TAHUN lalu, keanekaragaman hayati Indonesia bertambah dengan temuan spesies baru pohon ek di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Penemuan pohon ek ini adalah yang pertama kali dalam 10 tahun terakhir. Pohon ek tersebut diberi nama Lithocarpus tapanuliensis.
Pohon ek merupakan genus terbesar kedua dalam famili Fagaceae, dengan sekitar 347 spesies tercatat di seluruh dunia. Mereka menghuni dataran rendah hingga hutan pegunungan. Ada 32 spesies ek yang ada di Sumatera, lima di antaranya spesies endemik pulau ini. Di Sumatera, pohon ek umumnya hidup di antara 400 sampai 700 meter dari permukaan laut.
Jika dibandingkan dengan pohon ek lain, L. tapanuliensis atau ek tapanuli memiliki biji yang sangat besar, bentuk unik di sekitar biji yang seperti cangkir, dan berbau resin saat dikeringkan. Ini menunjukkan pulau Sumatera masih menyimpan banyak keanekaragaman hayati yang belum teridentifikasi. Penemuan ini sendiri telah dipublikasikan dalam jurnal PhytoKeys pada Oktober 2023.
Hal menariknya lain, ek tapanuli kemungkinan punya peran vital bagi kelangsungan orangutan tapanuli. Peneliti menemukan sarang orangutan tapanuli yang berdekatan dengan pohon ek spesies baru tersebut. Tak jauh dari sarang, juga ada sisa-sisa buah ek tapanuli yang diduga dimakan orangutan tapanuli.
Orangutan tapanuli selektif dalam membuat sarang. Ia hanya membuat sarang yang dekat dengan sumber makanan. Pohon ek yang berbuah sepanjang tahun menjadi sumber makanan yang ideal, khususnya saat sumber pakan lain langka.
Para peneliti hanya menemukan dua individu ek tapanuli. Dengan jumlah populasi yang sangat kecil dan wilayah jelajah yang kecil, pohon ek tapanuli rentan punah (critically endangered). Apalagi, habitat ekosistem Batang Toru telah terfragmentasi akibat konversi lahan.
Ancaman semakin serius turut menghampiri orangutan tapanuli. Walau baru ditemukan pada 2017, populasinya yang hanya sekitar 800 individu membuat orangutan tapanuli jadi kera besar paling langka di dunia.
Orangutan tapanuli hidup di kawasan ekosistem Batang Toru yang luasnya kurang dari setengah luas DKI Jakarta, tepatnya seluas 29.192 hektare. Habitat orangutan terbagi menjadi ke dalam tiga blok. Blok barat yang menampung sekitar 581 individu, blok timur menampung sekitar 162 individu, dan sisanya menghuni blok selatan. Para ahli memproyeksikan jika dalam satu dekade mendatang 1,2% populasi orangutan tapanuli akan hilang.
Pembangunan PLTA turut mengganggu spesies endemik di Batang Toru, termasuk ek tapanuli dan orangutan tapanuli, jika tak ada mitigasi yang serius. Di 2019, pembangunan proyek tersebut telah menebang 371,68 hektare habitat potensial orangutan. Seluas 87 hektare untuk tujuan konstruksi permanen, sedangkan 285 hektare untuk konstruksi sementara.
Selain PLTA, ancaman lain adalah tambang emas yang ada di blok barat. Sudah lebih dari 100 hektare hutan hilang selama 2016 hingga 2021. Belum lagi ancaman pembukaan hutan oleh masyarakat lokal untuk kebun tanaman pangan, sawit, dan pisang di blok timur. Perluasan perkebunan dan permukiman telah mendorong deforestasi di habitat orangutan tapanuli dari 2007 hingga 2020.
Dampak dari pembangunan dan deforestasi sudah tampak. Orangutan tapanuli di pemukiman dan kebun warga makin sering terlihat. Pada 2019, orangutan tapanuli terluka dan kurang gizi ditemukan di kebun penduduk yang berjarak 2,5 kilometer dari proyek PLTA.
Ikuti percakapan tentang keanekaragaman hayati di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :