Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 02 Desember 2023

Makna Penting Kelahiran Anak Badak Sumatera

Keberadaan badak membantu penyebaran benih untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

anak badak jantan, badak Delilah merupakan individu badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) kedua yang lahir dari perkawinan badak Ratu dan badak Andalas di SRS TNWK pada tahun 2016. (KLHK)

MENJELANG akhir 2023, Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas (SRS TNWK) membawa kabar gembira bagi dunia konservasi. Pada Sabtu (25/11), satu ekor anak badak Sumatera berjenis kelamin jantan lahir. Kelahiran ini melalui upaya pengembangbiakan semi alami.

Saat ini SRS TNWK telah menghasilkan lima individu badak Sumatera yang lahir, yaitu Andatu (2012), Delilah (2016), Sedah Mirah (2022), anak ketiga dari Ratu-Andalas (30 September 2023) dan anak dari Delilah-Harapan (25 November 2023). 

Konstruksi Kayu

“Kelahiran ini sekaligus menjadi kelahiran badak Sumatera kedua di tahun 2023," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam keterangan tertulis.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106/2018, badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan satwa yang dilindungi. Dalam daftar merah IUCN, status konservasi badak Sumatera saat ini adalah critically endangered

Keberadaan badak sangat penting bagi lingkungan dengan membantu penyebaran benih untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Sebagai herbivora yang mengonsumsi semak dan pucuk daun, badak merangsang pertumbuhan pucuk baru. Pucuk-pucuk daun yang baru tumbuh memiliki kemampuan lebih besar untuk menyerap karbon dioksida dibandingkan dengan pucuk daun yang sudah tua.

Badak Delilah merupakan badak Sumatera betina berumur tujuh tahun. Induk Delilah merupakan perkawinan badak Ratu dan badak Andalas di Way Kambas pada 2016.

Ada pun jantan Harapan lahir dari perkawinan ketiga Emi dan Ipuh di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, pada 2007. Badak Harapan mulai menempati Suaka Rhino Way Kambas pada 2015. Harapan sekaligus menjadi badak Sumatera terakhir yang dipulangkan ke Indonesia.

"Berdasarkan laporan yang kami terima, badak Delilah melahirkan anak jantan di luar waktu perkiraan, yaitu sekitar pukul 04.00 WIB pada 25 November 2023 di hari kebuntingan ke-460, sepuluh hari lebih cepat dari perkiraan kelahiran," kata Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK.

Satyawan menambahkan, induk dan anak badak Sumatera itu terpantau baik. Anak badak sudah dapat berdiri tegak dan berjalan. Tak lama setelah ditemukan, bayi badak sudah bisa menyusu dalam posisi berdiri. Saat ini, induk dan anak badak sudah berada di dalam kandang perawatan (boma) Suaka Rhino Way Kambas dengan berat badan anak badak 25 kg.

Suaka Rhino Way Kambas dikelola Balai Taman Nasional Way Kambas bersama Yayasan Badak Indonesia berlokasi di zona khusus Taman Nasional Way Kambas. “Anak-anak badak Sumatera hasil program pengembangbiakan di suaka rhino ini ke depannya dapat dilepasliarkan ke habitat alaminya,” kata Satyawan.

Populasi badak sumatera pada 1974 berkisar antara 400-700 individu lalu turun signifikan sejak 1980, akibat perburuan. Perburuan telah menyebabkan kepunahan badak Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat pada akhir 2001.

Di Semenanjung Malaya (Sabah dan Serawak), populasi badak juga telah dinyatakan punah. Meskipun kasus kematian akibat perburuan terakhir dilaporkan pada 2002, situasi saat ini semakin kompleks karena kondisi populasi yang tersisa sangat kritis.

Menurut analisis Viabilitas Populasi dan Habitat (PHVA) Badak Sumatera 1993, populasi badak Sumatera turun menjadi sekitar 215-319 individu, berkurang 50% dalam periode 20 tahun (1974-1993).

Dalam satu dekade terakhir, delapan kantong populasi badak Sumatera di pulau Sumatera telah punah. Tekanan perburuan liar telah mengurangi jumlah populasi badak Sumatera menjadi sekitar 145-200 individu, yang tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser (60-80), tempat lain di Provinsi Aceh (10-15), TN. Bukit Barisan Selatan (60-80), dan TN. Way Kambas (15-25).

Seperti halnya badak-badak di Asia Tenggara, ancaman terbesar populasi badak adalah kehilangan habitat akibat perambahan, perubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian, penebangan liar, dan perburuan.

Karena itu, menurut penasihat senior Yayasan Badak Indonesia (YABI) Valerina Daniel, kelahiran anak badak Sumatera menjadi momen yang penting. “Kelahiran ini merupakan bukti sekaligus awal upaya yang lebih strategis dan kolaboratif dalam konservasi Badak Sumatera dan Badak Jawa di Indonesia,” ujar Valerina.

Ikuti perkembangan terbaru badak Sumatera di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain