Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 18 Januari 2024

Problem Subsidi Pupuk

Untuk mencapai swasembada pangan perlu pupuk. Tapi ia langka.

Subsidi pupuk

KETAHANAN pangan selalu menjadi jualan para politikus. Dalam masa kampanye pemilihan presiden 2024, soal ancaman pangan kembali jadi bahan perdebatan para calon presiden. Tema ini kemudian merembet ke masalah ketersediaan dan kelangkaan pupuk.

Kapasitas produksi pupuk oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) beserta 10 anak perusahaannya pada 2022 sebanyak 13.752.500 ton per tahun. Urea menjadi jenis pupuk yang memiliki kapasitas produksi tertinggi dibandingkan pupuk jenis lain, sebanyak 9.362.500 ton per tahun.

Lalu ada pupuk nitrogen, fosfat, dan kalium (NPK) yang kapasitas produksinya sebesar 3.120.000 ton per tahun. Kemudian pupuk Zwavelzure Ammoniak (ZA) memiliki kapasitas produksi 750.000 ton per tahun. Kapasitas produksi pupuk SP-36 (pupuk dengan kandungan fosfor cukup tinggi dalam bentuk 36% P2O5) sebesar 500.000 ton per tahun. Sementara, kapasitas produksi pupuk ZK (Zwavel Kalium) sebanyak 20.000 ton per tahun. 

Menurut Direktorat Jenderal Bea Cukai, Indonesia mengimpor pupuk sebanyak 6,39 juta ton pada 2022. Negara asal impor pupuk terbesar adalah Kanada, Tiongkok dan Rusia. Indonesia juga banyak membeli pupuk dari Mesir, Yordania, Laos, Australia, Belarusia, Vietnam, dan sejumlah negara lainnya.

Kebutuhan pupuk di Indonesia ini harusnya 13 juta ton. Di Indonesia baru bisa berproduksi 3,5 juta ton, menurut Presiden Jokowi. Jokowi juga menyebut, harga pupuk di dalam negeri tinggi karena pasokan yang terbatas. Dengan produksi lokal 3,5 juta ton dan ditambah impor 6,39 juta ton, Indonesia masih kekurangan pasokan pupuk sekitar 3 juta ton. 

Adapun menurut data Bank Dunia, harga pupuk urea global pada 2022 US$ 925 per ton, tertinggi sepanjang sejarah. Namun, pada April 2023 rata-rata harganya menjadi US$ 313,38 per ton. 

Petani Indonesia telah memperoleh subsidi pupuk sejak 2005. Sejak 2019, tren belanja subsidi pupuk Indonesia turun dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020, terus turun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023.

Dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, pupuk yang dibutuhkan petani secara nasional di atas 20 juta ton untuk enam jenis komoditas pertanian. Enam jenis komoditas tersebut terkait dengan pangan strategis, pangan yang berkontribusi pada inflasi dan pangan yang memperkuat ekspor.

Data petani yang mendaftar untuk mendapatkan pupuk subsidi pada 2021 sebanyak 16,7 juta orang dari jumlah petani 22,3 juta orang di Indonesia (Susenas, 2013). Jumlah pupuk subsidi yang diajukan para petani melalui e-RDKK sebanyak 23,3 juta ton pupuk.

Namun, anggaran subsidi pemerintah hanya untuk 9,04 juta ton. Dengan demikian terdapat kekurangan sebesar 14,26 juta ton atau kurang sekitar 61,21 persen  dari total kebutuhan petani yang ada. Bila dirupiahkan dengan kekurangan anggaran untuk pupuk bersubsidi sebesar mendekati Rp 40 triliun atau tepatnya Rp 39,92 triliun.

Meski kapasitas produksi pabrik-pabrik pupuk di Indonesia mampu berproduksi 13,75 juta ton per tahun, kenyataannya baru mampu berproduksi sebesar 3,5 juta ton per tahun. Kondisi dikarenakan bahan baku pembuatan pupuk sebagian besar diimpor seperti amonia dan fosfat.

Belum lagi bicara soal ketersediaan gas alam. Dua tahun lalu, PT Pupuk Iskandar Muda di Lhokseumawe, Aceh, berhenti produksi karena pasokan gas terhenti.

Penghambat produksi pupuk nasional, juga subsidi pupuk, adalah kurang optimalnya produksi akibat kekurangan anggaran, bukan karena kekurangan pabrik pupuk. Problem ini membuat isu swasembada pangan selalu jadi polemik secara politik, tanpa solusi yang memadai.

Ikuti percakapan tentang ketahanan pangan di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain