Kabar Baru| 17 Januari 2024
Tiga Guru Besar IPB Mendapat Penghargaan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadakan Gakkum Festival 2023 di Auditorium Manggala Wanabakti dari tanggal 6 sampai 8 Desember 2023 Gakkum Festival tahun ini mengangkat tema “Retrospeksi dan Tantangan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Perspektif Restorative Justice”. Rangkaian acara pada Gakkum Festival mencakup musyawarah nasional PPLH, deklarasi pembentukan organisasi profesi PPLH, rapat koordinasi Polhut dan PPNS, sharing session, focus group discussion, dan pemberian penghargaan “Gakkum Award 2023”.
Penghargaan “Gakkum Award 2023” diberikan oleh KLHK pada lembaga dan individu yang secara proaktif berperan dalam penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, memberikan penghargaan tersebut pada tanggal 7 Desember 2023 sebagai bentuk apresiasi KLHK kepada lembaga dan individu yang dijuluki “para pejuang lingkungan”.
Tiga guru besar IPB University berhasil mendapatkan penghargaan “Gakkum Award 2023”. Ketiga guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, MSi., Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M,Agr., dan Prof. Dr. Ir. Etty Riani, MS. Penghargaan tahun ini merupakan penghargaan kedua yang diterima Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M,Agr. dan Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, MSi. dalam bidang penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
Ketiga guru besar peraih penghargaan berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Prof Bambang lahir di Jambi pada tanggal 10 November 1964 dan sekarang menjabat sebagai Guru Besar Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Dan Lingkungan IPB University. Prof Bambang telah menjadi saksi ahli kasus Karhutla sejak tahun 2001 dan sampai sekarang tetap berdedikasi memenuhi panggilan dari KLHK untuk menangani kasus kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Sebagai orang yang sudah lama terlibat dalam penanganan kasus Karhutla, beliau telah melihat bagaimana kebakaran hutan menimbulkan kerugian pada lingkungan dan masyarakat sekitar.
Prof Wasis lahir tanggal 2 Oktober 1965 di Surakarta dan menempuh pendidikan dasar hingga menengah di Jakarta. Beliau memulai studi di Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 1986 karena cita-citanya untuk menjadi seorang insinyur. Sekarang, beliau bekerja sebagai Guru Besar Bidang Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University. Kesadaran Prof Wasis mengenai penegakkan hukum LHK dimulai pada tahun 2002 saat beliau diminta menjadi saksi ahli dalam kasus pembalakkan liar di Suaka Margasatwa Cikepuh oleh KLHK. Namun, andil beliau dalam penanganan Karhutla dimulai saat menjadi dosen pembimbing relawan kebakaran hutan pada tahun 1997. Prof Wasis percaya bahwa dengan terjun dalam bidang penegakkan hukum lingkungan beliau bisa membantu menjaga hutan dari kerusakan.
Prof Etty merupakan Guru Besar bidang Ekotoksikologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University. Beliau lahir pada tanngal 12 Agustus 1962 di Kuningan. Prof Etty menempuh studi S1, S2, dan S3 di IPB pada bidang teratologi. Selama terlibat dalam penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan Bu Etty telah banyak membantu KLHK dalam bidang pencemaran. Selain membantu KLHK, Prof Etty juga telah membantu Polda, Bareskrim, dan Balai Gakkum dalam menangani pencemaran lingkungan. Motivasi beliau membantu penegakkan hukum LHK adalah keinginan untuk melihat kondisi lingkungan yang lebih baik dan menghukum pihak yang perlu dihukum. Menurut beliau, para pelaku pencemaran lingkungan harus membayar perbuatan mereka dan membantu pemulihan lingkungan.
Ketiga guru besar peraih penghargaan penegakkan hukum memandang bahwa penghargaan tersebut perlu dibarengi dengan usaha penegakkan hukum LHK yang lebih serius. Prof Bambang mengaku bahwa beliau tidak menyangka akan mendapatkan penghargaan dan harus menerimanya di Jakarta, padahal saat itu beliau sedang berada di lapangan untuk menangani kasus Karhutla. Prof Wasis berpendapat bahwa penghargaan yang beliau terima hanya sebagai rasa terima kasih dan penghargaan yang sesungguhnya adalah kemenangan untuk lingkungan, rakyat, dan negara. Prof Etty menyatakan bahwa beliau bersyukur mendapat penghargaan karena dihargai keberadannya, tapi juga merasa berat. Menurut Prof Etty mendapat penghargaan ini berarti beliau harus lebih giat dalam penegakkan hukum LHK.
Prof Bambang, Prof Wasis, dan Prof Etty memiliki pandangan mereka masing-masing terhadap penegakkan hukum lingkungan hidup. Kendati berbeda, seluruh pandangan mereka didasari dari kepedulian dan kesadaran yang sama tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup dan kehutanan.
Prof Bambang menyatakan bahwa pelanggaran hukum LHK merugikan seluruh masyarakat. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan pelanggaran hukum LHK akan memberikan dampak tidak langsung pada masyarakat. Dampak tidak langsung yang dimaksud adalah perubahan iklim yang membuat kehidupan manusia dan banyak spesies lain terancam. Selain itu, kerusakan lingkungan juga dapat mengakibatkan kerugian secara langsung seperti kerugian ekonomi bahkan kematian. Prof Bambang bercerita pada tahun 2011 beliau menyaksikan seorang ayah kehilangan anak dalam kebakaran hutan di Kalimantan.
Prof Wasis berpendapat penegakkan hukum merupakan tanggung jawab sebagai pegawai negeri untuk mengutamakan kepentingan negara. Beliau juga berkata bahwa teori dan praktik yang dilakukan di kampus tidak cukup untuk menyelamatkan hutan. Tindakan preventif tidak akan berguna apabila regulasi tidak dilaksanakan. Negara hanya akan makmur apabila hukum ditegakkan.
Prof Etty memiliki pandangan bahwa perintah untuk menjaga lingkungan bukan hanya datang dari manusia, tapi juga dari Tuhan. Selebihnya, Prof Etty menjelaskan mandat menjaga lingkungan bukan hanya berarti mempertahankan yang sudah ada, melainkan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak sehingga masyarakat dapat menikmati pertumbuhan ekonomi dengan perubahan alam seminimal mungkin.
Perlu ada langkah selanjutnya dalam upaya penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Kerusakan lingkungan yang masih banyak disebabkan oleh individu atau Perusahaan merupakan bukti bahwa penegakkan hukum LHK di Indonesia belum sempurna. Prof Bambang, Prof Wasis, dan Prof Etty memiliki pandangan mereka masing-masing tentang langkah apa yang harus diambil untuk memperbaiki penegakkan hukum LHK di Indonesia.
Langkah yang perlu diambil menurut Pak Bambang adalah semakin mempertegas penegakkan hukum dan kehutanan. Beliau berharap penegakkan hukum dapat berlaku secara adil tanpa melihat subjek yang melanggar maupun koneksi yang dia miliki. Tidak adil apabila seseorang mendapat “perlakuan spesial” di pengadilan sebab kerusakan lingkungan menyebabkan kerugian yang perlu ditanganggung oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya sang pelaku dan orang-orang dalam jaringannya. Sanksi yang diterima pelaku kerusakan lingkungan merupakan bentuk tanggung jawab mereka kepada masyarakat.
Prof Wasis menyatakan ada tiga isu lingkungan yang perlu ditangani: kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove, kebakaran hutan, dan pencemaran lingkungan. Penyelasaian ketiga masalah tersebut akan sulit dilakukan karena menurut beliau masyarakat tidak terlalu mengerti hukum. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya edukasi hukum untuk masyarakat. Walau Prof Wasis percaya selama ada manusia kerusakan dan kebakaran hutan tidak akan hilang, beliau yakin pemahaman dan penegakkan hukum yang baik akan meminimalisir terjadinya perusakan lingkungan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Sebagai Guru Besar Ekotoksikologi, Prof Etty lebih berfokus pada bahan-bahan pencemar lingkungan. Menurut beliau, isu pencemaran lingkungan perlu ditangani karena biasanya pencemaran dikeluarkan dalam konsentrasi non-lethal sehingga dampaknya tidak terasa secara langsung. Walau dalam konsentrasi sedikit dan tidak mematikan, pencemaran tetap berdampak negatif pada masyarkat dalam jangka panjang. Prof Etty menjelaskan bahwa pencemaran bahan B3 merupakan salah satu penyebab bayi lahir dengan kelainan bawaan. Mengingat kerugian yang ditimbulkan pencemaran lingkungan, beliau menyatakan bahwa penegakkan hukum LHK harus seperti pisau yang tajam, siapapun yang melanggar hukum harus dikenai sanksi.
Upaya penegakkan hukum LHK bukan tanpa risiko. Prof Bambang dan Prof Wasis pernah mendapat gugatan ketika mereka sedang menjadi saksi ahli dalam upaya penegakkan hukum. Prof Bambang bahkan sedang mengalami gugatan dari PT Jatim Jaya Perkasa setelah menjadi saksi ahli dalam kasus kebakaran hutan yang disebabkan perusahaan tersebut di Riau pada tahun 2013. Prof Wasis juga pernah mengalami gugatan hukum saat sedang bekerja sama dengan KPK menghitung kerugian akibat korupsi izin usaha pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah. Namun, ancaman hukum tidak menyurutkan tekad dan semangat mereka untuk mengabdi kepada negara melalui penegakkan hukum LHK.
Mahasiswa dapat membantu penegakkan hukum dalam bidang LHK dengan beberapa cara. Prof Bambang, Prof Wasis, dan Prof Etty memberikan penjelasan mengenai cara-cara berbeda yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk membentu penegakkan hukum dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
Menurut Prof Bambang, mahasiswa dapat membantu penegakkan hukum LHK dengan menggunakan idealisme mereka. Mahasiswa harus melakukan aksi untuk mendesak lembaga yang berwenang menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Menurut beliau, sebagai agen perubahan, mahasiswa dapat mengkoordinasi aksi untuk menyuarakan pentingnya penegakkan hukum LHK yang adil dan efektif.
Berbeda dari Prof Bambang, Prof Wasis berpendapat mahasiswa perlu memperkaya ilmu untuk membantu penegakkan hukum LHK. Mahasiswa tidak boleh hanya mempelajari teori, tapi juga harus sering turun ke lapangan supaya dapat melihat realita yang ada karena menurutnya perubahan tidak mungkin terjadi dengan “hanya duduk di meja”. Beliau berharap mahasiswa dapat tetap menjaga komitmen, menjaga kejujuran, mau bekerja keras, dan berdedikasi dalam membantu menjaga kondisi lingkungan hidup dan kehutanan Indonesia.
Prof Etty memilih mengimbau mahasiswa terlibat secara aktif melaporkan pelanggaran hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Menurut beliau, mahasiswa tidak perlu takut melaporkan pelanggaran hukum karena identitas pelapor tidak akan dibongkar. Mahasiswa dengan segala pengetahuannya mendapat beban moral untuk turut andil membantu lembaga berwenang menindak pelaku pelanggaran hukum LHK sesuai kapasitas yang mereka miliki.
Penghargaan “Gakkum Award 2023” merupakan prestasi yang membanggakan. Penghargaan tersebut menunjukan bahwa Guru Besar IPB University memiliki andil cukup besar dalam penegakkan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Kendati demikian, sivitas akademika IPB University tidak boleh puas dan harus terus berusaha membantu meningkatkan kualitas penegakkan hukum bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :