Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 18 Februari 2024

Perburuan Hiu Meningkat

Kematian hiu akibat perburuan meningkat. Padahal regulasinya bertambah.

perdagangan sirip hiu (foto: Shark Research Institute)

AWAL 2000-an, pembunuhan dan perburuan hiu dilakukan melalui proses finning: sirip dipotong, hiunya dikembalikan ke laut, lalu mereka mati perlahan. Akibatnya, kini, kini banyak regulasi dan aturan larangan finning.

Saat ini, sekitar 70% negara di dunia telah menerapkan kebijakan untuk melarang finning dan melindungi populasi hiu. Namun, walau regulasi terkait hal itu naik 10 kali lipat jumlahnya, kematian hiu akibat perburuan melonjak sejak 2012, berdasarkan sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Sciences pada Januari 2024.

Konstruksi Kayu

Penelitian tersebut menemukan kematian hiu naik 4% di daerah pesisir, menurun sekitar 7% di daerah pelagis, khususnya di Atlantik dan Pasifik Barat. Secara angka, para peneliti menemukan kematian akibat perburuan hiu naik dari 76 juta ke 80 juta hiu per tahun pada 2012-2019. Sebanyak 25 juta hiu di antaranya termasuk dalam spesies terancam punah.

Untuk mendapatkan hasil itu, tim peneliti menganalisis data tangkapan hiu dan pola kematian global dari 1,1 miliar hiu. Data tersebut mereka dapat dari 150 negara selama 2012 hingga 2019. Juga wawancara mendalam terhadap ilmuwan, ahli konservasi, dan pelaku di industri perikanan.

Tim peneliti mendapatkan kesimpulan tak terduga. Regulasi perlindungan hiu malah membuka pasar baru perdagangan hiu. Sejak dulu, regulasi yang dibuat berfokus mengurangi finning. Jadi, alih-alih hanya mengambil sirip hiu, para nelayan diharuskan mengambil hiu dalam keadaan utuh.

Keadaan tersebut yang mendorong nelayan memanfaatkan semua bagian hiu. Alih-alih menjual siripnya saja, nelayan juga menjual daging hingga tulang rawan hiu. Sejak regulasi pelarangan finning berlaku, pasar daging hiu bertambah. Nilai perdagangan daging hiu dan pari global diperkirakan mencapai nilai US$ 2,6 miliar, dengan lebih dari 200 negara terlibat dalam proses ekspor dan impor.

Di pasar, tubuh hiu dijual dengan label ikan laut. Di Inggris Selatan, 90% makanan dari restoran ikan mengandung jenis hiu lumpur (Squalus acanthias), jenis hiu yang terancam punah. Tapi di menu dan label makanannya tercantum jenis ikan lain. Selain daging, tulang rawan dan minyak hati hiu juga dimanfaatkan dalam industri medis dan kosmetik. 

Meski begitu, tim peneliti mengatakan bahwa bukan berarti regulasi tidak efektif untuk mengurangi perburuan hiu. Di negara yang memiliki regulasi ketat dan kuat, penangkapan hiu rendah. Jadi, masalahnya ada di penegakan hukum.

Di Indonesia, pemerintah melakukan pengawasan penangkapan dan pemanfaatan hiu dan pari melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61 Tahun 2018. Regulasi tersebut mengatur penangkapan, pemeliharaan, dan perdagangan spesies terancam punah yang masuk dalam CITES, termasuk hiu dan pari.

Para pedagang yang ingin menangkap dan memperdagangkan hiu harus memiliki izin. Setiap pedagang yang mendapatkan izin-pun memiliki kuota jumlah yang bisa diperdagangkan. Sayangnya,seperti dilansir Mongabay, regulasi ini tidak berjalan dengan baik. Banyak manipulasi dan penyelundupan yang terjadi.

Dalam laporan Traffic, sekitar 600.000 ton hiu dan pari ditangkap setiap tahun oleh 20 negara. Indonesia adalah negara nomor satu paling banyak menangkap hiu. Setiap tahun, Indonesia menangkap 110.737 ton hiu dan menyumbang 16,8% ke pasar hiu global.

Sebagai karnivora besar, hiu berperan penting mengatur rantai makanan dan mengontrol keseimbangan ekologi laut. Perburuan dan pembunuhannya akan mengganggu ekosistem laut yang membuat perairan global menjadi rentan.

Ikuti percakapan tentang perburuan hiu di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain