ADA lebih dari 8,7 juta spesies yang hidup di bumi saat ini. Tapi, baru sekitar 20% yang kita ketahui keberadaannya. Dari jutaan yang kita tahu itu, baru 157.000 spesies yang berhasil dideskripsikan morfologi dan nilai statusnya. Dari jumlah itu, satu pertiga atau sekitar 44.000 spesies terancam punah.
Setiap tahun, semakin banyak spesies yang beralih status menjadi terancam punah, baik yang kritis, genting, dan rentan. Pada 2022, IUCN mencatat ada 42.108 jenis terancam punah. Sedangkan di 2023, jumlahnya menjadi 44.016 jenis, bertambah 1.908 hanya dalam satu tahun.
Secara rinci, ada 9.760 jenis yang berstatus kritis (critically endangered) pada 2023. Jumlah tersebut meningkat 500 jenis dibanding 2022 sebanyak 9.251. Jenis spesies satwa yang berstatus genting (endangered) bertambah dari 16.364 jenis menjadi 17.344 jenis. Status rentan (vulnerable) juga bertambah dari 16.493 jenis menjadi 16.912 jenis. Belum lagi ada tambahan 1.302 jenis berstatus kritis yang mungkin saja sudah punah (possibly extinct).
Di Asia Tenggara dan Asia Selatan, Indonesia menjadi penyumbang spesies terancam punah paling banyak. Ada 2.432 jenis terancam punah di Indonesia, mulai dari mamalia, tumbuhan, hingga fungi. Tumbuhan menjadi penyumbang paling banyak. Dimana ada 1.381 jenis tumbuhan di Indonesia yang terancam punah. Disusul oleh 212 jenis mamalia, 155 jenis burung, 181 jenis ikan, dan puluhan jenis dari amfibi, reptil, fungi, dan invetebrata lain.
Salah satu spesies yang punah di Indonesia adalah pari jawa (Urolophus javanicus). Spesies ini terakhir terlihat pada 1862 di sebuah pasar ikan di Jakarta. Selama 1,5 abad, tak ada yang pernah melihat keberadaan ikan ini, baik dalam kondisi hidup atau mati.
Penangkapan ikan besar-besaran di masa lalu diperkirakan menjadi ancaman utama bagi spesies ini. Ditambah dengan kondisi teluk Jakarta, yang menjadi habitat makhluk ini, mengalami industrialisasi dan degradasi besar-besaran. Hal tersebut membuat pari jawa dideklarasikan punah dan menjadi ikan laut pertama yang musnah akibat ulah manusia.
Di Guam, kaua’iʻōʻō, burung kecil dengan nyanyian merdu, juga dinyatakan punah pada 2023. Burung tersebut adalah jenis terakhir burung penghisap madu hawaii yang masih hidup. Keberadaannya sudah diragukan sejak lama, karena kicauannya terakhir kali terdengar pada 1987. Kaua’iʻōʻō satu dari 21 spesies yang dinyatakan punah oleh U.S Fish and Wildlife Service.
Selain kaua’iʻōʻō, kelelawar buah mariana, atau dikenal juga rubah terbang Guam, dinyatakan punah setelah pencarian sejak 1968 tak menemukan satupun jejak keberadaannya. Secara total, ada 10 jenis burung, 2 jenis ikan, 8 jenis kerang, dan 1 jenis mamalia kecil yang punah.
Kepunahan spesies tersebut diperkirakan karena epidemi malaria unggas, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, dan tentu saja kehilangan habitat. Tak lupa, krisis iklim juga ikut mengeskalasi faktor-faktor tadi. Membuat pola cuaca lokal berubah dan mempengaruhi ekosistem lokal yang sensitif.
Selain satwa punah, satwa yang kembali muncul juga lumayan. Ada ikan belida di Jawa, Chilata lopis, yang ditemukan kembali di 2023 setelah dinyatakan punah pada 2020. Ada juga ekidna moncong panjang, Zaglossus attenboroughi, yang kembali ditemukan setelah terakhir kali terlihat pada 1961. Setidaknya, kembalinya mereka membuat kita lega bahwa mereka masih hidup.
Para ilmuwan dari California Academy of Sciences berhasil mendeskripsikan secara rinci 153 spesies baru di sepanjang 2023. Spesies baru tersebut meliputi 66 jenis laba-laba, 20 jenis siput laut, 18 jenis tanaman, 13 jenis bintang laut, 12 jenis tokek, 10 jenis kumbang, 5 jenis ikan, 4 jenis cacing, 2 jenis tawon, 1 jenis kalajengking, dan 1 jenis skink tak berkaki.
Dari kepunahan yang tercatat, masih banyak kepunahan yang tak kita tahu. Dalam suatu model perhitungan yang melibatkan ribuan ahli, diperkirakan 8.700 spesies punah setiap tahunnya, atau 24 spesies per hari. Bahkan, U.N. Convention on Biological Diversity memperkirakan setiap hari ada 150 spesies punah, dengan laju kepunahan 1.000 sampai 10.000 lebih tinggi dibanding laju kepunahan alami.
Ikuti percakapan tentang kepunahan spesies di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :