SONOKELING menjadi kayu favorit dalam industri mebel karena teksturnya yang indah. Dalam perdagangan internasional, nama sonokeling populer sebagai rosewood karena galurnya yang merah.
Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.) merupakan jenis pohon dari famili Fabaceae. Sebaran alami sonokeling berada di sepanjang pegunungan Himalaya ke ujung selatan India dan di pulau Jawa (Joker 2004).
Jenis ini juga ditemukan di Nusa Tenggara, Bali, Lampung, Sulawesi, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Jenis ini tumbuh subur di tanah bersolum dalam, berdrainase baik, terutama tanah yang berbatu, tidak subur dan kering, di dataran rendah di bawah sekitar 700 meter dari permukaan laut dengan curah hujan antara 750-5.000 milimeter per tahun.
Pohon sonokeling berukuran sedang hingga besar dengan tinggi 20-40 meter, diameter batang mencapai 1,5-2 meter. Tajuk lebat berbentuk kubah dan menggugurkan daun. Kulit pohonini berwarna abu-abu kecokelatan, sedikit pecah-pecah membujur halus. Jenis ini memiliki pertumbuhan yang relatif lambat, dengan riap pertumbuhan batang berkisar antara 0,7-1,4 sentimeter/tahun.
Kayunya bernilai mahal karena memiliki warna yang menarik, yaitu kayu terasnya berwarna coklat agak lembayung gelap, dengan coreng-coreng coklat sangat gelap hingga hitam sehingga digolongkan dalam kayu mewah. Harga kayunya mencapai Rp. 35.000.000 per meter kubik.
Tingginya permintaan kayu sonokeling pada perdagangan global menyebabkan eksploitasi terhadapnya sangat tinggi. Fenomena tersebut telah mendorong terhadap pemanenan yang berlebihan, sehingga populasi alami pohon ini rentan punah. Sejak 1998 Badan Konservasi Dunia International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah memasukkan sonokeling ke dalam kategori rentan kepunahan (vulnerable). Sejak Januari 2017, sonokeling masuk daftar Appendix II CITES yang berdampak pada perdagangan kayu jenis ini harus mengikuti mekanisme perdagangan luar negeri CITES, yaitu wajib memiliki dokumen Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Ke Luar Negeri (SATSLN CITES).
Oleh karena itu perlu upaya konservasi dan peningkatan produktivitas pohon sonokeling. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, koleksi materi genetik terhadap pohon-pohon yang berfenotipe bagus (tumbuh relatif cepat, batang lurus, silindris, bebas cabang tinggi) dan sehat (bebas dari hama dan penyakit) perlu dilakukan. Hal ini dimungkinkan dapat dilakukan karena berdasarkan hasil penelitian Yulita et al. (2020), keragaman genetik sonokeling relatif tinggi sehingga seleksi untuk mendapatkan individu-individu unggul masih terbuka.
Materi genetik yang dikoleksi dari jenis sonokeling adalah materi vegetatif (akar) tanaman, karena materi generatif (biji) cukup sulit diperoleh. Penelitian Subiakto et al., (2022) menginformasikan bahwa perbanyakan vegetatif sonokeling dengan stek akar tingkat keberhasilannya cukup tinggi.
Perbanyakan tanaman secara vegetatif memiliki keunggulan, di mana anakan yang dihasilkan secara genetik sama dengan induknya sehingga sifat unggul dari induknya akan diwariskan kepada anakannya.
Tahapan kegiatan konservasi dan peningkatan produktivitas berupa tindakan konservasi dan peningkatan produktivitas hutan sonokeling dalam rangka perlindungan jenis dan mengantisipasi permintaan pasar yang tinggi.
Seleksi Pohon Induk. Sebelum pengambilan materi genetik (akar), terlebih dahulu perlu pemilihan (seleksi) pohon induk. Kriteria pohon induk yang dipilih adalah pohon-pohon yang terbaik di antara pohon-pohon di sekitarnya, yaitu dengan ciri tumbuh relatif cepat, batang lurus, silindris, bebas cabang tinggi dan sehat (bebas dari serangan hama dan penyakit). Pohon induk terpilih selanjutnya dinomori dengan cat.
Koleksi Materi Genetik. Pengambilan materi vegetatif (akar) dengan cara menggali dan memotong akar yang menjalar di bawah tegakan sepanjang 30-50 sentimeter selanjutnya dikemas. Akar hasil koleksi dari setiap pohon induk diikat dan diberi label sesuai nomor pohon induk, lokasi dan waktu pengambilan. Pengepakan akar dapat dilakukan dengan cara membungkus akar dengan koran yang telah dibasahi atau dengan kulit batang pisang, kemudian disusun dalam kardus yang telah diberi alas dengan plastik untuk menjaga kelembaban. Data lapangan yang dicatat saat pengambilan sampel akar antar lain : posisi geografis, altitude dan kondisi pohon induk (tinggi, diameter batang, bentuk batang dan tinggi bebas cabang).
Persiapan Media di Persemaian. Media stek di bedeng persemaian harus disiapkan terlebih dahulu sebelum stek hasil koleksi dari lapangan tiba di persemaian. Media yang digunakan adalah pasir sungai yang ditempatkan dalam polybag ukuran 15 x 20 sentimeter atau lebih. Media yang digunakan sebaiknya disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan fungisida. Polybag yang telah diisi media disusun dalam bedeng persemaian, kemudian ditutup plastik sungkup dengan tujuan untuk memelihara tingkat kelembaban udara agar tetap di atas 80%. Selain itu persemaian perlu diberi naungan (shading) dari paranet intensitas ± 55% untuk mengurangi intensitas sinar matahari.
Penanaman Stek Akar. Materi stek akar dari lapangan sebaiknya segera ditanam di persemaian, karena semakin lama kemampuan tumbuh akan semakin berkurang. Adapun pembuatan stek akar dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Materi stek akar dipotong-dipotong sepanjang 15-20 sentimeter (Subiakto et al., 2022).
- Pangkal stek batang kemudian diolesi zat pengatur tumbuh.
- Penanaman stek pada media yang telah disiapkan dilakukan dengan kedalaman 5-8 cm.
- Setelah ditanam segera disiram dan bedengan ditutup dengan sungkup plastik.
- Kemampuan bertunas biasanya terkait dengan kemampuan berakar stek dan parameter ini diamati setiap bulan selama 3 bulan. Stek yang berakar akan memperlihatkan penampilan segar dan bertunas sedangkan bibit yang gagal berakar akan menggugurkan daun dan bagian akar yang ada di permukaan tanah menjadi kering (Subiakto et al., 2022).
Penyapihan Stek. Setelah kurang lebih tiga bulan di media perakaran, stek akar siap disapih. Media sapih yang digunakan adalah top soil + kompos/pupuk kandang (3:1). Kegiatan penyapihan sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar stek tidak banyak kehilangan air. Stek yang telah disapih, sementara tetap ditempatkan di dalam sungkup plastik dan dinaungi paranet. Setelah ± 1 bulan di dalam sungkup plastik, stek dapat dikeluarkan dari sungkup plastik tetapi tetap ditempatkan di bawah paranet. Secara bertahap intensitas naungan dapat dikurangi, sehingga stek siap ditempatkan pada areal terbuka.
Pemeliharaan Stek. Pada umur ± 6 bulan stek akar di pindah pada polybag yang lebih besar (30x40 sentimeter) dan terus dipelihara. Pemeliharaan yang dilakukan di antaranya pemupukan dengan pupuk NPK, penyiraman dengan menggunakan selang dan gembor, pengendalian hama/penyakit dengan menggunakan insektisida dan fungisida serta pengendalian gulma dengan cara penyiangan dan penggunaan herbisida.
Bibit dari stek akar ini selanjutnya digunakan sebagai tanaman pangkas (stool plants). Stool plants pada waktunya akan memproduksi stek pucuk, yang akan digunakan sebagai materi perbanyakan vegetatif. Bibit hasil perbanyakan vegetatif tersebut siap digunakan untuk kegiatan konservasi dan pembangunan hutan tanaman ataupun hutan rakyat dengan produktivitas yang diharapkan lebih tinggi dari hutan yang sudah ada.
Ikuti percakapan tentang sonokeling di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Profesor riset di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :