Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 14 Januari 2024

Mana Lebih Banyak Menyerap Emisi: Pohon Daun Jarum atau Daun Lebar?

Pohon daun lebar lebih efektif menyerap emisi karbon. Seberapa banyak?

Pinus merkusii

DI masa krisis iklim, cara terbaik mencegah dampaknya adalah dengan menanam pohon, membangun ekosistem penyerap emisi gas rumah kaca. Sebab, emisi karbon yang tak terserap ekosistem akan menjadi gas rumah kaca yang menumpulkan peran atmosfer melindungi bumi. Jumlah emisi gas rumah kaca yang berlebih di atmosfer membuat panas terperangkap di bumi yang pelan-pelan menaikkan suhu.

Pemanasan global, dengan begitu, menjadi lingkaran setan yang tak putus: suhu naik karena ekosistemnya rusak. Ekosistem rusak karena suhu bumi naik. Namun, meski seperti ayam dan telur, cara efektif mencegah kenaikan suhu bumi adalah dengan membangun ekosistem, menjaga, dan memulihkannya.

Konstruksi Kayu

Pengusaha seperti Bill Gates memang tak percaya menanam pohon bisa mencegah dampak perubahan iklim. Tapi, karena ia sedang membangun perusahaan yang menciptakan alat penyerap emisi. Ia mengklaim alat itu 1.000 kali lebih efektif menyerap emisi dibanding pohon.

Masalahnya, pohon tak semata berfungsi menyerap emisi. Pohon juga menyimpan emisi itu lalu mengubahnya menjadi zat-zat yang berguna bagi mahluk hidup lain. Alat penyerap emisi Bill Gates tentu hanya bisa menyerap emisi tanpa mengubahnya menjadi gula atau zat-zat lain yang dibutuhkan mahluk hidup lain.

Karena sekarang jumlah emisi sudah berlebih, perlu pohon yang efektif menyerap emisi karbon. Menurut IPCC, saat ini produksi emisi lebih dari 55 miliar ton setara CO2. Padahal, agar pemanasan bumi tak melebihi 1,5-20 Celsius dibanding masa praindustri 1800, produksi emisi maksimal hanya 25 miliar ton. Artinya, manusia harus mengurangi produksi emisi hampir 45%.

Caranya beralih ke energi terbarukan yang lebih sedikit menghasilkan emisi. Lalu menanam lebih banyak pohon agar emisi yang mau tak mau diproduksi untuk menopang peradaban manusia itu terserap dan tak menjadi gas rumah kaca yang mengotori atmosfer.

Para pelaku silvikultur mengenal dua jenis pohon dalam perilakunya menyerap emisi: pohon daun jarum dan pohon daun lebar yang daunnya memiliki jari-jari. Mana pohon yang lebih efektif menyerap emisi? Tentu saja pohon berdaun lebar. Sebab, stomata pohon daun lebar lebih banyak dan lebih besar sehingga ia menyerap emisi karbon lebih banyak.

Studi Rieska Rahayu Safitri dkk dari Universitas Sebelas Maret menunjukkan, pohon jati punya kemampuan menyerap karbon lebih besar dibanding Pinus merkusii. Namun, pohon berdaun jarum biasanya memiliki biomassa lebih besar—meski tergantung pada usia dan ekosistem sekelilingnya. Artinya, meski menyerap emisi lebih sedikit, pohon daun jarum juga lebih sedikit melepaskan emisi karena mereka menyimpannya dalam akar, batang, atau dahan.

Ciri lain pohon berdaun lebar adalah hidup secara marginal. Pohon jati tahan hidup di daerah kering. Karena itu kayunya lebih kuat dibanding pohon yang hidup di daerah yang subur. Sementara pohon daun jarum hidup di daerah dingin yang subur sehingga kayunya tak cocok untuk bahan-bahan mebel atau furnitur. 

Kemampuan menyerap dan menyimpan karbon tiap pohon berbeda-beda tergantung habitat, lokasi, dan keadaan lingkungannya, pohon daun lebar umumnya punya kemampuan menyerap emisi lebih banyak. Biasanya, ekosistem dengan keanekaragaman hayati lebih beragam memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan emisi lebih kuat. Karena itu hutan alam menyerap karbon lebih banyak dibanding hutan sekunder.

Sejauh ini, studi IPB menunjukkan pohon trembesi punya kemampuan menyerap emisi karbon paling besar, yakni 28 ton per tahun untuk pohon berusia lima tahun. Meski daunnya kecil, trembesi memiliki tajuk yang lebar sehingga secara agregat serapan karbonnya jadi banyak. Mirip sonokeling yang berdaun kecil tapi banyak. Studi Rieska dkk menunjukkan sonokeling mampu menyerap karbon sebanyak 288,82 ton per hektare.

Studi Universitas Muhammadiyah Makassar di Soppeng menunjukkan serapan karbon Pinus merkusii sama dengan serapan jati di Sragen. Di Soppeng, pinus mampu menyerap karbon 32,81 ton per hektare per tahun. Juga studi Universitas Gadjah Mada di Gunung Kidul, Yogyakarta. Di Gunung Kidul yang lebih panas dibanding Sragen, cadangan karbon jati hanya 0,8 ton per hektare.

Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain