TULISAN ini tidak ditujukan untuk membahas polemik antara Suroto P.H, seorang tokoh koperasi, dan Menteri BUMN Erick Thohir tentang mana yang lebih baik: perseoran terbatas atau koperasi. Suroto berusul agar perusaahaan-perusahaan negara dibubarkan dan diganti koperasi. Erick Thohir menjawab bahwa pembubaran BUMN melahirkan pengangguran. Tulisan ini sebatas sumbangan pemikiran apakah koperasi memiliki potensi menjadi bagian dalam struktur penyusunan kembali kelembagaan perekonomian Indonesia sejalan dengan amanah UUD 1945, khususnya Pasal 33.
Secara sederhana, kepemilikan bisa dimaknai sebagai pengakuan negara atas hubungan antara person atau lembaga terhadap sesuatu baik berupa benda maupun bukan benda seperti produk intelektual atau seni. Cara mendapatkan kepemilikan atau hak milik bisa diperoleh melalui cara jual-beli (proses pasar), administratif, atau hibah (grant). Kepemilikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti modal pendirian suatu BUMN adalah berupa keputusan kebijakan (administratif). Kepemilikan biasanya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu kepemilikan privat (private ownership), kepemilikan umum (common ownership) dan kepemilikan negara (public ownership).
Kepemilikan memiliki sifat inkompatibilitas (incompatible), yaitu apabila X adalah milik A, maka X tersebut bukan milik B, C, dan seterusnya. Apabila X ini hanya dicirikan oleh sifat inkompatibilitas maka mekanisme pasar akan berjalan dengan sempurna. Namun, apabila X ini dicirikan oleh sifat-sifat intrinsik lainnya seperti biaya mengeluarkan pihak lain yang tinggi (high exclusion cost), biaya mendapatkan informasi yang mahal (high information cost), biaya transaksi tinggi, maka sudah dapat diprediksi mekanisme pasar tidak bisa bekerja dengan baik.
Teori ekonomi kelembagaan menyatakan bahwa struktur atau kelembagaan yang berbeda akan memiliki perbedaan kapabilitas dalam mengendalikan sumber-sumber interdependensi A, B, C, dan seterusnya terhadap X, sehingga perilaku A, B, C, D dan seterusnya juga akan berbeda. Perilaku yang berbeda ini akan menghasilkan kinerja yang berbeda. Artinya: kepemilikan menjadi hal penting dalam mengelola sumberdaya.
Tabel berikut menyajikan informasi tentang kinerja seluruh BUMN Indonesia dan 100 koperasi pertanian terbesar di Amerika Serikat. Tampak bahwa pada tahun 2021, nilai asset 100 koperasi pertanian di Amerika Serikat mencapai 11,2% dari nilai aset seluruh BUMN, yaitu US$ 78 miliar berbanding US$ 677,48 miliar. Sedangkan laba 100 koperasi pertanian di Amerika mencapai 77,5% laba seluruh BUMN Indonesia dan tingkat laba per unit asset koperasi pertanian AS mencapai hampir 7 kali lebih besar dari laba per unit aset BUMN Indonesia.
Nilai 100 koperasi Amerika (US$ miliar) |
Nilai seluruh BUMN Indonesia (US$ miliar) |
Rasio (%) |
|
Nilai aset |
76 |
677,48 |
11,2 |
Pendapatan bersih/laba |
6,8 |
8,77 |
77,5 |
Perbandingan (%) |
8,94 |
1,29 |
6.93 |
Sumber: BPS untuk data BUMN
Bidang usaha BUMN pertanian, kehutanan, dan perikanan pada 2021 memiliki aset senilai Rp 183.42 triliun atau setara dengan nilai US$ 11,83 miliar. Nilai aset 100 koperasi pertanian Amerika pada 2021 mencapai US$ 76 miliar. Tampak bahwa nilai aset 100 koperasi terbesar di Amerika Serikat berada pada posisi 6,42 kali lebih besar dibandingkan nilai aset BUMN pertanian, kehutanan dan perikanan. Sedangkan laba 100 koperasi pertanian Amerika pada 2021 mencapai US$ 6,8 miliar berbading dengan laba seluruh BUMN pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar US$ 283,22 juta. Dengan demikian, data menunjukkan laba BUMN pertanian, kehutanan, dan perikanan pada 2021 hanya 4,2% dari laba 100 koperasi pertanian terbesar di Amerika Serikat.
Mondragon adalah salah satu koperasi terbesar di dunia dari Spanyol. Koperasi Mondragon dirintis oleh pastor Don Jose Maria Arizmendiarreta dan lima pemuda pada 1954. Saat itu wilayah Mondragon adalah salah satu kawasan miskin dengan tingkat pengangguran tinggi dan tingkat pendidikan rendah serta tidak ada visi positif untuk membangun masa depan Mondragon.
Sukses besar Mondragon diperlihatkan, antara lain, oleh berkembangnya koperasi Mondragon pada 2019: Terdiri atas hampir 100 koperasi pekerja dengan jumlah karyawan sekitar 81.000 orang. Pada tahun yang sama, koperasi Mondragon tercatat memiliki 141 pabrik yang tersebar di 37 negara serta 53 bisnis komersial dan pemasaran di 150 negara.
Kemajuan Mondragon dilandasi falsafah yang bertolak belakang dengan falsafah kapitalisme. Aspek pendidikan yang pertama dan utama ditanamkan Mondragon adalah etika dan memandang bekerja sama dengan “ibadah.” Koperasi yang pendiriannya dirintis oleh pastor Jesuit itu menanamkan nilai-nilai sejalan dengan prinsip koperasi, yaitu manusia yang dipresentasikan dalam pekerjaan (jobs) diposisikan lebih tinggi dan lebih penting daripada modal (capital).
Aturan kapitalisme (lama) adalah, “ketika kita dihadapkan dengan pilihan apakah memproteksi risiko dari kehilangan kapital atau memproteksi risiko dari kehilangan pekerjaan, maka jawabannya selalu memproteksi kehilangan kapital.” Sementara itu, Mondragon menerapkan filosofi sebaliknya, yaitu “ketika kita dihadapkan dengan pilihan apakah memproteksi risiko dari kehilangan kapital atau memproteksi risiko dari kehilangan pekerjaan, maka jawabannya selalu memproteksi kehilangan pekerjaan.
Kasus kedua yang menarik adalah kasus Americal Crystal Sugar Company. Perjalanan sejarah American Crystal Sugar Company (ACSC) menjadi semacam inspirasi atau pembuktian bahwa koperasi petani ternyata mampu membeli sebuah perusahaan swasta besar yang telah terdaftar di New York Stock Exchange tetapi jatuh bangkrut pada 1972. Pada 1973, ACSC dibeli oleh koperasi petani gula bit yang sebelumnya hanya berperan sebagai pemasok bahan baku saja. Nilai pembelian tersebut mencapai US$ 86 juta, setara dengan Rp 1,43 triliun.
Sekarang, ACSC dimiliki oleh 2.600 orang dengan jumlah tenaga kerja penuh waktu 1.500 orang dan tenaga kerja musiman 650 orang. Pada 2022, ACSC memperoleh pendapatan senilai US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 23,51 triliun) dengan jumlah karyawan 1.400 orang. Pemimpin perubahan dari korporasi besar ACSC yang kemudian bangkrut dan dibeli oleh koperasi petani gula bit itu ialah Aldrich Bloomquist, yang namanya diabadikan dalam “Aldrich Bloomquist Lecture” di North Dakota University, Amerika Serikat. Inti pembelajaran dan pengalaman dari ACSC adalah koperasi petani ternyata bisa mengambil alih perusahaan besar yang bangkrut dan kemudian sukses mengembangkannya lebih lanjut dan berkelanjutan.
Solusi Cooperative equilibrium (CE) lebih unggul dibandingkan dengan non-cooperative equilibrium (N-CE). John Nash, pemenang Nobel Ekonomi 1994, membuka lahirnya pengetahuan tersebut. Namun demikian, teori bounded rationality yang dilahirkan oleh Herbert Simon, pemenang Nobel Ekonomi 1978, mengingatkan bahwa sifat opportunitic behavior bisa menghambat masyarakat mencapai CE.
Di sinilah persoalan utamanya, yaitu bagaimana melahirkan budaya kooperatif sejalan dengan konteks suatu negara yang diamanahkan untuk mencapai keadilan sosial sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Solusi maju bersama atau win-win tidak akan dapat dicapai dengan menerapkan model kompetisi yang mengakar dalam one-share one vote.
Karena itulah, nilai kekeluargaan dijadikan landasan dalam penyusunan kembali perekonomian Indonesia, sebagai wujud susunan ekonomi baru pasca penjajahan atau kolonialisme, dengan mengutamakan kaidah pengambilan keputusan one man one vote tanpa mengabaikan prestasi atau kontribusi para anggotanya.
Karena itu, permasalahan yang harus dibahas atau didiskusikan secara serius adalah bagaimana membangun susunan baru perkonomian nasional dengan mengambil pembelajaran kasus tahun 1998, yaitu Indonesia kehilangan kedaulatan akibat perusahaan swasta besar dengan struktur perseroan terbatas yang ternyata tidak mampu membayar utang luar negeri. Juga kasus sebagaimana diperlihatkan oleh data BPS dalam “Statistik Keuangan BUMN dan BUMD 2021”, sebagaimana telah disampaikan di tabel di atas.
Pendidikan koperasi yang memadai sebagai investasi jangka panjang untuk masa depan yang lebih baik merupakan kuncinya.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan IPB 1978, Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan (2005-2010). Sekarang Rektor Universitas Institut Koperasi Indonesia Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
Topik :