SECARA global, tingkat kepunahan keanekaragaman hayati meningkat. Sebagian besar karena habitat alami diubah oleh manusia untuk pelbagai keperluan: permukiman, infrastruktur, hingga industri ekstraktif. Akibatnya, kerusakan bumi semakin cepat. Akibatnya pemanasan global.
Kini ancaman utama terhadap punahanya keanekaragaman hayati adalah pemanasan global. Untuk itu studi ekologi dan keanekaragaman hayati ekosistem ditujukan sebisa mungkin melindungi spesies, yang semakin sulit dilakukan secara konvensional.
Sekarang ada metode genetika molekuler untuk mempercepat konservasi genetika tumbuhan, salah satunya adalah pendekatan molekuler environmental DNA (eDNA) atau DNA lingkungan. eDNA mengacu kepada materi genetik yang dilepaskan suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, mikroorganisme) sehingga terakumulasi di lingkungan sekitar. Pendekatan ini mampu menemukan berbagai macam materi genetik (DNA) dari banyak spesies meskipun hanya dari secuplik sampel tanah, air (sungai maupun laut), artefak, sedimen, feses hewan, madu atau resin, cairan tanaman kantong semar, bahkan dari udara sekalipun.
Riset pertama eDNA dimulai pada 1990-an. Pengembangan metode-metode untuk mendeteksi dan menganalisis DNA di lingkungan menjadi titik awal bagi perkembangan metode ini. Salah satu karya pionir yang mencerminkan penelitian pertama terkait dengan eDNA adalah Paul J. Hebert, seorang ahli biologi molekuler asal Kanada.
Pada tahun 2003, Hebert dan rekan-rekannya mengusulkan konsep kode batang DNA atau “DNA barcode” untuk mengidentifikasi organisme dengan menggunakan sekuens DNA pendek yang spesifik. Konsep ini menandai awal penting penggunaan eDNA yang diiringi kemajuan teknologi untuk mendukung metode dan cara kerja pendekatan molekuler tersebut.
Ada atau tidak adanya eDNA dalam sampel ditentukan oleh proses pengambilan sampel yang tepat, ekstraksi pool DNA, amplifikasi (perbanyakan) DNA dengan uji reaksi berantai yang disebut polymerase chain reaction (PCR).
PCR membuat ribuan salinan urutan DNA dari semua spesies dalam sampel terperiksa secara berurut. Analisis kuantitas dan kualitas DNA memakai elektoforesis (visualisasi pita DNA pada gel agarosa) atau menggunakan alat berprinsip spektrofotometer seperti Qubit atau Nanodrop.
Proses penting lain dalam eDNA adalah pengurutan basa nukleotida (sequencing) melalui teknik metabarcoding menggunakan teknologi mutakhir next generation sequencing (NGS). Hasil sekuensing berupa urutan basa nukelotida A, T, G, C yang berperan sebagai kode batang kemudian dianalisis menggunakan platform bioinformatika, baik secara daring maupun di komputer.
Metode kerja eDNA terus berkembang menjadi lebih efisien dan akurat seiring kemajuan teknologi. Hal ini membuka berbagai kemungkinan baru untuk pemanfaatan eDNA dalam berbagai disiplin ilmu.
Pendekatan molekuler eDNA telah banyak digunakan di seluruh dunia. Riset eDNA yang perkembangannya paling pesat di dunia untuk memahami keanekaragaman hayati di laut dan ekosistem air tawar seperti pemantauan spesies laut, populasi ikan, organisme akuatik lainnya, pemantauan ekosistem air tawar, seperti sungai dan danau, untuk memahami komposisi spesies, mengidentifikasi spesies invasif, dan mendukung manajemen sumber daya air.
Sebuah proyek ambisius menggunakan eDNA adalah memahami kekayaan keanekaragaman hayati situs Warisan Dunia laut UNESCO pada 2021. Proyek ini melibatkan pengumpulan sampel dari limbah, lendir atau sel-sel ikan oleh para ilmuwan dan penduduk lokal, dengan tujuan memantau ikan, termasuk spesies yang masuk daftar merah oleh International Union Conservation of Nature (IUCN).
Proyek itu juga berperan dalam mengukur kerentanan keanekaragaman hayati laut terhadap perubahan iklim dan dampak perubahan itu pada pola distribusi dan migrasi kehidupan laut di seluruh situs Warisan Dunia laut.
Pendekatan eDNA juga telah diterapkan dalam konservasi di hutan dan ekosistem daratan untuk memahami populasi hewan dan tumbuhan, memantau dampak perubahan iklim terhadap komunitas biologis dan distribusi spesies di berbagai wilayah serta untuk mendeteksi keberadaan spesies langka atau terancam punah.
Banyak proyek kolaboratif internasional yang melibatkan ilmuwan dari berbagai negara untuk memahami dinamika ekologi global dan menjawab pertanyaan-pertanyaan lingkungan yang bersifat lintas batas. Namun, pendekatan eDNA masih jarang untuk bidang botani tumbuhan.
Di Indonesia, eDNA memiliki potensi besar digunakan dalam berbagai kegiatan riset, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa universitas dan lembaga keilmuwan, seperti untuk mendeteksi keberadaan berbagai spesies ikan di perairan laut Indonesia, deteksi spesies hiu dalam upaya pengelolaan perikanan dan konservasi hiu, mengetahui struktur komunitas plankton pada zona inti kawasan konservasi perairan Lombok dan Raja Ampat, mendeteksi spesies bakteri di tanah gambut di Kalimantan dan mendeteksi keberadaan berbagai spesies burung di hutan hujan di Papua.
Selain itu, pengembangan metode eDNA dari sampel sedimen bisa dipakai untuk memantau spesies asing alligator gar (Atractosteus spatula) dan survei serta monitoring badak sumatra sehingga menjadi lebih terkontrol dan terpelihara dengan baik.
Dalam 5-10 tahun mendatang, riset-riset mengenai pendekatan molekuler eDNA di Indonesia akan berkembang. Sebab, kebutuhan akan pelestarian keanekaragaman hayati akan semakin dibutuhkan seiring naiknya dampak pemanasan global.
Ikuti percakapan tentang konservasi genetika di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Periset Ahli Muda di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :