PENELITI menemukan bahwa hutan tropis di Asia Tenggara memiliki ketangguhan untuk bertahan dari perubahan iklim dibanding hutan di bagian dunia lain. Pada zaman es, sekitar 23.000 sampai 19.000 tahun lalu, hutan tropis Asia Tenggara lebih tahan di zaman es.
Studi para peneliti University of Sydney itu dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. Untuk melihat masa lalu hujan tropis Asia Tenggara, para peneliti mempelajari data biokimia dari 59 situs paleoekologi di seluruh Asia Tenggara.
Mereka meneliti fosil serbuk sari yang terendapkan di dasar danau untuk mengetahui spesies flora yang tumbuh di masa lalu. Kemudian, mereka melakukan analisis isotop untuk mengetahui rasio antara rerumputan dengan tumbuhan berkayu pada zaman es. Mereka juga menganalisis sisa kotoran hewan dan guano kelelawar yang terendapkan untuk mendapatkan gambaran lebih holistik.
Hasilnya, temuan mereka berbeda dari teori yang ada sebelumnya. Dari teori sebelumnya, selama zaman es, perubahan iklim secara ekstrem membuat hutan tropis Asia Tenggara berubah drastis dari hutan menjadi padang rumput savana.
Dalam studi University of Sydney terlihat hutan tropis Asia Tenggara mengalami transisi yang halus dan tertata. Alih-alih berubah menjadi savana, hutan tropis Asia Tenggara bertransformasi menjadi hutan kering musiman. Hal itu dibuktikan dari fosil dan isotop, meski rumput melimpah, jejak tumbuhan berkayu cukup menopang.
Hal itu menunjukkan jika pada zaman es, hutan tropis Asia Tenggara bertransisi menjadi hutan kering musiman yang memiliki banyak rumput di bawahnya. Sedangkan hutan pegunungan yang ada 1.000 mdpl, justru meluas ke daratan yang lebih tinggi.
Penemuan ini menunjukkan jika hutan tropis Asia Tenggara sangat tangguh dan mampu beradaptasi terhadap gangguan skala besar. Tidak seperti hutan tropis Amerika Selatan yang rentan terhadap gangguan skala besar. Jika sudah melewati “titik kritis”, hutan akan mengalami pergeseran permanen menjadi padang rumput yang sulit dipulihkan.
Sedangkan di hutan Asia Tenggara, “titik kritis” itu masih samar, tidak jelas batasannya. Alih-alih berubah menjadi padang rumput, hutan Asia Tenggara akan bertransisi ke hutan kering musiman untuk merespon gangguan skala besar.
Ketangguhan hutan Asia Tenggara ini yang membuatnya bisa bertahan dari pertanian tebang bakar dan ladang berpindah di masa lalu. Melihat masa lalu, nampaknya hutan tropis Asia Tenggara dapat bertahan dari krisis iklim yang kita hadapi. Tentunya dengan catatan.
Meski hutan tropis Asia Tenggara punya tingkat ketangguhan luar biasa, ia tidak kebal 100%. Kegiatan manusia yang bersifat destruktif, apalagi dalam skala besar, akan menggerogoti ketahanan hutan tropis Asia Tenggara.
Apalagi hutan tropis Asia Tenggara telah hilang sejak 1990. Terhitung antara 1990 hingga 2010, hutan Asia Tenggara hilang seluas 1,6 juta hektare per tahun. Tutupan hutan yang awalnya 268 juta hektare berkurang menjadi 236 juta hektare.
Maraknya pembangunan, pembukaan akses jalan, konversi ke pertanian dan perkebunan menjadi faktor berkurangnya hutan Asia Tenggara. Belum lagi banyak hutan di regional ini yang belum mendapat status perlindungan. Membuatnya rentan dirambah.
Berdasarkan sebuah studi, hutan di Asia Tenggara berpotensi menyusut 5,2 juta hektare di tahun 2050. Stok karbon hutan di atas permukaan tanah akan berkurang sebesar 790 juta ton di 2050, 21% akibat hilangnya hutan tropis tua yang menyimpan karbon selama puluhan ribu tahun. Belum lagi potensi kehilangan 40% keanekaragaman hayati di hutan Asia Tenggara.
Wawasan ini menjadi seruan dan peringatan bagi kita untuk melestarikan hutan Asia Tenggara. Terlebih kita sebagai salah satu penduduk Asia Tenggara. Dengan memberikan hutan Asia Tenggara peluang terbaik untuk bertahan, maka kita akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk bertahan dari perubahan iklim.
Ikuti percakapan tentang hutan tropis di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :