MAKIN terasa kebutuhan digitalisasi pemanfaatan hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan coba mengembangkan informasi berbasis digital sebagai inovasi teknologi bagi pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dan persetujuan perhutanan sosial.
Untuk perhutanan sosial, masyarakat dapat mengakses GoKUPS sebagai sistem informasi perhutanan sosial terintegrasi berbasis elektronik yang sekaligus berfungsi sebagai sistem registrasi nasional perhutanan sosial, pembaharuan data, memantau, evaluasi, sumber informasi dan publikasi kinerja Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.
Sedangkan untuk PBPH, digitalisasi dimulai dari pelayanan permohonan perizinan berusaha berbasis risiko yang terintegrasi secara elektronik melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA). Permohonan PBPH sebagai investasi baru pemanfaatan hutan diajukan melalui sistem OSS.
Selanjutnya untuk pemegang PBPH eksisting dan pemohon PBPH yang telah mendapatkan legalitas pemanfaatan hutan, pelaporan dan pemantauan kegiatan operasional pemanfaatan hutan diselenggarakan secara digital dan terintegrasi dari hulu, hilir hingga pasar.
Pemegang PBPH dapat mengakses Satu Data PHL yang akan mengarahkan ke Sistem Informasi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (SIRPHJP), Sistem Informasi Spatial Pengelolaan Hutan Lestari (SI Spatial PHL), Sistem Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan (SIPASHUT), Sistem Informasi Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan (SIGANISHUT), Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (SIPNBP), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Rencana Pemenuhan Bahan Baku Pengolahan Hasil Hutan (RPBBI), Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK).
Indonesia berkomitmen mencapai tujuan global membatasi kenaikan rata-rata suhu global di bawah 2° Celsius dibanding masa praindustri seperti tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
NDC Indonesia mencakup lima sektor, yaitu energi, proses industri dan penggunaan produk, limbah, perubahan penggunaan hutan dan lahan lainnya (FOLU), dan pertanian. Sebagai sektor penyumbang terbesar pencapaian target NDC sekitar 60%, sektor kehutanan Indonesia membuat program FOLU net sink.
Multiusaha kehutanan sebagai paradigma baru pemanfaatan hutan akan mendukung usaha capaian FOLU Net Sink. Multiusaha kehutanan menggeser pengelolaan sumber daya hutan dari berorientasi pada kayu menjadi pengelolaan hutan berbasis lanskap.
Dengan teroptimalisaikannya kawasan hutan dan hasil hutan melalui multiusaha kehutanan bisa berkontribusi dalam Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 untuk pencegahan deforestasi, pencegahan degradasi, dan teknik pengelolaan hutan lestari.
Penerapan teknik pengelolaan hutan di lapangan sudah menerapkan teknologi, yaitu teknologi Reduce Impact Logging-Carbon (RIL-C) dan teknologi Silvikultur Intensif (SILIN). Penerapan SILIN merupakan instrumen teknologi untuk meningkatkan regenerasi hutan alam sekunder, sebagai upaya peningkatan cadangan karbon melalui pengayaan dapat meningkatkan produktivitas hutan alam hingga 3-4 kali lipat dari produktivitas saat ini.
Namun demikian penyelenggaraan pemanfaatan hutan berbasis digital harus memperhatikan jangkauan dan akses yang luas hingga ke pelosok, mengingat kegiatan dan pelaku usaha pemanfaatan hutan berada di tingkat tapak di dalam kawasan hutan, sehingga digitalisasi pemanfaatan hutan belum merata. Internet sangat dibutuhkan untuk mensejahterakan masyarakat. Sebagai contoh Kelompok Tani Hutan pemegang persetujuan perhutanan sosial, dapat memperlihatkan produk hasil hutannya pada katalog yang dapat diakses pada GoKUPS, sehingga dapat membuka akses pasar.
Sedangkan, untuk pelaku usaha skala besar, dukungan internet di lokus sangat penting karena pelaporan, pembaharuan, monitoring serta evaluasi data dan informasi kinerja PBPH dilakukan secara realtime. Koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika mutlak diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pemanfaatan hutan secara digital dalam pengelolaan hutan lestari.
Penyelenggaraan pemanfaatan hutan berbasis digital juga harus didukung sumber daya manusia (SDM) yang unggul, baik SDM pemerintah maupun pelaku usaha. Perkembangan teknologi yang sangat cepat dan tidak terbatas, membutuhkan SDM pemerintah yang unggul. Peningkatan kemampuan, kompetensi, kapasitas dan kapabilitas SDM pemerintah di era digital ini sangat penting untuk dapat memodifikasi inovasi seiring dengan perkembangan teknologi.
Peningkatan tersebut hendaknya diberikan kepada pelaku usaha pemanfaatan hutan melalui sosialiasi, bimbingan dan pendampingan sehingga inovasi yang telah diciptakan dapat diimplementatisikan dan dioperasionalkan di tingkat tapak kawasan hutan. Penggunaan internet, teknologi dan inovasi akan mengakibatkan perubahan pola perilaku pelaku usaha pemanfaatan hutan.
Digitalisasi memberikan perubahan positif dalam pemanfaatan hutan antara lain pemanfaatan hutan ramah lingkungan, mendorong peluang meraih pasar virtual, mempermudah interaksi hulu hilir, memberantas illegal logging, menurunkan deforestrasi dan degradasi hutan, meningkatkan produktivitas hutan. Penyelenggaraan e-Government merupakan bentuk adaptasi di era digital dalam pengelolaan hutan lestari.
Ikuti percakapan tentang pengelolaan hutan lestari di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB University
Topik :