Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 15 Desember 2023

Hasil COP28: Dunia Gagal Menghentikan Pemakaian Energi Fosil

COP28 hanya menyepakati transisi energi fosil ke energi terbarukan. Bukan menyetopnya.

Kesepakatan soal Konsumsi Bahan Bakar Fosil di COP 28 (sumber Reuters)

KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim ke-28 atau Conference of the Parties (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab, molor sehari dari jadwal penutupan 12 Desember 2023. Delegasi hampir 200 alot menyepakati pengurangan energi bahan bakar fosil. Sekitar 1.500 pelobi industri energi fosil berhasil mencegah kesepakatan menghentikan secara total pemakaian energi kotor itu.

Stop energi fosil berkumandang dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia. Dalam COP28 Dubai, isu ini coba digalang kembali karena tema utama konferensi tahun ini adalah menagih penurunan emisi atau global stocktake. Tema pertama sudah disetujui di awal konferensi, yakni menyepakati loss and damage fund atau dana kehilangan dan kerusakan akibat krisis iklim. COP28 menyepakati dana patungan sebesar US$ 800 juta, jauh lebih rendah dari nilai yang sudah disepakati di COP27 Mesir US$ 100 miliar.

Konstruksi Kayu

Meski begitu, Presiden COP28 Sultan al-Jaber menyebut kesepakatan soal transisi energi fosil itu sebagai keputusan "bersejarah". "Kita adalah apa yang kita lakukan, bukan apa yang kita katakan. Kita harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengubah kesepakatan ini menjadi tindakan nyata,” kata Al-Jaber, Presiden Diresktur ADNOC, perusahaan minyak negara Uni Emirat Arab seperti dikutip dari Reuters pada 14 Desember 2023.

Beberapa negara Eropa memberikan apresiasi yang besar atas kesepakatan transisi energi kotor ini. Contohnya, Denmark, yang bersama sejumlah negara Eropa lain memulurkan kesepakatan loss and damage fund di COP27. "Kami berdiri di sini di sebuah negara minyak, dikelilingi oleh negara-negara minyak, dan kami membuat keputusan dengan mengatakan mari kita beralih dari minyak dan gas,” kata Menteri Iklim dan Energi Denmark Dan Jorgensen.

Norwegia juga memandang kesepakatan ini sebagai sebuah pencapaian. Menteri Luar Negeri Espen Barth Eide mengatakan pengurangan konsumsi bahan bakar fosil belum pernah secara tegas disetujui dalam berbagai perundingan iklim selama beberapa dekade. "Ini adalah pertama kalinya dunia bersatu dalam sebuah teks yang jelas tentang perlunya beralih dari bahan bakar fosil," kata dia.

Selain pelobi industri minyak, sejumlah negara penghasil minyak bumi yang tergabung dalam OPEC juga gigih menolak kesepakatan menghentikan pemakaian energi fosil. Mereka cenderung setuju pada transisi energi fosil menjadi energi terbarukan. 

Kesepakatan transisi energi ini menyerukan kepada pemerintah di berbagai negara, untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan tiga kali lipat secara global pada tahun 2030, mempercepat upaya untuk mengurangi penggunaan batu bara, dan mempercepat teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon yang dapat membersihkan industri yang sulit dalam program dekarbonisasi. 

Rachel Cleetus, Direktur Kebijakan di Union of Concerned Scientists, memuji kesepakatan iklim tersebut. Tetapi sayangnya, menurut dia, kesepakatan tersebut tidak mengikat negara-negara kaya untuk menawarkan lebih banyak pembiayaan untuk membantu negara-negara berkembang membiayai transisi dari bahan bakar fosil.

"Ketentuan keuangan dan ekuitas sangat tidak mencukupi dan harus ditingkatkan di masa mendatang untuk memastikan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dapat bertransisi ke energi bersih dan menutup kesenjangan kemiskinan energi," ujar Rachel seperti dikutip Reuters pada 14 Desember 2023. 

Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, juga memiliki pendapat serupa. Menurut dia, COP28 tidak menghasilkan mandat tegas untuk mengakhiri (phasing out) bahan bakar fosil, yaitu batubara, minyak bumi, dan gas alam.

Uli mengatakan, keputusan COP 28 terlihat kontradiktif dan timpang. Uli menyitir kesepakatan yang seolah menyandarkan pada ilmu pengetahuan. Padahal, menurut studi ilmiah, untuk mencegah krisis iklim dunia harus mengurangi penggunaan batu bara sebesar 95%, minyak bumi 60%, dan gas alam 45% pada 2050.

Saat ini produksi emisi global sebanyak 55 miliar ton setara CO2. Untuk mencegah krisis iklim, yakni kenaikan suhu bumi 1,5-2C pada 2030, dunia harus menguranginya minimal 45%. Perhitungan IPCC, panel ilmuwan antarpemerintah di PBB, target itu tak mungkin tercapai karena kenaikan suhu sekarang saja sudah mencapai 1,2C dibanding era praindustri 1800. Kesepakatan COP28 yang tak bisa menghentikan pemakaian energi fosil makin memperkuat perkiraan kegagalan dunia mencegah krisis iklim.

Ikuti perkembangan terbaru hasil COP28 di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain