena masih muda tidak memiliki kualitas yang bagus dan cenderung tidak terpakai. Oleh karena itu tebang pilih dapat meningkatkan hasil panen secara lebih berkelanjutan.
Juga pembudidayaan pada lahan masyarakat (konservasi ex situ). Selama ini masyarakat hanya memanen paku hata di hutan alam. Sementara tanaman ini sebenarnya dapat tumbuh di lahan masyarakat.
Selama ini masyarakat cenderung menghindari menanam tanaman ini. Masyarakat akan tertarik untuk memeliharanya pada lahan milik karena ada nilai ekonomi besar di balik pauk hata.
Karena tanaman ini merambat, perlu tanaman penopangnya. Tanaman rambatan sebaiknya juga bernilai ekonomi, namun bukan tanaman utama, misalnya gamal. Gamal bernilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Budidaya tanaman dengan pola wanatani (agroforestri) tersebut merupakan bentuk multiusaha kehutanan dalam skala kecil. Budidaya ternak dipadukan dengan budidaya tanaman kerajinan, sebagai sampingan dari usaha budidaya tanaman pokok berupa pangan maupun buah-buahan.
Budidaya paku hata baik pada kawasan hutan maupun pada lahan milik masyarakat memiliki dimensi manfaat yang luas, mencakup manfaat sosial, ekonomi dan ekologi. Pembudidayaan paku hata di kawasan hutan, selain sebagai upaya konservasi hutan, juga menjadi alternatif bagi masyarakat dalam berburu paku hata.
Selama ini masyarakat mengandalkan perburuan sepenuhnya dari hutan. Dengan pembudidayaan di hutan, berarti menyediakan sumber perburuan yang lebih besar. Dengan model pemanenan lestari, ketersediaan bahan baku akan tetap terjaga.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti pada Pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak Maret 2022
Peneliti pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Alumnus Sarjana Kehutanan IPB dan Pascasarjana Pertanian Lahan Kering Universitas Udayana
Peneliti pada Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Alumnus Sarjana Kehutanan dan Pascasarjana UGM
Topik :